Jakarta – Kritik Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo terhadap jembatan lengkung bentang panjang (longspan) di lintasan LRT (light rail transit) Jabodebek yang berlokasi di persimpangan Jalan HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, yang salah desain lantaran memiliki sudut kemiringan tajam. Menurut guru besar transportasi UI Sutanto Soehodho, pembangunan infrastruktur di lokasi tersebut secara teknik memang rumit dan kendala.
NERACA
Menurut Wamen BUMN, jembatan tersebut salah desain karena tidak dites sudut kemiringannya sehingga ketika kereta melintas tidak bisa melaju dengan kecepatan tinggi. Kesalahan desain pada longspan LRT Jabodebek mengakibatkan adanya tikungan tajam yang berdampak pada melambatnya kecepatan kereta.
“Jika tikungan jembatan itu digarap melebar, maka kereta LRT Jabodebek bisa tetap melaju dengan kencang,” ujar Tiko, panggilan akrab Wamen BUMN itu di Jakarta, belum lama ini.
Menteri BUMN Erick Thohir juga meluruskan pernyataan wakilnya. Menurut dia, maksud dari wakilnya adalah lekukan pada lintasan LRT Jabodebek itu tidak mudah. "Perlu ada perbaikan dan itu sudah dilakukan sebenarnya. Jadi, bukannya sekarang belum baik," ujarnya.
Dia menjelaskan, perbaikan itu telah dilakukan sebelum uji coba lekukan tersebut. Menurut Erick, longspan tersebut susah dan tanpa sambungan. "Buktinya begini, kalau takut, Pak Presiden (Jokowi) saja sudah naik tiga kali," tutur Erick.
Artinya, lanjut dia, Pak Presiden ingin memastikan keselamatan para penumpang. Dia juga ingin masyarakat merasa aman dengan LRT Jabodebek. Lebih jauh, dia menceritakan pengalamannya menaiki LRT Jabodebek. Erick menilai, perjalanan dengan moda transportasi tersebut bagus karena halus dan suaranya tidak bising. "Tapi perlu perbaikan, antara pintu kereta dengan pintu akses belum nyambung karena ini perlu sinkronisasi sistem," ujar dia.
Secara terpisah, guru besar transportasi UI Sutanto Soehodho mengatakan, untuk menyebut LRT Jabodebek salah desain harus lebih spesifik apakah terkait infrastruktur, rolling stock atau sistem komunikasi dan persinyalan. "Untuk infrastruktur pada flyover Kuningan Gatot Subroto, memang secara teknik cukup rumit membangun infrastruktur yang optimal," ujarnya seperti dikutip tempo.co, Jumat (4/8).
Dia menjelaskan, lengkung flyover LRT tersebut memiliki kerumitan dan kendala, yakni dalam membangun dan meletakan pilar dan pondasi di bawah bangunan. Sedangkan pada lokasi tersebut sudah ada flyover jalan tol dan non-tol, bahkan underpass non-tol di bawahnya.
"Hal ini memaksa flyover LRT yang harus menggunakan longspan dengan radius cukup tajam, serta gradien yang cukup besar," beber Sutanto. "Sehingga kereta pada ruas tersebut harus menurunkan kecepatan pada level aman, dan tentu pada kecepatan yang dianggap rendah dari harapan kecepatan kereta pada alinyemen atau trase operasinya."
Lebih jauh, dia menjelaskan kereta LRT tidak hanya membutuhkan rel untuk beroperasi, tetapi juga sistem informasi dan komunikasi terkait teknologi otomasi yang sudah ditetapkan.
Menurut Sutanto, hal ini tidak terbatas pada hardware seperti perangkat persinyalan, pengatur kecepatan, stop pada stasiun dan berbagai sinyal keselamatan kendaraan, tapi juga software pendukung. "Dengan kata lain, di samping urusan gerbong kereta harus ada desain yang baik dan benar untuk kompatibilitasnya," ujarnya.
Dia menilai, hal tersebut sangat penting untuk menjamin keselamatan, serta membutuhkan integrasi sistem (system integrator). Kegagalan menjamin integrasi, kata dia, akan beresiko menyebabkan kecelakaan kereta.
Menurut Sutanto, semua infrastruktur dan fasilitas LRT harus diuji coba dengan jam operasi tertentu, seperti 1.000 jam untuk mendapatkan izin layak operasi yang mendasari jaminan keselamatan penumpang. "Kesimpulan saya, semua perangkat harus didesain dan diuji coba sesuai standard yang ada dengan penuh kehati-hatian, walau membutuhkan waktu yang cukup lama," ujarnya.
Aspek Keselamatan
Ketua Bidang Perkeretaapian Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Aditya Dwi Laksana tidak mempermasalahkan longspan di lintasan LRT Jabodebek yang berada di persimpangan Jalan HR Rasuna Said dan Jalan Gatot Subroto, Jakarta Selatan. Meski begitu, Aditya memiliki catatan dari segi aspek keselamatan. “Sistem kendali keretanya itu harus di-setting ketika melalui lintasan itu tetap di angka maksimal di 20 kilometer per jam,” ujarnya, Sabtu (5/8).
Menurut Aditya, yang perlu dikritisi dari longspan LRT Jabodebek itu utamanya adalah sistem kendali keretanya yang otomatis atau tidak menggunakan masinis. Karena otomatis, maka yang harus diperhatikan bukan lagi manusianya, tapi pada pengaturan komputer dari kendali LRT Jabodebek.
Dia meminta agar pihak LRT Jabodebek memastikan bahwa pengaturan komputernya sudah dipastikan bahwa kecepatan ketika melalui titik-titik itu sudah pada yang seharusnya. Sementara jika menggunakan masinis, itu bisa saja terjadi human error, ketika masinis tidak melakukan perlambatan saat melintasi tikungan itu. “Kalau menurut saya seperti itu,” ujarnya.
Lebih jauh, ia menjelaskan, pembangunan longspan LRT Jabodebek itu juga dipilih karena adanya masalah konstruksi di mana sebelumnya harus bisa menghemat biaya maupun kompleksitas dalam membangun tiang pancang yang sesedikit mungkin. “Kalau tiang pancangnya sesedikit mungkin, ya sudah pasti manuver lengkungnya tidak bisa terlalu lebar, selain karena masalah keterbatasan lahan,” tutur Aditya.
Sementara itu, Kepala Divisi LRT Jabodetabek dari PT KAI (Persero) Mochamad Purnomosidi buka suara soal jembatan lengkung bentang panjang (longspan) tersebut. Saat dimintai tanggapan soal kritik terhadap longspan LRT Jabodebek, Purnomosidi hanya merespon singkat saja. “Saat ini sudah keluar sertifikat dari Komite Keselamatan Jembatan dan Terowongan Jalan (KKJTJ),” ujarnya, Sabtu (5/8).
KKJTJ merupakan instansi yang bertugas membantu Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono dalam penanganan keamanan dan keandalan jembatan dan terowongan jalan.
Di dalam komite tersebut terdapat para ahli jembatan baik dari unsur akademisi, praktisi, profesional, maupun birokrat yang bertugas melakukan evaluasi. Tujuannya untuk keamanan jembatan dan terowongan jalan dari segi desain dan pelaksanaan konstruksi agar memenuhi standar yang berlaku. bari/mohar/fba
Jakarta-Bank Dunia menilai bahwa terlepas dari pondasi makroekonomi yang kuat, Indonesia mengalami perlambatan dalam pertumbuhan produktivitas. Hambatan struktural menghambat…
NERACA Jakarta - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyoroti adanya peningkatan signifikan di tahap joint study atau studi…
Jakarta-Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati optimistis pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun ini tumbuh di kisaran 5%, meski Dana Moneter…
Jakarta-Bank Dunia menilai bahwa terlepas dari pondasi makroekonomi yang kuat, Indonesia mengalami perlambatan dalam pertumbuhan produktivitas. Hambatan struktural menghambat…
NERACA Jakarta - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyoroti adanya peningkatan signifikan di tahap joint study atau studi…
Jakarta-Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati optimistis pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun ini tumbuh di kisaran 5%, meski Dana Moneter…