Sukseskah UU Sapu Jagat?

Di tengah kondisi ekonomi Indonesia yang memprihatinkan dalam beberapa tahun terakhir ini, yang diindikasikan dari besaran tingkat pertumbuhan ekonomi nasional hanya di kisaran 5% per tahun, pemerintah lalu berinisiatif menerbitkan jurus pamungkas melalui UU Sapu Jagat yang lazim dikenal dengan sebutan Omnibus Law.

Meski Omnibus law bukan sebuah pekerjaan mudah, karena harus mampu mengonsolidasikan semua regulasi, baik undang-undang maupun semua aturan yang terkait dijadikan satu payung hukum. Misalnya, regulasi terkait investasi menyangkut banyak UU seperti UU Otonomi Daerah, Ketenagakerjaan, Lingkungan Hidup, dan lain-lain. Namun, berdasarkan mapping sementara,  penyederhanaan regulasi melalui Omnibus law setidaknya mampu mendorong gairah investasi dalam waktu tak terlalu lama. Namun, harmonisasi sekitar 72 aturan yang terbagi dalam lima klaster, yaitu perizinan, penataan kewenangan, sanksi, pembinaan dan pengawasan, membutuhkan dukungan dari semua Kementerian dan Lembaga (K/L) serta membutuhkan persepsi yang sama terhadap sebuah permasalahan.

Patut diketahui, sebelumnya banyak investor enggan berinvestasi masuk ke sektor industri karena ada sejumlah hambatan dan lemahnya pemenuhan kebutuhan industri, seperti masalah ketersediaan lahan, ketenagakerjaan, dukungan bahan baku, energi, biaya logistik dan stimulus fiskal untuk mendukung daya saing industri.

Tidak hanya itu. Investor juga menghadapi berbagai kendala dan waktu perizinan yang cukup rumit sehingga mempersulit untuk memulai mendirikan industri di negeri ini. Belum lagi menghadapi sejumlah birokrat di daerah yang selama ini dianggap mempersulit masuknya investor ke daerah tertentu.

Meski sebelumnya pemerintah telah menerbitkan banyak paket kebijakan ekonomi (PKE), namun pada kenyataannya belum mampu mengatasi hambatan investasi. Kalangan pengusaha masih menghadapi permasalahan yang kompleks. Terobosan pada paket stimulus masih parsial sehingga insentif fiskal belum mampu mengatasi hambatan mendasar dalam investasi.

Di sisi lain, investasi di sektor riil terutama untuk industri pengolahan yang idealnya harus diperkuat sebagai penopang pertumbuhan ekonomi, terobosan perizinan melalui sistem pelayanan perizinan berusaha terintegrasi secara elektronik (online single submission-OSS) seharusnya mampu menyinkronkan dengan beberapa kementerian, lembaga, dan daerah. Tapi pada kenyataannya, sistem OSS belum menunjukkan hasil yang optimal dalam mendukung investasi.

Pada 2018, Pusat Analisis dan Evaluasi Hukum Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) Kemenkum dan HAM membuat sebuah kajian. Hasilnya, terdapat 271 peraturan perundang-undangan dalam rangka kemudahan berusaha (ease of doing business-EoDB) di Indonesia. Itulah sebabnya, sekalipun terjadi perbaikan rating EoDB Indonesia pada peringkat 73, pertumbuhan realisasi investasi yang masuk justru mengalami penurunan. Pasalnya, peringkat memulai berusaha tetap berada pada rangking 134.

Terbatasnya realisasi investasi itu diduga karena banyaknya aturan yang sering tidak konsisten, seperti bertabrakan, tumpang-tindih, dan regulasi yang berbelit. Karena itu, pemerintah berkomitmen akan mengharmonisasikan sekitar 72 regulasi di bawah payung hukum Omnibus Law.

Jadi, Omnibus Law mau tidak mau harus sukses dan menghasilkan output yang menggembirakan, khususnya bagi investor yang berminat menanamkan modalnya di Indonesia. Namun, yang harus diperhatikan dalam penyusunan tata perundangan yang komprehensif dan memberikan kepastian hukum,  Omnibus Law setidaknya mampu menjamin penyederhanaan regulasi itu tidak semakin menimbulkan ketidakpastian. Terutama dalam hal mengharmonisasikan kewenangan dan aturan teknis implementasi operasionalnya antara Pusat dan Daerah.

Sebaliknya, bila tidak hati-hati, Omnibus law dapat berpotensi semakin menjauhkan tujuan utama investasi yang mendorong kesejahteraan masyarakat. Penyederhanaan, kemudahan, dukungan dan fasilitasi investasi justru hanya akan menciptakan oligarki konglomerasi jika tidak didukung oleh administrasi pemerintahan yang bersih. Semoga.

BERITA TERKAIT

Ketahanan Ekonomi Nasional

  UU Cipta Kerja sekarang menjadi terobosan pemerintah dalam menanggulangi hiper regulasi penghambat investasi. Artinya, dengan berlakunya UU tersebut, pelaku…

Impian Ekonomi Hijau

Rencana pemindahan Ibu Kota Negara (IKN) ke Kalimantan Timur terus berproses dan Pemerintah terus melanjutkan berbagai proyek strategis di kawasan…

Pelayanan Buruk Birokrasi

Pelayanan publik buruk hingga kini terus menjadi sorotan masyarakat, dan tentunya masih menjadi pekerjaan rumah (PR) bagi pimpinan birokrasi (K/L)…

BERITA LAINNYA DI Editorial

Ketahanan Ekonomi Nasional

  UU Cipta Kerja sekarang menjadi terobosan pemerintah dalam menanggulangi hiper regulasi penghambat investasi. Artinya, dengan berlakunya UU tersebut, pelaku…

Impian Ekonomi Hijau

Rencana pemindahan Ibu Kota Negara (IKN) ke Kalimantan Timur terus berproses dan Pemerintah terus melanjutkan berbagai proyek strategis di kawasan…

Pelayanan Buruk Birokrasi

Pelayanan publik buruk hingga kini terus menjadi sorotan masyarakat, dan tentunya masih menjadi pekerjaan rumah (PR) bagi pimpinan birokrasi (K/L)…