NERACA
Jakarta - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) memanfaatkan teknologi informasi, khususnya big data, untuk meningkatkan pengawasan obat dan makanan di Indonesia guna melindungi publik.
Dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Senin (24/2), Kepala BPOM Taruna Ikrar menyebutkan bahwa komitmen ini ditunjukkan dengan langkah pihaknya, yang menerbitkan 12 regulasi terkait big data guna memperkuat sistem pengawasan.
"Aspek penting dalam implementasi big data di BPOM mencakup sumber daya manusia, kebijakan, dan sistem. BPOM berperan dalam menjamin keamanan obat serta mendukung kemandirian obat di Indonesia," ujar Taruna.
Dia menjelaskan, sistem BPOM mencakup berbagai tahapan pengawasan, mulai dari penelitian dan pengembangan, persetujuan uji klinik, sertifikasi praktik manufaktur yang baik (good manufacturing practices/GMP), izin edar, sertifikasi distributor, hingga pengawasan post-market.
"BPOM telah membangun infrastruktur data yang didukung oleh Jaringan Intra Pemerintah (JIP) yang terhubung melalui virtual private network (VPN) ke Pusat Data Nasional (PDN)," kata dia menambahkan.
Selain itu, pihaknya mengembangkan berbagai inovasi digital seperti BPOM Mobile, yang memungkinkan masyarakat mengecek legalitas produk obat dan makanan serta melaporkan dugaan produk palsu. Ada juga Peta WebGIS BPOM yang menyediakan informasi geospasial terkait regulasi dan kewenangan BPOM di seluruh wilayah Indonesia.
BPOM juga melakukan patroli siber untuk mendeteksi dan merekomendasikan pencabutan konten obat dan makanan ilegal yang memiliki nilai ekonomi mencapai Rp32,24 triliun.
"Kami bekerja sama dengan Kementerian Kesehatan, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), dan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) untuk mengintegrasikan data guna memperkuat sistem kesehatan nasional," ungkap Taruna Ikrar.
Dalam kesempatan yang sama, epidemiolog dari Griffith University Dicky Budiman menyoroti pentingnya sistem data yang akurat dan real-time dalam mendukung ketahanan kesehatan nasional.
"Ketahanan kesehatan suatu negara bergantung pada bagaimana sistem kesehatan mampu mengintegrasikan data untuk pengambilan keputusan yang cepat dan akurat," ujarnya.
Dicky Budiman juga menyoroti tantangan dalam penerapan big data, seperti keamanan data dan kesenjangan infrastruktur digital.
Sementara itu, Ali Selamat dari Universiti Teknologi Malaysia menekankan peran kecerdasan akal imitasi (AI) dalam meningkatkan ketahanan nasional di bidang kesehatan. Namun, ia juga mengingatkan bahwa pemanfaatan AI harus dilakukan secara etis dan bertanggung jawab.
"Big data dan AI dapat meningkatkan efisiensi layanan kesehatan, deteksi dini penyakit, pemantauan pasien, serta alokasi sumber daya yang lebih baik," kata Ali. Ant
NERACA Jakarta - Kejaksaan Agung mengatakan bahwa kasus dugaan korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT…
NERACA Jakarta - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Setyo Budiyanto mengatakan bahwa pihaknya terbuka untuk memberikan pendampingan dalam rangka pencegahan…
NERACA Jakarta - Ketua Mahkamah Agung Sunarto mengatakan bahwa lembaganya menjatuhkan sebanyak 244 sanksi disiplin bagi insan peradilan sepanjang tahun 2024…
NERACA Jakarta - Kejaksaan Agung mengatakan bahwa kasus dugaan korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT…
NERACA Jakarta - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Setyo Budiyanto mengatakan bahwa pihaknya terbuka untuk memberikan pendampingan dalam rangka pencegahan…
NERACA Jakarta - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) memanfaatkan teknologi informasi, khususnya big data, untuk meningkatkan pengawasan obat dan…