NERACA
Jakarta - Harga daging sapi menjelang Lebaran kemarin ada yang menembus Rp 140.000 per kilogram. Seperti biasa, solusi instan yang dilakukan Pemerintah mengimpor daging sapi. Untuk tahun ini, impor dalam bentuk daging sapi dan daging kerbau didatangkan dari Brazil dan India.
“Pemerintah melalui Kementerian Perdagangan bahkan telah mengeluarkan izin impor daging sapi dan kerbau hingga 100.000 ton atau 100 juta kilogram, setara hampir Rp 10 triliun. Rata-rata impor daging sapi Indonesia tiap tahun setara 1,5 juta ekor sapi,” papar Komite Pendayagunaan Pertanian (KPP), Teguh Boediyana, dalam keterangan tertulis.
Di sisi lain, menurut Teguh, pemerintah sejak 20 tahun lalu menggelontorkan anggaran negara hingga puluhan triliun rupiah untuk program swasembada daging sapi. Tapi hasilnya hanya kegagalan dan kegagalan. Padahal anggaran swasembada daging sapi berasal dari APBN yang bersumber dari pajak yang diambil dari keringat rakyat. Tidak ada pertanggungjawaban apapun atas kegagalan itu dari para pejabat yang membidanginya di setiap level.
“Seperti tidak ada rasa malu. Begitupun Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan aparat penegak hukum lain seperti Polri dan Kejaksaan seperti tidak tertarik mengusutnya, padahal itu nyata-nyata kerugian uang negara,” jelas Teguh.
Melihat kondisi tersebut, Teguh menyatakan bahwa kegagalan program swasembada sapi (daging sapi), yang terus berulang setiap tahun dan mengakibatkan kerugian dan pemborosan keuangan negara hingga puluhan triliun rupiah, akibat kegagalan Pemerintah dalam hal ini Kementerian Pertanian dalam merancang program swasembada sapi. Kementerian Pertanian tidak mampu merumuskan strategi kebijakan pencapaian swasembada daging sapi yang tepat, terukur dan berkelanjutan. Bahkan sejatinya kegagalan program swasembada daging sapi itu sudah bisa dideteksi dari awal program diluncurkan, tapi terus dipaksakan untuk berjalan.
Kegagalan program swasembada daging sapi mulai dari tingkat perancangan program, menunjukkan rendahnya kompetensi para pegawai, pejabat di lingkup Kementerian Pertanian, dan keengganan mendengar masukan dari para pemangku kepentingan yang independen dan berpikir murni tentang masa depan bangsa.
“Program swasembada daging sapi tidak ubahnya menjadi sarana untuk menghisap anggaran negara, dengan dalih swasembada melalui berbagai strategi program yang dengan sadar atau tanpa sadar dibuat tidak tepat,” ungkap Teguh.
Lalu, Lanjut Teguh, kegagalan program swasembada daging sapi yang terus berulang tanpa henti, juga disebabkan cara berpikir dan pemilihan strategi program yang mengesampingkan usaha pembibitan sapi (breeding) sebagai tulang punggung keberlanjutan produksi sapi/daging sapi di dalam negeri.
“Pemerintah dalam hal ini para perumus kebijakan program swasembada daging sapi seperti tidak berilmu, tidak memiliki kapasitas dan kecerdasan yang baik dari masa ke masa, sehingga sampai detik ini, usaha pembibitan sapi masih menjadi momok dan tidak diminati oleh para pelaku usaha, tapi kondisi seperti ini terus saja dibiarkan, sehingga tidak jelas arah dan rancangan pembangunan peternakan sapi Indonesia,” jelas Teguh.
Lebih lanjut, menurut Teguh, kegagalan program swasembada sapi yang mengesampingkan terciptanya iklim usaha pembibitan anakan sapi yang kondusif, dan breeding terus bertumpu dan dibiarkan dilepas bebas pada masyarakat (98 persen) sebagai bagian dari budaya, sebagai sambilan dan tabungan sejak zaman Belanda, menunjukkan secara nyata tidak ada upaya sungguh-sungguh dari Pemerintah untuk mencapai swasembada sapi secara berkelanjutan, dan memilih memerangkapkan bangsa ini dalam jebakan impor.
“Padahal kita semua tahu, keberlanjutan produksi sapi/daging sapi hanya akan terjadi bila supply anakan sapi terus terjaga. Supply anakan sapi baru bisa terjaga kalau pembibitan sapi berjalan baik, bukan semata sambilan masyarakat, tapi menjadi usaha inti yang menguntungkan,” ujar Teguh.
Sementara itu, bahwa dari 34 provinsi di Indonesia, 33 provinsi sudah swasembada daging. Hanya Jakarta yang tidak swasembada. ujar Aria Bima ketua komisi VI DPR RI (Detik, Finance, 11 Mei 2021). Seperti diketahui, bahwa penduduk DKI Jakarta sekitar 11 Juta (4%) dari jumlah populasi nasional yang 270 juta orang. Jika saja hanya DKI yang belum swasembada daging, maka sesungguhnya Indonesia sudah berswasembada daging.
“Padahal, sejak di canangkannya program swasembada daging sapi pada tahun 1995 hingga kini lebih dari 25 tahun, program tersebut boleh disebut gagal total, karena tidak mencapai target sesuai dengan rencana yang dibuat pemerintah. Sementara hasil yang dicapai, harga daging sapi masih tetap tinggi, impor sapi dan daging sapi setiap tahun terus meningkat dan kesenjangan permintaan daging sapi dengan produksinya di dalam negeri semakin melebar,” papar anggota KPP, Rochadi Tawaf.
Menurut data BPS yang dianalisis oleh Qasa, bahwa laju permintaan akan daging sapi tumbuh 6,4% per tahun, sementara produksinya di dalam negeri hanya mampu tumbuh 1,3%. Jika ukurannya swasembada daging adalah kemampuan produksi untuk memenuhi kebutuhan konsumsi masyarakatnya secara nasional tampak dalam data statistik yang di terbitkan BPS.
Berdasarkan data tersebut, bahwa secara nasional ada wilayah produsen ternak sebagai penghasil ternak sapi (seperti misalnya, Lampung,Jawa Timur, Bali, NTB, NTT, Sulsel) dan wilayah konsumen dari produk ternak (seperti DKI Jakarta, Jabar, Banten, Jateng, DIY. “Namun bila kita lihat populasi ternak per pulau, hanya Nusatenggara yang surplus,” jelas Rochadi.
Artinya, menurut Rochadi, semua pulau di nusantara kecuali kepualuan Nusatenggara, negatif (defisit) antara kebutuhan dengan produksinya Pernyataan seperti ini pernah terjadi pula di tahun 2016 lalu, dimana ketua MPR menyatakan bahwa harga daging sapi di Indonesia termahal di dunia, sementara menurut data yang ada waktu itu Indonesia berada di urutan ke 23.
Kawal Swasembada Pangan dan Penyuluh Jakarta – Wakil Menteri Pertanian, Sudaryono mengajak seluruh penyuluh pertanian di Indonesia untuk merapatkan barisan…
Koperasi Merah Putih, Pilar Kemandirian Ekonomi Desa Jakarta-Kehadiran Koperasi Merah Putih menjadi tonggak penting dalam upaya memperkuat ekonomi desa, sekaligus…
Dorong Optimalisasi Ekspor Produk UMKM ke India Chennai – Menteri Perdagangan Budi Santoso hadir secara daring untuk meresmikan kantor baru…
Kawal Swasembada Pangan dan Penyuluh Jakarta – Wakil Menteri Pertanian, Sudaryono mengajak seluruh penyuluh pertanian di Indonesia untuk merapatkan barisan…
Koperasi Merah Putih, Pilar Kemandirian Ekonomi Desa Jakarta-Kehadiran Koperasi Merah Putih menjadi tonggak penting dalam upaya memperkuat ekonomi desa, sekaligus…
Dorong Optimalisasi Ekspor Produk UMKM ke India Chennai – Menteri Perdagangan Budi Santoso hadir secara daring untuk meresmikan kantor baru…