NERACA
Jakarta – Rencana PT Kobexindo Tractors untuk go public harus berjuang penuh merebut pasar di Indonesia, terlebih perusahaan yang tergolong baru dan masih berukuran kecil di sektor penjualan dan penyewaan alat-alat berat (heavy equipment) ini akan berhadapan dengan United Tractors (UNTR), Intraco Penta (INTA), dan Hexindo Adiperkasa (HEXA) yang sudah listing di pasar modal.
Managing Research PT Indosurya Asset Management Reza Priyambada mengatakan, untuk tahun ini Kobexindo masih harus bersabar. Karena tahun ini para pelaku pasar masih cenderung untuk memilih UNTR. Pertimbangannya adalah, selain alat berat, UNTR juga bergerak di pertambangan.
Ke depannya, kata Reza, Kobexindo harus memperlihatkan kinerja yang bagus apabila ingin dilirik oleh investor. Pasalnya, bila kinerjanya bagus, Reza meyakini para investor akan mempertimbangkan untuk membeli saham Kobexindo. “Kita lihat saja nanti ke depannya,apakah Kobexindo bisa memperlihatkan kinerja yang bagus,”katanya di Jakarta, kemarin.
Asal tahu saja, dalam lima tahun terakhir, Kobexindo cukup mampu menunjukkan pertumbuhan yang konsisten. Pada tahun penuh 2011, Kobexindo mencatat laba bersih Rp 80 milyar, dibanding Rp 7 milyar pada tahun 2006. Lantas yang jadi pertanyaan adalah bagaimana prospek Kobexindo ke depannya.
Lebih lanjut Reza menjelaskan, kinerja yang baik tersebut harus didorong dengan penjualan merek-merek yang familiar. Karena dengan begitu, investor tidak akan ragu. Sejauh ini Kobexindo masih menawarkan merek yang belum familiar sehingga orang awam masih berpikir untuk membelinya. “Kendati demikian, apabila dalam setahun ini Kobexindo dapat melakukan pengenalan dengan baik, kemudian menawarkan kelebihan-kelebihan yang mereka punya, saya yakin saham Kobexindo akan mulai dilirik oleh pasar,” pungkasnya.
Seperti diketahui, Kobexindo menjual dan menyewakan alat-alat berat yang diambil dari produsen luar negeri. Beberapa merk alat berat yang dipegang Kobexindo adalah Doosan (Korea Selatan), Daewoo (Korea Selatan), NHL (Tiongkok), dan Jungheinrich (Jerman). Di Indonesia, merk-merk alat berat yang lebih dikenal adalah Komatsu (dijual oleh UNTR), Caterpillar (Trakindo, tidak listing), Hitachi (HEXA), dan Kobelco (Daya Kobelco Indonesia, tidak listing), sehingga bisa dikatakan bahwa KOBE hanya menjual produk-produk kelas dua.
Tidak Persoalkan Brand
Sementara menurut pengamat pasar modal Teguh Hidayat dalam blognya menyebutkan, soal merek sepertinya tidak jadi masalah, dimana Kobexindo tetap mencatat penjualan yang terus meningkat. “Kalau kita perhatikan perusahaan alat berat lainnya yaitu INTA, mereka juga hanya menjual alat berat merk Volvo, namun kinerjanya tetap boleh dibilang tokcer. Hal ini mungkin karena para pembeli dan penyewa alat-alat berat tidak begitu fanatik terhadap merk,” paparnya.
Namun, lanjut teguh, tantangan terbesar bagi Kobexindo adalah bagaimana cara memperluas pangsa pasar dari produk-produknya dan strategi untuk itu adalah dengan ‘menjemput bola’, dengan membuka kantor-kantor cabang baru di lokasi yang dekat dengan lokasi pertambangan batubara, dimana biasanya para perusahaan tambang batubara tentunya membutuhkan alat-alat berat, yaitu Samarinda dan Balikpapan (Kalimantan Timur), dan Palembang (Sumatera Selatan).
Sayangnya, lanjut Teguh, tidak seperti perusahaan alat-alat berat lain yang biasanya juga punya unit-unit usaha yang terintegrasi seperti pembiayaan alat-alat berat, kontraktor tambang, atau perusahaan tambang itu sendiri.
Kobexindo sepenuhnya hanya bermain di sektor penjualan dan penyewaan alat-alat berat (termasuk spare part dan maintenance) dan juga tidak memiliki rencana untuk pengembangan usaha untuk menjadi perusahaan alat-alat berat yang terintegrasi (contohnya seperti UNTR). Dalam hal ini Kobexindo kalah jauh dibanding INTA atau UNTR. “Tapi sekali lagi, hal ini juga ternyata tidak berpengaruh terhadap kinerja perusahaan. Kompetitor Kobexindo lainnya, HEXA, juga hanya menjual dan menyewakan alat-alat berat tanpa memiliki unit-unit usaha di bidang lainnya yang berkaitan, tapi kinerjanya tetep aja lancar jaya,” jelasnya.
Sebenarnya untuk sektor batubaranya sendiri, menurut Teguh outlook-nya masih bagus, mengingat sifat dari batubaranya sendiri yang merupakan bahan bakar paling ekonomis untuk pembangkit listrik, sehingga permintaannya gak akan pernah habis, dan karena para perusahaan batubara terutama yang besar-besar, biasanya punya akses yang bagus ke banyak pembeli internasional, sehingga jika satu pembeli berhenti berlangganan, mereka bisa menjualnya ke pembeli yang lain.
Tantangan Pasar
Kendati demikian, lanjutnya, outlook yang bagus tersebut belum tentu akan berimbas positif pada Kobexindo, mengingat para pembeli alat-alat berat yang dijual Kobexindo bukanlah perusahaan tambang batubara, melainkan perusahaan kontraktor tambang batubara. Menurut Teguh, disinilah tantangannya.
Dia menyebutkan, dari empat perusahaan kontraktor tambang terbesar di Indonesia, yaitu Pamapersada, Bukit Makmur, Thiess, dan Darma Henwa, hanya Bukit Makmur dan Thiess yang menjadi pelanggan Kobexindo. Mengingat bahwa Pamapersada sebagai perusahaan kontraktor terbesar nyaris tidak mungkin membeli alat berat dari Kobexindo, karena Pamapersada adalah anak usaha UNTR.
Oleh karena itu, pangsa pasar Kobexindo terbatas hanya pada perusahaan kontraktor yang lebih kecil, dimana para perusahaan kontraktor ini juga hanya punya pelanggan perusahaan batubara kelas kecil dan menengah. “Keterbatasan inilah yang menyebabkan Kobexindo bisa ‘kena duluan’ jika terjadi sesuatu yang nggak bagus pada sektor batubara, apalagi mereka nggak punya perusahaan kontraktor sendiri,” jelasnya.
Teguh menyimpulkan, prospek Kobexindo ini bagus dan punya potensi untuk menjadi besar dengan cepat mengingat pertumbuhan di sektornya sedang bagus-bagusnya di banding UNTR yang meskipun besar namun pertumbuhannya sudah mulai mentok. Namun jenis usaha dari Kobexindo ini memiliki cukup banyak risiko usaha. “Untuk isaat ini kalau berdasarkan historisnya, Kobexindo layak dijadikan pegangan long term, but with cautions. Kobexindo mungkin tidak bisa dipakai untuk trading, mengingat Kobexindo hanya melepas 858 juta lembar saham ketika IPO-nya, sehingga kemungkinan sahamnya nggak akan likuid,” pungkasya. (didi)
PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BTN) kembali bergerak menyalurkan rumah layak dan terjangkau bersama Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman…
NERACA Jakarta – Emiten manufaktur komponen otomotif, PT Dharma Polimetal Tbk (DRMA) membukukan penjualan di kuartal pertama sebesar Rp1,5 triliun,…
NERACA Jakarta - Di kuartal pertama 2025, PT Petrosea Tbk. (PTRO) membukukan pendapatan US$154,21 juta. Capaian itu turun 1,3% dibandingkan…
PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BTN) kembali bergerak menyalurkan rumah layak dan terjangkau bersama Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman…
NERACA Jakarta – Emiten manufaktur komponen otomotif, PT Dharma Polimetal Tbk (DRMA) membukukan penjualan di kuartal pertama sebesar Rp1,5 triliun,…
NERACA Jakarta - Di kuartal pertama 2025, PT Petrosea Tbk. (PTRO) membukukan pendapatan US$154,21 juta. Capaian itu turun 1,3% dibandingkan…