NERACA
Jakarta - Aliansi Rakyat Peduli K3 menilai kondisi kesehatan dan keselamatan kerja (K3) di Indonesia masih sangat memprihatinkan yang ditunjukkan dengan beberapa kecelakaan kerja yang mengakibatkan kematian dalam kurun waktu yang berdekatan. "Dalam kurun waktu sepekan terdapat kecelakaan kerja yang menyebabkan kematian 49 pekerja di PT Panca Buana Cahaya, satu pekerja di PT Waskita Karya, satu pekerja Jakarta International Container Terminal, satu pekerja pembangunan rel Medan-Kualanamu dan satu orang pekerja Mulia Ceramic," demikian siaran pers dari Aliansi yang diterima di Jakarta, Selasa (7/11).
Aliansi menilai kecelakaan kerja yang megakibatkan kematian pekerja itu disebabkan beberapa hal, seperti pengawasan yang lemah oleh pemerintah, perhatian pengusaha yang rendah karena menganggap K3 sebagai bagian dari biaya serta tidak ada sanksi tegas terhadap pelanggaran K3. Beberapa hal tersebut, bila tidak diperbaiki, dikhawatirkan akan membuat perusahaan semakin mengabaikan K3 yang seharusnya menjadi jaminan kesehatan dan keselamatan bagi pekerja.
"Di saat investasi untuk pembangunan industri terus dipermudah dengan insentif berupa 16 paket kebijakan ekonomi pemerintah, sebanyak 16,6 juta pekerja industri di Indonesia dihadapkan pada risiko kematian yang terus meningkat," kata Aliansi. Aliansi menilai peraturan tentang K3 yang ada sudah sangat usang karena sudah berusia 47 tahun. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja disahkan setelah mendapatkan desakan dari dunia internasional.
Undang-Undang Keselamatan Kerja pun kemudian hanya memiliki satu peraturan pendamping yang juga Aliansi nilai masih lemah dalam melindungi tenaga kerja, yaitu Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja. Soal K3 menjadi sorotan pasca terbakarnya gudang petasana dan mercon di Kosambi, Tangerang yang menewaskan 50 korban pekerja di pabrik. Setelah kejadian tersebut, baru semua sadar betapa sudah usangnya undang-undang yang mengatur soal keselamatan tenaga kerja, termasuk sanksi bagi para pengusaha yang melanggarnya.
Kewajiban pengusaha untuk menjaga keselamatan para pekerjanya saat ini diatur oleh UU No.1 tahun 1970, yang berarti sudah berlaku selama 47 tahun sejak diundangkan pada 12 Januari 1970 oleh Presiden Soeharto.
Komisi IX DPR, dalam rapat bersama dengan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker), beberapa waktu lalu, terkait meledaknya pabrik kembang api tersebut, mengusulkan agar UU tersebut direvisi dan revisi tersebut harus berawal dari inisiatif pemerintah. Ketua Komisi IX Dede Yusuf menyatakan banyak kelemahan dalam UU tersebut dalam memberikan perlindungan kepada pekerja. Hal paling jelas adalah ringannya sanksi bagi perusahaan yang tidak menyediakan peralatan penunjang keselamatan kerja.
Ia merujuk pada pasal 15 ayat 2 yang menyatakan sanksi bagi para pengusaha yang melanggar UU tersebut adalah hukuman kurungan maksimal tiga bulan atau denda tertinggi Rp100.000. "Tentu Rp 100 ribu hari gini beli bakso aja nggak cukup," kata Dede. Lebih lanjut Dede menjelaskan, DPR meminta agar revisi UU tersebut dilakukan berdasarkan inisiatif pemerintah karena jika DPR yang mengusulkan, pasti akan melalui perdebatan yang memakan waktu panjang.
"Kami minta jadi usulan pemerintah. Kalau pemerintah itu dikasih matang kami tinggal rumuskan dan sinkronkan saja. Kalau kami yang membahas maka akan terjadi perdebatan alot yang memakan waktu 2-3 tahun. Hampir semua inisiatif DPR memakan waktu 5 tahun, 7 tahun," paparnya. Revisi UU tersebut sudah diusulkan sejak lama, terutama oleh Organisasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI), namun Kemenaker belum juga mau melakukan inisiatif untuk mengubahnya.
Dalam sebuah diskusi mengenai Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) pada Januari tahun lalu, Dirjen Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan dan K3, saat itu dijabat Muji Handaya, menyatakan mereka enggan mengajukan inisiasi revisi UU karena kondisi politik saat itu belum mendukung. "...takutnya UU-nya bukan menjadi lebih baik, malah menjadi tambah jelek," kata Muji.
NERACA Jakarta - Negara-negara berkembang dan rentan menuntut kejelasan tentang komitmen pendanaan iklim dalam COP29 yang tengah berlangsung pada…
NERACA Jakarta - Kementerian Pertanian Republik Korea bersama dengan Korea Agro-Fisheries & Food Trade Corporation (aT Center) berpartisipasi dalam…
NERACA Jakarta - Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Yuliot Tanjung mengingatkan masih banyak ruang yang tersedia…
NERACA Jakarta - Negara-negara berkembang dan rentan menuntut kejelasan tentang komitmen pendanaan iklim dalam COP29 yang tengah berlangsung pada…
NERACA Jakarta - Kementerian Pertanian Republik Korea bersama dengan Korea Agro-Fisheries & Food Trade Corporation (aT Center) berpartisipasi dalam…
NERACA Jakarta - Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Yuliot Tanjung mengingatkan masih banyak ruang yang tersedia…