Niaga Global - Kenaikan Ekspor dan Penurunan Impor China Sebesar 2,6% di Agustus

NERACA

Jakarta – Ekspor barang-barang China naik 2,6 persen pada Agustus secara tahun ke tahun, sementara impor turun 2,6 persen. Surplus perdagangan mencapai 239,6 miliar yuan (sekitar 33,79 miliar dolar AS) bulan lalu, meningkat 41,8 persen dari satu tahun sebelumnya, menurut data yang dirilis oleh Badan Umum Kepabeanan (GAC).

Perdagangan luar negeri negara itu naik 3,6 persen tahun ke tahun dalam delapan bulan pertama tahun ini, dengan surplus perdagangannya melebar 46 persen selama periode tersebut.

Uni Eropa tetap sebagai mitra dagang terbesar China selama periode itu, dengan volume perdagangan bilateral naik 9,7 persen dari satu tahun sebelumnya menjadi 3,15 triliun yuan, diikuti oleh ASEAN, naik 11,7 persen menjadi 2,74 triliun yuan, dan Amerika Serikat, turun 9 persen menjadi 2,42 triliun yuan.

Perdagangan China dengan negara-negara Sabuk dan Jalan (Belt and Road) mencapai 5,83 triliun yuan untuk periode Januari-Agustus, naik 9,9 persen tahun ke tahun, 6,3 poin persentase lebih tinggi dari laju keseluruhan, kata GAC, menambahkan bahwa jumlah tersebut menyumbang 29 persen dari total volume perdagangan China.

Sebelumnya, Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita meminta komoditas ekspor ke China, sebagai negara tujuan ekspor terbesar Indonesia untuk produk nonmigas, harus lebih spesifik. "Misalnya ke China harus komoditas yang tidak diproduksi oleh mereka, komplementer, seperti buah tropis, sarang burung walet, kelapa sawit, batubara, nikel itu sudah pasti tidak ada di sana," kata Menteri Enggar.

Enggar memaparkan hasil kunjungan kerjanya ke negara Tirai Bambu tersebut beberapa waktu lalu. Pemerintah China, kata dia, bersedia membuka dan memberikan percepatan akses terhadap impor buah-buahan tropis, seperti nanas, manggis, mangga, durian dan alpukat dari Indonesia.

Hanya Vietnam dan Thailand yang menjadi negara pesaing pasar ekspor buah-buahan tropis ke China. Oleh karena itu, potensi ekspor dari komoditas ini masih sangat terbuka. Selain itu, komoditas ekspor yang diprioritaskan adalah sarang burung walet. Menurut Enggar, Indonesia menjadi negara produsen terbesar dunia untuk komoditas tersebut.

Sarang burung walet menjadi komoditas yang potensial untuk meningkatkan kinerja ekspor produk nonmigas Indonesia, karena nilainya mencapai Rp40 juta per kilogram. Produksi sarang burung walet mencapai 1.700 ton per tahun, namun ekspornya baru mencapai 70 ton. "Beberapa negara sebagian selundupan dari kita. Kalau bisa kita tingkatkan ekspornya 10 kali lipat saja, sudah bisa mengkonversikan penyelundupan itu menjadi resmi," katanya.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa China masih menjadi negara tujuan ekspor terbesar produk nonmigas asal Indonesia dengan nilai 13,6 miliar dolar AS sepanjang Januari-Juli 2019. Kontribusinya sebesar 15,53 persen dari total ekspor Indonesia. Menurut BPS, komoditas utama yang diekspor ke negeri tirai bambu itu pada periode tersebut adalah lignit, besi atau baja, dan bubur kertas (pulp).

Bank Indonesia memandang pelemahan kurs mata uang yuan, China, tidak akan semakin menggerus kinerja ekspor Indonesia, jika volume permintaan yang tinggi terap terjaga dan perluasan pasar ekspor.

Deputi Gubernur BI Dody Budi Waluyo di sela diskusi di Gedung BI, Jakarta, Senin, mengatakan secara jangka pendek, mata uang yuan yang terdevaluasi tidak akan berpengaruh terhadap perdagangan ke mancanegara dari Indonesia.

Dia menyebutkan faktor yang akan sangat berpengaruh adalah jika terjadi pelemahan permintaan atau penurunan kualitas barang ekspor Indonesia. "Kita tidak terpengaruh banyak dari sisi (devaluasi) yuan, karena porsi kita bukan ditentukan dari sisi nilai tukar. Transaksi ekspor dalam jangka pendek tidak terkait banyak dengan devaluasi yuan, tapi lebih ke permintaan dan kualitas," ujar dia.

Pemerintah Indonesia tengah berupaya menggenjot ekspor dengan perluasan pasar termasuk melalui upaya peningkatan perdagangan bilateral. Kontraksi kinerja ekspor selama kuartal II 2019 telah memperlambat pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Pada kuartal II 2019 pertumbuhan ekspor tercatat minus 1,81 persen (yoy), padahal pada kuartal II 2018 ekspor masih tumbuh 7,65 persen (yoy). Terkait dampak pelemahan yuan yang berpotensi meningkatkan risiko di pasar keuangan dan bisa menggerus nilai tukar rupiah, Dody mengatakan BI akan selalu bersiaga di pasar untuk memastikan nilai rupiah tetap sejalan dengan fundamentalnya.

BI tetap akan melakukan intervensi di pasar spot dan pasar valas berjangka atau domestik NDF. "Kami juga akan menjaga likuiditas pada tingkat yang memadai dan memastikan mekanisme pasar berjalan," ujar dia.

Dody meyakini mata uang China tidak akan terus melemah. Pasalnya, pelemahan yuan yang semakin dalam akan berdampak negatif pada permintaan domestik negara tersebut. "Negara-negara perlu juga untuk memberikan topangan pada permintaan domestik, risiko curency war (perang mata uang) tidak besar terlebih di tengah permintaan global yang memang sedang melemah," ujar Dody.

BERITA TERKAIT

Kemenparekraf Sertifikasi Halal Produk Mamin di 3.000 Desa Wisata

NERACA Jakarta – Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf/Baparekraf) melakukan kick off akselerasi sertifikasi halal produk…

Implementasi Aturan Tata Kelola Lobster Terus Dikawal

NERACA Jakarta – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menggandeng Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) dalam pendampingan implementasi tata kelola…

Nilai Impor di Bulan Maret Sebesar USD 17,96 Miliar

NERACA Jakarta – Nilai impor selama Maret 2024 tercatat sebesar USD 17,96 miliar. Kinerja impor ini melemah 2,60 persen dibandingkan…

BERITA LAINNYA DI Perdagangan

Konsumen Cerdas Cipakan Pasar yang Adil

NERACA Jakarta – konsumen yang cerdas dapat berperan aktif dalam menciptakan pasar yang adil, transparan, dan berkelanjutan. Konsumen perlu meluangkan…

Sistem TI Pantau Pemanfaatan Kuota BBL

NERACA Jakarta – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap menyiapkan sistem informasi pemantauan elektronik untuk mengawal…

UMKM Pilar Ekonomi Indonesia

NERACA Surabaya – Usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) merupakan pilar ekonomi Indonesia. Pemerintah akan terus memfasilitasi kemajuan UMKM dengan…