Refleksi akhir tahun 2024 Mahkamah Agung (MA) bertema ”Integritas Kuat, Peradilan Bermartabat”, yang disampaikan Ketua Mahkamah Agung RI Prof. Dr. Sunarto, S.H, M.H., Jumat (27/12), ternodai oleh terjadinya pelanggaran terhadap Pasal 17 ayat (5) UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman yang dilakukan Hakim Agung Syamsul Maarif, S.H., LL.M, Ph.D, dkk. Mereka adalah majelis hakim yang menangani perkara No. 1362/PDT/2024.
Alih-alih mengundurkan diri, karena sebelumnya pernah mengadili perkara terkait, Syamsul Maarif dkk malahan nekat memutus perkara pada 16 Desember 2024, hanya dalam rentang waktu 29 (dua puluh sembilan) hari. ”Padahal tebal berkas perkara mencapai tiga meter dan termuat dalam lima koper. Tidak mungkin dapat dibaca dalam tempo secepat itu oleh tiga hakim agung,” kata Direktur Political and Public Policy Studies (P3S), Jerry Massie di Jakarta, Jumat (27/12).
Terkait itu, lanjut Jerry Massie, demi integritas yang kuat dan peradilan bermartabat – seperti tema Refleksi Akhir Tahun MA – Ketua Mahkamah Agung RI diminta untuk menyatakan putusan tersebut tidak sah dan batal demi hukum, berdasarkan pasal 17 ayat (6) UU No. 48 Tahun 2009. Sekaligus, memerintahkan Badan Pengawasan (Bawas) MA untuk bekerja sama dengan KPK memeriksa adanya dugaan suap di balik putusan tersebut. ”Tidak mungkin ada hakim mau membunuh kariernya sendiri, kalau tidak ada dugaan suap. Refleksi Akhir Tahun 2024 harus menjadi momentum bagi lembaga MA untuk membuktikan kemauan politiknya dalam membasmi mafia peradilan,” tegas Jerry.
Pada 23 Desember 2024, seorang advokat bernama Nur Asiah, kuasa hukum Marubeni Corporation, menyurati Ketua MA Sunarto perihal Putusan Perkara No. 1362 PK/PDT/2024 yang dia sebut tidak sah karena melanggar pasal 17 UU No. 48 tentang Kekuasaan Kehakiman, sehingga patut diadili kembali. Padahal, sebelumnya, pada 10 Desember 2024 melalui surat No. 115-A/NR-L&P-LT/XII/2024, Nur Asiah telah mengajukan hak ingkar terhadap susunan majelis hakim agung dalam perkara No. 1362/PDT/2024, yang notabene pernah mengadili perkara yang berkaitan.
Hal ingkar merujuk pada pasal 17 ayat (1) dan (2) UU No. 48 tentang Kekuasaan Kehakiman, yang berbunyi: ”(1) Pihak yang diadili mempunyai hak ingkar terhadap hakim yang mengadili perkaranya. (2) Hak ingkar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah hak seseorang yang diadili untuk mengajukan keberatan yang disertai dengan alasan terhadap seorang hakim yang mengadili perkaranya”.
Nur Asiah meminta Ketua MA menyatakan tidak sah dan batal demi hukum terhadap Putusan Perkara No. 1362 PK/PDT/2024, dengan dasar ketentuan pasal 17 ayat (6) UU No. 48 Tahun 2009 yang berbunyi: ”Dalam hal terjadi pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) putusan dinyatakan tidak sah dan terhadap hakim atau panitera yang bersangkutan dikenakan sanksi administratif atau dipidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”.
Komposisi majelis hakim agung yang menangani Perkara No. 1362 PK/PDT/2024, adalah Ketua Majelis Syamsul Maarif dengan Anggota I Lucas Prakoso dan Anggota II Agus Subroto. Hakim Agung Syamsul Maarif dipersoalkan, karena pernah menangani perkara terkait sebagai Ketua Majelis Perkara No. 697 PK/2022 jo No. 63/Pdt.G/2007/PN.Jkt.Pst dan Ketua Majelis Perkara No. 887PK/2022 jo No. 373/Pdt.G.2010/PN.Jkt.Pst.
Sedangkan Lucas Prakoso pernah menangani perkara terkait sebagai Anggota Majelis Perkara No. 667 PK/2022 jo No. 63/Pdt.G/2007/PN.Jkt.Pst dan Anggota Majelis Perkara No. 887 PK/2022 jo No. 373/Pdt.G/2010/PN.Jkt.Pst. Hal itu berbanding terbalik dengan integritas luar biasa yang ditunjukkan dua hakim agung lainnya, yakni: I Gusti Agung Sumanatha dan Hamdi, yang mengajukan pengunduran diri dari perkara tersebut karena pernah menangani perkara terkait sebelumnya.
Menurut Jerry Massie, berdasarkan penelitian lembaganya, Perkara No. 1362 PK/PDT/2024 adalah perkara yang terkait dengan perkara sebelumnya. Merupakan gugatan akal-akalan PT Garuda Panca Artha milik Gunawan Yusuf, yakni perkara-perkara No. 394/Pdt.G/2010/PN.Jkt.Pst, No. 373/Pdt.G/2010/PN.Jkt.Pst, No. 470/Pdt.G/2010/Jkt.Pst dan No. 18/Pdt.G/2010/Jkt.Pst, yang diduga dijadikan siasat untuk ngemplang utang kepada Marubeni Group sebesar US$ 160,367,783.03.
Padahal, pada 2009, dalam perkara induk sengketa antara PT Garuda Panca Artha melawan Marubeni Corporation dkk, Gunawan Yusuf yang merupakan pemilik PT Markindo Group sejatinya sudah kalah telak. Hal itu tertuang dalam putusan kasasi No. 2447 K/Pdt/2009 dan No. 2446 K/Pdt/2009 yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht).
PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BTN) kembali menggelar Anugerah Jurnalistik dan Foto untuk menyemarakkan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-75…
Kepastian hukum dalam berinvestasi menjadi hal penting bagi investor dan termasuk industri bursa berjangka dalam meningkatkan nilai transaksi dan pertumbuhan…
NERACA Jakarta - Industri tekstil dan garmen di Indonesia menghadapi berbagai tantangan berat. Persaingan yang semakin ketat dengan produk impor,…
Refleksi akhir tahun 2024 Mahkamah Agung (MA) bertema ”Integritas Kuat, Peradilan Bermartabat”, yang disampaikan Ketua Mahkamah Agung RI Prof. Dr.…
PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BTN) kembali menggelar Anugerah Jurnalistik dan Foto untuk menyemarakkan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-75…
Kepastian hukum dalam berinvestasi menjadi hal penting bagi investor dan termasuk industri bursa berjangka dalam meningkatkan nilai transaksi dan pertumbuhan…