Jakarta-Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengajukan banding atas putusan Komisi Informasi Publik (KIP) yang mengabulkan sebagian permohonan Indonesia Corruption Watch (ICW) ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta. Gugatan Sri Mulyani saat ini sudah tercatat dengan nomor perkara No 47/G/KI/2023/PTUN.JKT tertanggal 8 Februari 2023.
NERACA
Staf Khusus Menkeu Bidang Komunikasi Strategis, Yustinus Prastowo menjelaskan, gugatan itu merupakan banding atas putusan Komisi Informasi Publik (KIP) yang mengabulkan sebagian permohonan ICW.
Isinya, ICW mendesak Kemenkeu agar transparan soal hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) terhadap hasil audit program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), atau BPJS Kesehatan.
"Jadi dalam perkara ini, yang digugat adalah Putusan KIP atas permohonan keberatan ICW dalam hal permohonan keterbukaan informasi publik yang diajukan ke Kementerian Keuangan," ujar Prastowo dalam pesan tertulisnya seperti dikutip merdeka.com, Jumat (10/2).
Prastowo menjelaskan, informasi soal hasil audit BPKP terkait BPJS Kesehatan tidak dapat diberikan, karena merupakan informasi yang dikecualikan sesuai dengan ketentuan Pasal 17 huruf e angka 6 dan huruf i Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.
Aturan itu berbunyi, Setiap Badan Publik wajib membuka akses bagi setiap Pemohon Informasi Publik untuk mendapatkan Informasi Publik, kecuali Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada Pemohon Informasi Publik, dapat merugikan ketahanan ekonomi nasional. Atau, proses dan hasil pengawasan perbankan, asuransi, atau lembaga keuangan lainnya.
Dalam konteks ini, ICW mendesak Kemenkeu transparan soal hasil audit yang disampaikan Kementerian Keuangan kepada BPKP tertanggal 11 Februari 2019, 10 Desember 2018, dan 19 Juli 2018.
"Informasi mengenai laporan hasil pemeriksaan (hasil audit) terkait program Jaminan Kesehatan Nasional, baik yang dilakukan oleh BPKP atau instansi lainnya, tidak tersedia karena informasi yang diminta tidak dikuasai oleh Kementerian Keuangan, cq Direktorat Jenderal Perbendaharaan," ujar Prastowo.
Menurut dia, gugatan itu merupakan banding atas putusan Komisi Informasi Publik (KIP) yang mengabulkan sebagian permohonan ICW. Isinya, ICW mendesak Kemenkeu agar transparan soal hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) terhadap hasil audit program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), atau BPJS Kesehatan.
Transparansi Hasil Audit BPKP
Sebelumnya, ICW bersikeras meminta Kementerian Keuangan terbuka soal hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) terhadap program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Meskipun mereka sudah kena gugat Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta.
Menurut Peneliti ICW Almas Sjafrina, beberapa hal yang menjadi dasar pihaknya mengajukan permohonan informasi soal JKN ke Komisi Informasi Publik (KIP). Menurut dia, informasi itu sangat krusial diketahui publik.
Dalam konteks ini, ICW mendesak Kemenkeu transparan soal hasil audit yang disampaikan Kementerian Keuangan kepada BPKP tertanggal 11 Februari 2019, 10 Desember 2018, dan 19 Juli 2018.
"Dari keterangan Kemenkeu di media, hasil audit ini jadi salah satu dasar penghitungan pemberian dana talangan terkait defisit JKN triliunan rupiah. Terlebih iuran JKN juga naik. Publik berhak tahu hasil pemeriksaannya dan mengawal upaya pembenahan dari hasil audit BPKP tersebut," ujarnya, pekan lalu.
Mengacu data BPJS Kesehatan, aset bersih Dana Jaminan Sosial (DJS) dalam program Jaminan Kesehatan Nasional di sepanjang 2019 memang tercatat defisit hingga Rp 51 triliun. Selain itu, hasil audit BPKP terhadap program JKN sebagaimana dipaparkan di DPR juga menemukan adanya kecurangan atau fraud.
"Sebelumnya, kami bersama jaringan melakukan pemantauan terhadap JKN dan menemukan ada potensi fraud yang dilakukan peserta, petugas BPJS, pemberi layanan kesehatan, maupun penyedia obat dan alkes," ungkapnya.
Sehingga, dia mempertanyakan sikap Sri Mulyani dan Kementerian Keuangan yang malah menggugat balik ICW ke PTUN pasca dimintai pertanggungjawaban soal keterbukaan informasi. "Justru yang penting dipertanyakan, kenapa Kemenkeu bersikukuh tidak mau membuka dokumen ke publik? BPKP bukan auditor swasta. Mengapa informasi tersebut dikecualikan?" tanya Almas.
Mengutip dari Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PTUN Jakarta, gugatan Sri Mulyani ini terdaftar dengan nomor perkara 47/G/KI/2023/PTUN.JKT. Terdapat empat gugatan yang terlampir. Pertama adalah Sri Mulyani meminta kepada majelis hakim untuk menerima permohonan keberatan yang diajukan oleh Pemohon Keberatan dahulu Termohon Informasi.
Kedua, menerima alasan-alasan keberatan dari Pemohon Keberatan dahulu Termohon Informasi untuk seluruhnya. Ketiga menyatakan batal Putusan Ajudikasi Komisi Informasi Pusat Nomor 016/VII/KIP-PS/2020 tertanggal 16 Januari 2023.
Terakhir atau keempat membebankan seluruh biaya perkara kepada Termohon Keberatan dahulu Pemohon Informasi. Sedangkan biaya perkara sendiri saat ini untuk tingkat pertama baru di angka Rp 155.000. Dalam SIPP PTUN Jakarta ini sendiri belum dijelaskan masalah yang mendasari dari gugatan Sri Mulyani ke ICW ini.
Standarisasi Layanan Klinis
Secara terpisah, Dirut BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti berharap pemerintah dan Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) tidak terburu-buru menerapkan kelas rawat inap standar (KRIS) tahun ini.
Menurut dia, ketimbang penerapan KRIS yang nantinya akan menghapus sistem kelas 1, 2, dan 3 ruang rawat peserta BPJS Kesehatan, sebaiknya yang distandarisasi pemerintah dan DJSN adalah pelayanan klinis bagi para pasiennya.
“KRIS tadi kan fisik, Jadi kalau bisa justru yang paling penting standarisasi pelayanan klinis, bagaimana mengobati pasien, standarnya seperti apa, itu yang disebut PNPK atau pedoman nasional praktik kedokteran, itu dibikin dulu,” ujarnya, Minggu (12/2).
Menurut Ghufron, yang dibutuhkan masyarakat saat ini sebetulnya bukan hanya standarisasi kelas ruang rawat inap, melainkan adanya standar pelayanan pengobatan. Dengan adanya standar itu, dipastikannya masyarakat akan mendapatkan layanan pengobatan yang setara di setiap fasilitas kesehatan.
“Itu digarap dulu, kok ngomong tentang hapus-hapus kelas. Ngomongnya tentang bagaimana sesuai anda yang inginkan, pelayanan yang standar, pelayanan yang setara. Untuk setara caranya melayani dibikin dulu yang standar lah ini aja belum secara klinis,” ujarnya seperti dikutip bergelora.com. bari/mohar/fba
Jakarta-Bank Dunia menilai bahwa terlepas dari pondasi makroekonomi yang kuat, Indonesia mengalami perlambatan dalam pertumbuhan produktivitas. Hambatan struktural menghambat…
NERACA Jakarta - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyoroti adanya peningkatan signifikan di tahap joint study atau studi…
Jakarta-Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati optimistis pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun ini tumbuh di kisaran 5%, meski Dana Moneter…
Jakarta-Bank Dunia menilai bahwa terlepas dari pondasi makroekonomi yang kuat, Indonesia mengalami perlambatan dalam pertumbuhan produktivitas. Hambatan struktural menghambat…
NERACA Jakarta - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyoroti adanya peningkatan signifikan di tahap joint study atau studi…
Jakarta-Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati optimistis pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun ini tumbuh di kisaran 5%, meski Dana Moneter…