Beda BPRS dan BUS

Oleh : Agus Yuliawan

Pemerhati Ekonomi Syariah

Selain bank umum syariah (BUS) di dunia perbankan syariah ada Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) yang menjamur di masyarakat khususnya di berbagai daerah. Banyaknya BPRS tersebut, masyarakat sering bertanya apa bedanya BPRS dengan BUS selama ini? Serta bagaimana prospek bisnis BPRS sebagai lembaga keuangan syariah. Tulisan ini memberikan literasi keuangan syariah kepada masyarakat tentang BPRS dan perbedaanya dengan BUS. Menurut UU Nomor 10 tahun 1998 pasal 1 ayat (2) mengatakan: Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.

Kemudian pasal 1 ayat (3) mengatakan, Bank Umum adalah Bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Ayat (4) menyatakan, Bank Perkreditan Rakyat adalah Bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.

Dari pasal dan ayat tersebut sangat jelas perbedaan antara BUS dan BPRS dimana BPRS tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Lalu lintas pembayaran (LLP) maksudnya  suatu proses pemindahan dana yang terjadi dalam wilayah suatu negara atau antar negara (cross border), dari pihak pengirim dana/ applicant kepada pihak penerima dana / beneficiary atas dasar suatu transaksi ekonomi yang melibatkan instansi. Selain itu  perbedaan BUS dan BPRS  dari aset, dimana  BUS memiliki aset yang lebih besar sehingga memungkinkan untuk mencapai skala ekonomi. Sebaliknya, BPRS lebih kecil dalam ukuran aset sehingga tidak dapat memanfaatkan potensi skala ekonomi.

Dengan adanya aset yang lebih besar BUS beroperasi  lebih efisien daripada BPRS dan memiliki  variasi sumber keuangan yang lebih luas serta biaya modal yang lebih murah daripada BPRS. Struktur dana pihak ketiga di BUS terutama dicirikan dengan deposito berjangka dengan jangka waktu yang panjang, sehingga  deposan tidak dapat menarik uang mereka sewaktu-waktu.

Demikian pula, pembiayaan yang diberikan oleh BUS lebih berjangka panjang dan denominasi yang jauh lebih besar. BUS  juga menyediakan fasilitas tabungan dan giro dengan biaya murah. Sebaliknya, BPRS mengelola pendanaan jangka pendek dengan denominasi yang lebih kecil. Sumber pendanaan juga sangat terbatas, karena  dilarang menawarkan beberapa opsi tabungan berbiaya modal murah seperti giro.

Sementara BPRS harus memberikan tingkat pengembalian yang lebih tinggi,  karena “dianggap” lebih berisiko daripada menyimpan di BUS. Namun di sisi lain, BPRS memiliki ceruk pasar spesifik  dan  menghasilkan tingkat pengembalian yang lebih tinggi. Dengan pemahaman ini sangat jelas sekali perbedaan antara BUS dan BPRS yang bisa dijadikan literasi keuangan syariah.

Meski demikian ada beberapa hal perlu diperhatikan dalam perspektif bisnis dari ulasan di atas, dimana BPRS memiliki ceruk bisnis yang spesifik namun dari sisi pasar nampak sebagai bank yang tanggung. Dimana ketika masuk di pasar kelas menengah dan atas akan berhadapan dan bersaing dengan BPRS, begitu pula ketika masuk pasar menengah dan bawah akan berhadapan dan bersaing dengan koperasi syariah dan lembaga keuangan mikro syariah.

Maka dari itu untuk mengembangkan BPRS tak bisa dilakukan dengan cara “zig-zag” tapi harus fokus dan sektor pembiayaan yang menjadi ceruk bisnis. Hal ini tak lepas dari aset, modal, fasilitas pelayanan dan sumber daya manusia (SDM) yang dimilikinya. Namun secara keseluruhan bisnis BPRS sebagai lembaga keuangan syariah masih menjadi potensi bisnis melihat tingginya masyarakat yang belum terlayani oleh bank syariah atau koperasi syariah. Apalagi BPRS diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan tergabung dalam LPS (Lembaga Penjamin Simpanan) tentunya BPRS masih ada ceruk peluang bisnis potensial.

BERITA TERKAIT

Tarif Trump dan Tekanan Terhadap Utang RI

  Oleh: Marwanto Harjowiryono  Pemerhati Kebijakan Fiskal Gelombang kebijakan tarif Trump yang diluncurkan pada awal April 2025 telah mengguncang aktivitas…

Data Industri Nasional

  Permenperin 13/2025 Staf Ahli Menteri Bidang Penguatan Kemampuan Industri Dalam Negeri, Adie Rochmanto Pandiangan Kementerian Perindustrian (Kemenperin) telah menerbitkan…

Kisruh MBG: Tekor Asal Kesohor

Oleh: Achmad Nur Hidayat Ekonom UPN Veteran Jakarta   Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang digagas sebagai janji politik Presiden…

BERITA LAINNYA DI

Data Industri Nasional

  Permenperin 13/2025 Staf Ahli Menteri Bidang Penguatan Kemampuan Industri Dalam Negeri, Adie Rochmanto Pandiangan Kementerian Perindustrian (Kemenperin) telah menerbitkan…

Kisruh MBG: Tekor Asal Kesohor

Oleh: Achmad Nur Hidayat Ekonom UPN Veteran Jakarta   Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang digagas sebagai janji politik Presiden…

Tantangan Koperasi Syariah?

Oleh : Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Gebrakan Pemerintahan Prabowo - Gibran untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi terus dilakukan, selain membuat…