Tak Perlu Panik, Kandungan Etilen Glikol di Kemasan Botol PET Masih Aman

NERACA

Jakarta – Masyarakat mengkhawatirkan munculnya senyawa Etilen Glikol dan Dietilen Glikol setelah merebaknya kasus ganggung ginjal akut pada anak. Kementerian Kesehatan mencatat setidaknya ada 245 kasus yang terhadi di 26 provinsi. 80% diantaranya terjadi di DKI Jakarta, Jawa Barat, Aceh, Jawa Timur, Sumatera Barat, Bali, Banten dan Sumatera Utara. Bahkan fatality rate atau yang meninggal persentasenya cukup tinggi yaitu 57,6%.

Badan Pengawas Obat dan Makanan saat ini telah meminta penarikan 5 macam obat sirop yang dianggap mengandung senyawa etilen glikol melebihi ambang batas meskipun hasil uji cemaran etilen glikol pada obat-obat itu belum dapat mendukung kesimpulan bahwa penggunaan sirup obat tersebut memiliki keterkaitan dengan kejadian gagal ginjal akut.

Namun ternyata, ada pihak-pihak yang mencoba mengaitkannya kandungan senyawa Etilon Glikol yang ada pada obat sirop dengan campuran untuk bahan baku pembuat kemasan air mineral berbahan PET (Polietilen Tereftalat).

Diketahui kemasan plastik PET menggunakan senyawa Etilen Glikol sebagai aditif. Adapun kemasan PET ini banyak digunakan pada kemasan air minum, dan yang paling banyak beredar masif di pasaran saat ini adalah kemasan botol, dan dikuasai oleh salah satu produsen.Sesuai dengan survei Nielsen 2016, produsen terbesar yakni Aqua yang mengusai pasar mencapai 46,7%, Klub 4%, Le Minerale 3%, 2 tang 2,8%, Oasis 1,8%, super O2 1,7% dan Prima 1,4%, serta 38,1% merupakan merek-mereka lain.

Ahli Teknologi Polimer dari Fakultas Teknik Universitas Indonesia (FTUI), Mochamad Chalid mengatakan masyarakat tidak perlu khawatir terhadap kandungan etilen glikol (EG) pada kemasan pangan berbahan PET karena memiliki kadar rendah dan proses yang aman. "Publik tidak perlu panik terkait kandungan EG dan DEG dalam kemasan Botol PET. Karena ada batas-batas zat tersebut dalam produk pangan yang bisa ditoleransi," ujar Chalid, seperti dikutip dalam keterangannya, Rabu (26/10).

Apalagi, sebenarnya kandungan Etilen Glikol pada kemasan botol air minum PET masih dalam tahap aman dan selalu dalam pengawasab BPOM. Meskipun berasal dari senyawa yang sama, namun proses dan kadarnya berbeda. Jika dalam obat sirop Etilen Glikol dicampurkan dalam bentuk cair dan ikut diminum, berbeda dengan penggunaan EG sebagai senyawa pengikat dalam plastik PET yang sulit untuk luruh.

Pada obat, kandungan EG dianggap berbahaya karena digunakan untuk melarutkan bahan-bahan obat dan masuk ke tubuh karena ikut diminum. Sedangkan untuk PET senyawa ini sekedar dipakai sebagai aditif untuk mengikat polimer, dan hanya bermigrasi jika kondisi ekstrem, yakni terpapar panas yang mencapai 200 derajat celsius.

Minta Diteliti Ulang

Sebelumnya, Anggota Komisi IX DPR RI Rahmad Handoyo meminta BPOM untuk melakukan penelitian ulang terhadap semua kemasan pangan yang menggunakan bahan Etilen Glikol dalam proses pembuatannya, termasuk kemasan air mineral yang berbahan PET (Polietilen Tereftalat).

"Terhadap kemasan pangan yang berpotensi mengandung Etilen Glikol, karena itu bisa menyebabkan bahaya kesehatan pada anak-anak seperti yang terjadi di Gambia, BPOM perlu melakukan suatu kajian atau penelitian lagi untuk mengetahui kadar Etilen Glikol di dalam produknya," ujar Rahmad melalui keterangan tertulis.

Penelitian terhadap kemasan pangan yang mengandung Etilen Glikol tersebut sangat diperlukan, meski pun sudah diberikan izin edar mengingat terus berkembangnya ilmu pengetahuan. "Data-data empiris harus dilakukan termasuk penyebab anak-anak kita yang tengah mengalami gangguan penyakit ginjal akut. Jadi, saya kira hal-hal yang menyangkut itu tidak salah BPOM melakukan satu kajian yang melibatkan peneliti dari universitas yang sangat berkompeten," tulis Rahmad.

Hal senada sempat diutarakan Ketua Komnas Perlindungan Anak (Komnas PA) Arist Merdeka Sirait yang meminta (BPOM) memberikan peringatan berupa pelabelan “Berpotensi Mengandung Etilen Glikol” terhadap kemasan-kemasan pangan berbahan etilon glikol.

BERITA TERKAIT

Disiplin Protokol Kesehatan untuk Cegah Penularan Mpox

Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengingatkan penerapan kembali disiplin protokol kesehatan guna mencegah penularan cacar monyet atau Monkey Pox…

Radang Sendi Tak Kunjung Sembuh - Dokter : Waspadai Sebagai Kondisi Autoimun Pada Anak

Diagnosis penyakit autoimun pada anak seringkali terlambat sebab kasus autoimun jarang terjadi, sehingga kesadaran masyarakat ataupun dokter juga kurang. Padahal…

Cegah Risiko Kanker - Hindari Karsinogenik Pada Makanan Cepat Saji

Pola hidup tidak sehat dan ditambah makanan cepat saji yang dinilai tidak sehat menjadi faktor seseorang rentan terhadap serangah penyakit…

BERITA LAINNYA DI Kesehatan

Disiplin Protokol Kesehatan untuk Cegah Penularan Mpox

Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengingatkan penerapan kembali disiplin protokol kesehatan guna mencegah penularan cacar monyet atau Monkey Pox…

Radang Sendi Tak Kunjung Sembuh - Dokter : Waspadai Sebagai Kondisi Autoimun Pada Anak

Diagnosis penyakit autoimun pada anak seringkali terlambat sebab kasus autoimun jarang terjadi, sehingga kesadaran masyarakat ataupun dokter juga kurang. Padahal…

Cegah Risiko Kanker - Hindari Karsinogenik Pada Makanan Cepat Saji

Pola hidup tidak sehat dan ditambah makanan cepat saji yang dinilai tidak sehat menjadi faktor seseorang rentan terhadap serangah penyakit…