PROGRAM ASURANSI WAJIB TPL: - YLKI Usul agar Bersifat Opsional

 

Jakarta-Kabid Pengaduan dan Hukum Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Rio Priambodo, mengusulkan program asuransi wajib TPL (third party liability) bersifat tidak wajib (Opsional) bagi pemilik kendaraan bermotor, meski penerapan asuransi ini memiliki tujuan baik untuk melindungi korban kecelakaan, namun terdapat kekhawatiran besar terkait ketidaktahuan konsumen mengenai produk asuransi tersebut.

NERACA

Rio menilai bahwa pemahaman masyarakat mengenai asuransi kendaraan bermotor masih sangat rendah, sehingga mereka cenderung akan kesulitan menerima kewajiban baru ini. "Asuransi kendaraan bermotor belum ada kejelasan soal produk knowledge-nya bagaimana konsumen mau menerima?," ujarnya, Kamis (13/2).

Hal ini terutama terkait dengan kurangnya informasi yang jelas tentang bagaimana produk asuransi ini bekerja, dan manfaatnya bagi pemilik kendaraan. Asuransi mobil memang jadi solusi ketika terjadi kecelakaan yang menimpa kita karena biaya perbaikan dapat lebih diinamilisir.

Rio juga berpendapat bahwa kebijakan asuransi TPL sebaiknya tidak dijadikan wajib. Dia mengusulkan agar asuransi ini tetap bersifat opsional bagi konsumen. "Kalau bisa ini tidak menjadi wajib dan hanya opsional saja," ujarnya seperti dikutip Liputan6.com.

Menurut dia, akan lebih bijaksana jika pemerintah mengoptimalkan asuransi yang sudah ada, terutama yang dikelola oleh perusahaan plat merah (BUMN), tanpa perlu menambah beban kepada konsumen dengan menciptakan produk asuransi baru yang mengarah pada kewajiban.

Lebih lanjut, Rio mempertanyakan mengapa pemerintah tidak lebih fokus pada pengembangan dan optimalisasi produk asuransi yang sudah ada, mengingat hal ini akan lebih mudah diakses oleh masyarakat. Menurutnya, kebijakan ini justru berisiko menambah beban finansial bagi masyarakat yang sudah menghadapi banyak tantangan ekonomi. "Kenapa pemerintah tidak mengoptimalkan asuransi plat merah yang sudah ada aja tanpa membuat baru asuransi dan ujung nya menambah beban konsumen," jelasnya.

Maka dengan adanya berbagai pandangan tersebut, YLKI menilai masih perlu adanya pembahasan lebih lanjut mengenai implementasi kebijakan ini agar dapat memberikan manfaat maksimal bagi masyarakat, tanpa memberatkan mereka. Kejelasan informasi dan kesiapan konsumen menjadi kunci penting dalam penerapan kebijakan ini ke depannya.

Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan bahwa Program Asuransi Wajib, termasuk asuransi kendaraan, masih menunggu terbitnya peraturan pemerintah (PP) sebagai payung hukum pelaksanaannya. OJK sendiri mengklaim program asuransi wajib TPL (third party liability) terkait kecelakaan lalu lintas bertujuan untuk memberikan perlindungan finansial yang lebih baik kepada masyarakat.

Risiko Mengintai

Namun sebenarnya, apa itu third party liability? Mengapa ini penting? Bagi pemilik kendaraan, berkendara di jalan raya selalu penuh dengan risiko yang mengintai.

Jika asuransi biasa mengganti kerusakan pada kendaraan sendiri, perlindungan pihak ketiga memasukkan unsur lain terhadap kecelakaan yang menimpa. Intinya, tidak hanya kerusakan kendaraan sendiri yang dilindungi, namun juga kendaraan orang lain yang rusak akibat pengemudi lakukan.

Aturan terkait TPL ini ada dalam Pasal 2 Polis Standar Asuransi Kendaraan Bermotor Indonesia (PSAKBI). Beberapa yang ditanggung asuransi meliputi kerugian atau kerusakan kendaraan bermotor yang secara langsung disebabkan tabrakan, benturan, terbalik, tergelincir, atau terperosok. Kebakaran yang disebabkan kendaraan lain yang berdekatan juga termasuk.

Tidak hanya kerusakan fisik kendaraan, TPL juga menanggung biaya pengobatan, cedera badan, atau kematian yang ditimbulkan tertanggung. Misal menabrak pengendara motor hingga terluka, biaya pengobatan si pengendara akan ditanggung pihak asuransi.

Nilai atau besaran tanggungan baik fisik kendaraan maupun biaya pengobatan ini sebesar harga pertanggungan. Ini bisa dilihat di dalam polis pemilik kendaraan.

Pengamat transportasi, Djoko Setijowarno, menilai kebijakakan penerapan asuransi wajib tanggung jawab hukum pihak ketiga (TPL) bagi pemilik kendaraan bermotor perlu didukung. Hal itu guna meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap pentingnya asuransi kendaraan, serta mendorong perubahan dalam pola transportasi di Indonesia.

Djoko menyatakan bahwa meskipun asuransi kendaraan menjadi pilihan yang cukup umum di kota-kota besar, karena tingginya risiko kecelakaan, masyarakat di daerah yang lebih terpencil cenderung tidak memprioritaskan asuransi.

"Saya sangat mendukung kebijakan ini. Asuransi kendaraan itu ada yang mau ada yang tidak, tapi kalau di kota mereka cenderung mengasuransikan. Karena resiko kecelakannya tinggi, tapi kalau jauh di kota itu gak terlalu," ujarnya kemarin.

Di sisi lain, menurut Djoko kendaraan bermotor rental biasanya cenderung diasuransikan karena faktor risiko yang lebih tinggi. Namun, dengan kondisi ekonomi yang sedang lesu, permintaan terhadap rental kendaraan pun diperkirakan akan menurun.

"Kemudian kendaraan bermotor rental biasanya mereka cenderung mengasuransikan. Karena kan risiko, tinggal sewa rentalnya dinaikkan. Tapi kondisi negara lagi gini daya beli lagi lesu, kan rental itu pasti menurun," ujarnya.

Lebih lanjut, Djoko menyoroti bagaimana kebijakan subsidi BBM yang tidak tepat sasaran menjadi masalah di Indonesia. Menurutnya, sekitar 93 persen dari subsidi BBM dinikmati oleh masyarakat yang mampu, sementara masyarakat berpendapatan rendah justru kurang merasakan manfaatnya.

Oleh karena itu, ia menyarankan agar subsidi BBM ini dipertimbangkan untuk dihapus atau dikurangi, dan alokasi anggarannya dialihkan untuk memperbaiki sistem transportasi umum di Indonesia.

"Saat ini, warga Indonesia terlalu nyaman dengan kendaraan pribadi, terutama sepeda motor. Berbeda dengan negara-negara seperti Vietnam, di mana penggunaan motor sudah berkurang, di Indonesia penggunaan motor terus meningkat. Selama angkutan umum tidak diperbaiki, kendaraan pribadi akan tetap tinggi," jelas Djoko.

Djoko juga menekankan pentingnya memperkuat asuransi kendaraan, khususnya sepeda motor, yang memiliki risiko kecelakaan tinggi. Kesadaran masyarakat terhadap keselamatan masih tergolong rendah, dan banyak yang tidak memperhitungkan potensi risiko kecelakaan saat menggunakan kendaraan bermotor.

Dalam konteks ini, Djoko berharap bahwa kebijakan untuk mengalihkan subsidi BBM yang tidak tepat sasaran ke sektor transportasi umum dapat mendorong perubahan yang positif. "Kalau asuransi diperkuat setelah angkutan umumnya bagus. Makannya uang subsidi BBM tadi dicabut dibuat untuk memperbagus angkutan umumnya," ujarnya.

Menurut Djoko, dengan angkutan umum yang lebih baik, masyarakat diharapkan akan beralih ke moda transportasi umum yang lebih aman dan efisien, yang pada gilirannya akan mengurangi ketergantungan pada kendaraan pribadi.

"Asuransi sepeda motor itu harusnya asuransinya tinggi, karena risiko kecelakannya besar. Masyarakat Indonesia masih kurang peduli dengan keselamatan. Kita tidak pernah memperhitungkan risiko," katanya.

Meski demikian, Djoko Setijowarno menekankan, penguatan asuransi kendaraan, serta perbaikan infrastruktur transportasi umum di Indonesia, sangat penting untuk meningkatkan keselamatan berkendara dan menciptakan sistem transportasi yang lebih berkelanjutan. bari/mohar/fba

BERITA TERKAIT

EKONOM TOLAK QRIS SEBAGAI ALAT KEPENTINGAN TARIF DAGANG - Kemenperin: Belum Ada Kebijakan Khusus TKDN

Jakarta-Juru Bicara Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Febri Hendri Antoni Arief menegaskan bahwa hingga saat ini belum ada kebijakan khusus yang mengatur…

IMF PREDIKSI EKONOMI RI DI BAWAH 5% - Ekonom Peringatkan Pemerintah Perlu Terobosan Kebijakan

NERACAJakarta - Pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,2% dalam APBN 2025, dengan World Bank memperkirakan 5,1% dan OECD di angka…

SIKAP INDONESIA: - Tetap Menjalin Mitra Dagang dengan Semua Negara

  Jakarta-Kementerian Perdagangan  menegaskan bahwa Indonesia akan tetap menjalin hubungan dagang dengan semua negara seperti biasa. Sikap ini disampaikan sebagai…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

EKONOM TOLAK QRIS SEBAGAI ALAT KEPENTINGAN TARIF DAGANG - Kemenperin: Belum Ada Kebijakan Khusus TKDN

Jakarta-Juru Bicara Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Febri Hendri Antoni Arief menegaskan bahwa hingga saat ini belum ada kebijakan khusus yang mengatur…

IMF PREDIKSI EKONOMI RI DI BAWAH 5% - Ekonom Peringatkan Pemerintah Perlu Terobosan Kebijakan

NERACAJakarta - Pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,2% dalam APBN 2025, dengan World Bank memperkirakan 5,1% dan OECD di angka…

SIKAP INDONESIA: - Tetap Menjalin Mitra Dagang dengan Semua Negara

  Jakarta-Kementerian Perdagangan  menegaskan bahwa Indonesia akan tetap menjalin hubungan dagang dengan semua negara seperti biasa. Sikap ini disampaikan sebagai…