Menggugat Standar Pelayanan Publik PT KAI

Ada dua hal yang mengganggu pelayanan publik, khususnya para pengguna jasa angkutan kereta api. Pertama, saat pemberlakuan KRL Commuter Line tidak memperhatikan aspek tarif dan ”penghilangan” KRL Ekspres. Karena manajemen PT KAI dalam membuat kebijakan baru KRL tersebut sama sekali tidak mengundang Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) untuk memberikan masukan.

Kedua, kebijakan PT KAI yang menerapkan pelayanan online penjualan tiket lebaran yang dibuka (H-40), ternyata membuat kekacauan di masyarakat. Karena saat penjualan dibuka beberapa hari tiket KA jalur padat sudah habis semua. Lantas pimpinan PT KA berdalih tidak bisa mengawasi beroperasinya calo karcis melalui penjualan karcis online tersebut. Nah, lagi-lagi YLKI juga tak diundang untuk masukannya.

Celakanya lagi, SK Kemenhub yang mengatur standar pelayanan publik yang minimal  (SPM) No. 9/2011, tanpa dilengkapi sanksi bagi operator (PT KAI) yang melanggar ketentuan tersebut. Ini tentu sulit bagi regulator dan masyarakat untuk mengawasi dan menegur jika operator berbuat kesalahan melanggar acuan SPM itu.

Dalam SK Menhub tersebut jelas disebutkan SPM itu antara lain, kereta ekonomi harus memakai pintu standar, kaca, toilet, kipas angin. Untuk kereta api ekse­kutif, selain aturan standar yang harus ada, kereta mesti ditambah AC dan fasilitas lain.

Selain itu, jadwal kereta harus tepat waktu. Sedangkan loket tiket di stasiun tidak boleh antre panjang sehingga penumpang merasa nyaman. Namun kenyataan yang terjadi di lapangan saat ini sangat kontras sekali. Jadwal kereta yang sering terlambat dan antrean panjang di muka loket hampir setiap hari terlihat di semua stasiun di Jabodetabek.

Kondisi SPM PT KAI memang sangat memprihatinkan. Padahal, standar pelayanan publik dan unit pelayanan pengaduan di instansi pemerintah, termasuk BUMN/BUMD dan badan swasta, harus sudah berlaku pada 2011.

Penerapan SPM pada hakikatnya merupakan wujud nyata penjabaran UU No 25/2009 tentang pelayanan publik, yang memerintahkan penyelenggara pelayanan publik untuk menyusun dan menetapkan standar pelayanan dengan mengikutsertakan masyarakat dan pihak-pihak terkait lainnya.

Standar pelayanan tersebut sekurang-kurangnya meliputi komponen: dasar hukum, persyaratan, sistem, mekanisme, dan prosedur, jangka waktu penyelesaian, biaya/tarif, produk pelayanan, sarana,  prasarana, dan/atau fasilitas, kompetensi pelaksana, pengawasan internal, penanganan pengaduan, saran, dan masukan, jumlah pelaksana, jaminan pelayanan yang memberikan kepastian pelayanan dilaksanakan sesuai dengan standar pelayanan, jaminan keamanan dan keselamatan pelayanan dalam bentuk komitmen untuk memberikan rasa aman, bebas dari bahaya, dan risiko keragu-raguan, evaluasi kinerja pelaksana.

Kita berharap standar pelayanan publik PT KAI segera direalisasikan secepatnya, sehingga kinerja pelayanan dapat mudah diukur dan diawasi. Jika terjadi mala-administrasi dari pelayanan tersebut, maka masyarakat dapat melayangkan pengaduan pada unit pelayanan pengaduan di setiap instansi untuk segera ditindaklanjuti.

SPM yang ideal semestinya bisa memberikan re­ward dan punishment, baik kepada pengguna jasa maupun operator sebagai pelak­sana. Dengan begitu, ada ke­ingi­nan kuat untuk melakukan per­baikan. Jadi SPM Kemenhub itu bukan hanya sekedar ”macan kertas” yang  tidak mampu men­jamin kenyamanan bagi pe­num­pang moda tersebut.

Kita wajar menuntut tanggung jawab PT KAI, yang semestinya segera mewujudkan SPM sebagai bagian dari standar pelayanan publik, mengingat masyarakat sesungguhnya telah ”membayar” setiap pelayanan melalui harga karcis yang ditetapkan secara sepihak itu.

 

BERITA TERKAIT

Putusan MK Mengikat dan Final, Semua Pihak Harus Lapang Dada

  Oleh : Arizka Dwi, Pemerhati Sosial Politik   Mahkamah Konstitusi (MK) telah menyelesaikan sidang sengketa hasil pemilihan presiden dan…

Kebijakan dan Nasib Ekonomi di Tengah Ketegangan Perang Global

  Pengantar: Sebuah diskusi publik kalangan ekonom perempuan yang diselenggarakan Indef yang berlangsung di Jakarta, belum lama ini, menampilkan Pembicara:…

Ketahanan Ekonomi Indonesia Solid Tak Terdampak Konflik di Timur Tengah

    Oleh: Eva Kalyna Audrey, Analis Geopolitik   Kalangan pakar mengungkapkan bahwa ketahanan ekonomi Indonesia sangat solid dan bahkan…

BERITA LAINNYA DI Opini

Putusan MK Mengikat dan Final, Semua Pihak Harus Lapang Dada

  Oleh : Arizka Dwi, Pemerhati Sosial Politik   Mahkamah Konstitusi (MK) telah menyelesaikan sidang sengketa hasil pemilihan presiden dan…

Kebijakan dan Nasib Ekonomi di Tengah Ketegangan Perang Global

  Pengantar: Sebuah diskusi publik kalangan ekonom perempuan yang diselenggarakan Indef yang berlangsung di Jakarta, belum lama ini, menampilkan Pembicara:…

Ketahanan Ekonomi Indonesia Solid Tak Terdampak Konflik di Timur Tengah

    Oleh: Eva Kalyna Audrey, Analis Geopolitik   Kalangan pakar mengungkapkan bahwa ketahanan ekonomi Indonesia sangat solid dan bahkan…