Disebabkan Kenaikan Indeks Harga - BPS Catat Penurunan Nilai Tukar Petani 0,11%

NERACA

Jakarta – Badan Pusat Statistik mencatat nilai tukar petani nasional menurun 0,11 persen pada Desember 2015 dari November yang mencapai 102,95 menjadi 102,83. “NTP sedikit mengalami penurunan pada Desember 2015, jika dilihat dari subsektor pada tanaman pangan karena kenaikan indeks harga,” kata Kepala BPS Suryamin dalam jumpa pers di Jakarta, dikutip dari Antara, Senin.

Suryamin mengatakan penurunan NTP tersebut dikarenakan Indeks Harga yang Diterima Petani (It) mengalami kenaikan sebesar 0,77 persen yang lebih kecil jika dibandingkan dengan kenaikan Indeks Harga yang Dibayar Petani (Ib) yakni sebesar 0,89 persen.

NTP diperoleh dari perbandingan It dengan Ib, dan merupakan salah satu indikator untuk melihat tingkat kemampuan atau daya beli petani di pedesaan. Selain itu, NTP juga menunjukkan daya tukar dari produk pertanian dengan barang dan jasa yang dikonsumsi maupun biaya produksi.

Pada Desember 2015, secara nasional It naik sebesar 0,77 persen jika dibandingkan November, dari sebelumnya 123,91 menjadi 124,87. Kenaikan tersebut disebabkan oleh naiknya It diseluruh subsektor seperti tanaman pangan 0,79 persen, tanaman hortikultura sebesaar 1,16 persen dan tanaman perkebunan rakyat 0,98 persen.

Sementara untuk Ib, pada Desember 2015 naik 0,89 persen dari sebelumnya 120,36 menjadi 121,43 dan juga disebabkan kenaikan seluruh subsektor yakni tanaman pangan sebesar 0,98 persen, tanaman hortikultura 0,90 persen, tanaman perkebunan rakyat 0,87 persen, peternakan 0,80 persen dan perikanan sebesar 0,79 persen.

Suryamin menjelaskan, penurunan NTP Desember 2015 dipengaruhi oleh turunnya NTP pada tiga subsektor yakni subsektor tanaman pangan yang turun sebesar 0,18 persen, subsektor peternakan sebesar 0,52 persen dan subsektor perikanan sebesar 0,13 persen. “Sementara subsektor yang mengalami kenaikan adalah subsektor hortikultura sebesar 0,25 persen, dan subsektor tanaman perkebunan rakyat sebesar 0,11 persen,” kata Suryamin.

Pada Desember 2015, lanjut Suryamin, NTP Provinsi Kepulauan Bangka Belitung mengalami penurunan terbesar yakni 0,98 persen dibandingkan penurunan NTP provinsi lainnya. Sebaliknya, NTP Provinsi Sumatera Utara mengalami kenaikan tertinggi sebesar 1,09 persen dibandingkan kenaikan NTP provinsi lainnya.

Sementara untuk Nilai Tukar Usaha Rumah Tangga Pertanian (NTUP) nasional Desember 2015 sebesar 109,92 atau naik 0,50 persen dibanding NTUP bulan sebelumnya.

Pakar Bioteknologi dan Agroteknologi Nadirman Haska mengatakan sagu mampu menjadi solusi untuk menjadikan Indonesia sebagai negara swasembada pangan. “Sagu tidak memerlukan lahan yang luas dan mampu tumbuh tanpa perawatan intensif, yang terpenting adalah memiliki kandungan karbohidrat yang tinggi, mudah dicerna,” kata Nadirman dikutip dari Antara, akhir pekan lalu.

Ia menjelaskan bahwa untuk menjadikan sagu sebagai makanan pokok seluruh Indonesia memang tidak mudah, namun jika sudah dibiasakan maka kualitasnya sebenarnya lebih bagus daripada nasi, karena mudah dicerna.

Nadirman yang sudah bertahun-tahun meneliti sagu ini, berpendapat bahwa, setidaknya untuk wilayah Indonesia timur saja, jika semua mengonsumsi sagu maka swasembada pangan bisa tercapai. “Tidak perlu mengirim beras miskin ke timur, khususnya Papua, karena biaya mahal dan kualitas beras kurang bagus, lebih baik dana tersebut untuk mengembangkan sagu menjadi kualitas baik,” katanya.

Menurut data sebanyak 1,4 juta hektare ada di Indonesia dari sebaran 2,2 juta sagu yang ada di dunia, dan khususnya 1,2 juta pohon sagu tumbuh di Papua. “95 persen sagu di Papua tumbuh secara alami dan belum dimanfaatkan, sedangkan lima persennya yang sudah dimanfaatkan,” katanya.

Provinsi Papua sendiri, kata Konsultan Bioteknologi dan Agroteknologi Nadirman Haska, memiliki potensi sebanyak delapan juta ton sagu alami (tumbuh tanpa dirawat petani) yang belum dimanfaatkan untuk diolah sebagai makanan pokok ataupun tepung.

Nadirman menjelaskan sagu alami tersebut berkualitas baik dan bisa diolah menjadi berbagai produk pangan dengan kandungan karbohidrat tinggi. Nadirman bekerja sama dengan Perum Perhutani untuk membangun salah satu pabrik pengolah sagu secara moderen di Papua, karena melihat potensi sagu yang melimpah. Dengan adanya pabrik pengolah sagu di Kais, ia menjelaskan dapat memproduksi sebanyak 100 ton tepung sagu per hari.

Pada kesempatan sebelumnya, Direktur Jenderal Penguatan Inovasi  Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi Jumain Appe mengungkapkan untuk mengatasi kebuntuan riset pangan di Indonesia diperlukan sinergi antara pihak akademisi, industri, pemerintah dan masyarakat. “Industri hulu tidak berkembang karena sinergi tidak terjadi,” kata Jumain.

BERITA TERKAIT

Insentif Motor Listrik 2025 Tertunda karena Tarif AS

Insentif Motor Listrik 2025 Tertunda karena Tarif AS Jakarta – Wakil Menteri Perindustrian, Faisol Riza menyatakan insentif yang diberikan untuk…

Ekosistem Kendaraan Listrik di Indonesia Semakin Tumbuh

Ekosistem Kendaraan Listrik di Indonesia Semakin Tumbuh Jakarta – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) konsisten mendukung percepatan pengembangan ekosistem kendaraan listrik di…

Ekspor Alat Kesehatan Tahun 2024 lampaui USD273 juta

Ekspor Alat Kesehatan Tahun 2024 lampaui USD273 juta Jakarta – Industri alat kesehatan adalah salah satu sektor yang mendapat prioritas…

BERITA LAINNYA DI Industri

Insentif Motor Listrik 2025 Tertunda karena Tarif AS

Insentif Motor Listrik 2025 Tertunda karena Tarif AS Jakarta – Wakil Menteri Perindustrian, Faisol Riza menyatakan insentif yang diberikan untuk…

Ekosistem Kendaraan Listrik di Indonesia Semakin Tumbuh

Ekosistem Kendaraan Listrik di Indonesia Semakin Tumbuh Jakarta – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) konsisten mendukung percepatan pengembangan ekosistem kendaraan listrik di…

Ekspor Alat Kesehatan Tahun 2024 lampaui USD273 juta

Ekspor Alat Kesehatan Tahun 2024 lampaui USD273 juta Jakarta – Industri alat kesehatan adalah salah satu sektor yang mendapat prioritas…