Tahun 2023, Gelombang Pengangguran Menggila?

 

Oleh : Achmad Nur Hidayat

Ekonom Narasi Institute

Angka pengangguran tiga tahun terakhir sangat memprihatinkan, puncaknya pada semester II-2020 akibat pandemi Covid-19 menjadikan tahun tersebut mempunyai angka pengangguran tertinggi mencapai 9,7 juta orang atau sekitar 7,07% dari total jumlah penduduk usia kerja. Lalu semester I-2021 turun menjadi 8,7 juta orang dan naik menjadi 9,1 juta orang pada semester II.  Kemudian semester I-2022 turun menjadi 8,4 juta orang. Pada semester I-2022 Lulusan SMA dan SMK menyusun angka pengangguran terbesar.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah angkatan kerja Indonesia mencapai 144,01 juta jiwa pada Februari 2022. Jumlah tersebut mencapai 69,06% dari total penduduk usia kerja yang berjumlah 208,54 juta jiwa.

BPS mencatat ada 135,61 juta penduduk bekerja pada Februari 2022. Mayoritasnya atau 29,96% terserap di sektor pertanian. Sektor perdagangan menyerap 19,03%, sektor industri menyerap 13,77%, akomodasi dan makanan-minuman 7,11%, usaha konstruksi 6,04%. Sektor jasa pendidikan menyerap 4,89%, jasa lainnya 4,34%, sektor transportasi dan pergudangan 4,21%, sektor administrasi pemerintahan menyerap 3,42%, jasa kesehatan 1,76%, jasa perusahaan 1,43%, pertambangan 1,17%, dan jasa keuangan 1,11% dan sektor pengadaan listrik dan gas memiliki serapan penduduk bekerja paling sedikit hanya 0,23%.

Kondisi ekonomi global yang sedang memburuk apalagi prediksi resesi global yang akan terjadi di tahun 2023, yang diindikasikan sudah semakin kencang diperkirakan gelombang PHK besar-besaran akan terjadi. Dan saat ini sudah mulai terjadi terutama di industri tekstil dan sepatu, dimana industri tersebut mengalami penurunan permintaan akibat negara tujuan ekspor sedang mengalami krisis dan lebih mementingkan makanan dan energi.

Salah satu contoh bidang tekstil, Ketua Umum Perkumpulan Pengusaha Produk Tekstil Jawa Barat (PPTPJB) Yan Mei melaporkan per Oktober 2022 sebanyak 64.000 lebih pekerja dikenakan PHK dari 124 perusahaan. Yan Mei memprediksi angka tersebut akan terus bertambah mengingat kondisi kinerja tekstil yang semakin menurun yang mana pesanan menurun hingga 50% dari April 2022. Ini sangat mengkhawatirkan. Belum lagi sektor-sektor lain terkait ekspor dan impor. Penurunan demand ini berdampak langsung kepada angka PHK yang kemungkinannya akan semakin besar di tahun 2023.

Dari indikator tersebut dapat diperkirakan bahwa angka kemiskinan akan melonjak tinggi, yang berdampak pada peningkatan angka kriminalitas, stunting, dan lain-lain. Kelas menengah yang rentan akan jatuh menjadi kelas miskin baru yang belum tentu tercover oleh bantuan sosial karena kendala update data di Kemensos yang tidak mungkin terdata secara langsung.

Tentunya kondisi ini sangat tidak diharapkan terjadi, tapi langkah-langkah antisipatif tentunya harus segera ditempuh oleh pemerintah. Tidak cukup dengan mempersiapkan bantalan sosial yang sulit menjangkau angka penerima bantuan sosial yang besar dengan nilai yang berarti. Pemerintah harus bisa mendorong terciptanya lapangan-lapangan kerja baru yang lebih tahan dari imbas ekonomi global yang bisa menyerap banyak tenaga kerja.

Salah satu contoh yang perlu dilakukan pemerintah adalah menyerap tenaga kerja melalui penyelarasan angka pengangguran yang muncul dengan kebutuhan penguatan ketahanan pangan dan energi. Sebagai contoh dengan membuka BUMN-BUMN baru, yang bisa memperkuat ketahanan pangan dan energi khususnya seperti energi baru terbarukan berbahan dasar minyak nabati, dan lain-lain.

Jika pemerintah tidak melakukan persiapan yang matang menghadapi hal ini dikhawatirkan terjadi gejolak sosial yang berujung pada gejolak politik/krisis kepemimpinan, dan lebih buruk lagi adalah social unrest. Ini harus menjadi perhatian yang serius dari pemerintah.

BERITA TERKAIT

Data, Angka & Makna

Oleh: Dr. Edy Purwo Saputro, MSi Dosen Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Solo   Tantangan pemerintahan ke depan tentunya semakin pelik dan…

Ekonomi Syariah Era Baru

Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Gebrakan Presiden Jokowi dan wakilnya KH. Ma’ruf Amin dalam mengembangkan ekonomi syariah lebih konkret…

RAPBN 2025, Belanja dan Beban Perpajakan

  Oleh: Marwanto Harjowiryono Dosen STAN,  Pemerhati Kebijakan Fiskal   Dalam setiap penyusunan RAPBN, berita yang ditunggu masyarakat adalah meningkatnya…

BERITA LAINNYA DI

Data, Angka & Makna

Oleh: Dr. Edy Purwo Saputro, MSi Dosen Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Solo   Tantangan pemerintahan ke depan tentunya semakin pelik dan…

Ekonomi Syariah Era Baru

Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Gebrakan Presiden Jokowi dan wakilnya KH. Ma’ruf Amin dalam mengembangkan ekonomi syariah lebih konkret…

RAPBN 2025, Belanja dan Beban Perpajakan

  Oleh: Marwanto Harjowiryono Dosen STAN,  Pemerhati Kebijakan Fiskal   Dalam setiap penyusunan RAPBN, berita yang ditunggu masyarakat adalah meningkatnya…