Demi Jaga Rupiah, BI Punya Peluang untuk Naikkan Suku Bunga

Demi Jaga Rupiah, BI Punya Peluang untuk Naikkan Bunga 
NERACA
Jakarta - Chief Economist PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) Andry Asmoro menyampaikan bahwa terdapat ruang bagi Bank Indonesia (BI) untuk menaikkan tingkat suku bunga acuannya demi menjaga stabilitas nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS).
Ia menyebutkan konsensus memperkirakan terdapat kenaikan suku bunga acuan oleh BI pada tahun ini, seiring dengan menguatnya dolar AS terhadap mata uang lain termasuk rupiah, ditambah menurunnya ekspektasi bahwa bank sentral AS The Fed akan segera melakukan cut rate. “BI mungkin masih berpikir untuk hold dulu. Walaupun ruang naiknya ada, kalau memang rupiah tembus Rp16.500 per dolar AS dan outflow juga masih terus terjadi,” ujar Andry, seperti dikutip Antara, kemarin. 
Ia menjelaskan tantangan saat ini adalah apabila terjadi kenaikan harga komoditas terutama minyak mentah yang terus menerus akibat konflik di Timur Tengah, yang akan menyebabkan kenaikan tingkat inflasi di berbagai negara. Dengan kenaikan tingkat inflasi, lanjutnya, maka berbagai bank sentral dunia termasuk The Fed berpotensi masih akan menerapkan era tingkat suku bunga tinggi alias higher for longer. “Kan higher for longer. Otomatis potensi untuk ekspektasi pertumbuhan ekonominya jadi terbatas, karena inflasi, cost of borrowingnya jadi tetap mahal. Itu kan implikasinya,” ujar Andry
Ia menyebutkan konsensus memproyeksikan The Fed baru akan memangkas tingkat suku bunga acuannya pada September 2024, dari yang semula diproyeksikan akan dilakukan pada pertengahan tahun 2024. “Dari probability market terakhir itu, baru kemungkinan cut rate pada September 2024. Tapi, kalau dilihat dari probability masih imbang sekitar 40 persen,” ujar Andry.
Namun demikian, Ia menyoroti bahwa pertumbuhan ekonomi nasional masih cukup stabil saat ini, dengan pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) yang di level 5,1 persen. Menurutnya, salah satu pertumbuhan tersebut ditopang oleh peran sektor perbankan, dengan pertumbuhan kredit yang mencapai 9 persen year on year (yoy) dan rasio kredit terhadap deposito (LDR) yang bertahan di level 92 persen.
“Kredit sektor perbankan naik 8 persen (yoy) tahun lalu, sementara deposito tumbuh 6 persen (yoy). Penurunan rasio kredit bermasalah dari 2,9 persen menjadi 2,5 persen juga menunjukkan peningkatan dalam kualitas aset, memperkuat fungsi sektor perbankan sebagai pilar utama ekonomi dan pasar modal di Indonesia,” ujar Andry.
Sementara itu, Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk (BCA) Jahja Setiaatmadja mengatakan bahwa perseroan akan meninjau kondisi dan kebutuhan internal bank terlebih dulu apabila Bank Indonesia (BI) benar-benar menaikkan suku bunga acuan dalam waktu dekat. "Kalau memang kita butuhkan, kita akan ikut naikkan (suku bunga), misalnya apakah bunga deposito dinaikkan. Kalau kita rasakan masih cukup, hal ini kita tidak lakukan adjustment. Jadi saya pikir fleksibilitas itu tergantung situasi dan kondisi dari setiap bank," kata Jahja.
Apabila BI menaikkan suku bunga acuan, Jahja mengatakan BCA tidak serta-merta secara langsung menaikkan bunga simpanan dan bunga pinjaman. Perbankan, kata dia, akan mencermati kondisi internal terlebih dahulu selama beberapa waktu bahkan beberapa bulan setelah penetapan suku bunga acuan BI yang baru.
"Kalau BI-rate naik, lalu serta-merta bunga pinjaman dinaikkan juga mungkin tidak tepat. Kita harus lihat apakah memang ada kebutuhan untuk itu," ujar dia. Jahja mengatakan sejauh ini kinerja BCA cukup baik merujuk pada pertumbuhan kredit sebesar 17,1 persen yoy di kuartal I 2024. Padahal secara historis, menurut dia, kinerja kredit biasanya tumbuh negatif di kuartal I.
Perseroan juga senantiasa berusaha untuk menjaga keseimbangan antara kecukupan likuiditas dengan ekspansi kredit yang sehat. Jahja menyebutkan, rasio pinjaman terhadap simpanan (loan-deposit ratio/LDR) BCA juga saat ini berada di kisaran 70-71 persen yang artinya masih dalam kategori yang sehat. "Tetapi kembali, kita lihat kebutuhan kita. Kalau likuiditas kita masih baik, saya pikir tidak perlu serta-merta kita naikkan (suku bunga di BCA). Suku bunga BI ini kan hanya suatu benchmark atau acuan," kata dia.

 

NERACA


Jakarta - Chief Economist PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) Andry Asmoro menyampaikan bahwa terdapat ruang bagi Bank Indonesia (BI) untuk menaikkan tingkat suku bunga acuannya demi menjaga stabilitas nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS).

Ia menyebutkan konsensus memperkirakan terdapat kenaikan suku bunga acuan oleh BI pada tahun ini, seiring dengan menguatnya dolar AS terhadap mata uang lain termasuk rupiah, ditambah menurunnya ekspektasi bahwa bank sentral AS The Fed akan segera melakukan cut rate. “BI mungkin masih berpikir untuk hold dulu. Walaupun ruang naiknya ada, kalau memang rupiah tembus Rp16.500 per dolar AS dan outflow juga masih terus terjadi,” ujar Andry, seperti dikutip Antara, kemarin. 

Ia menjelaskan tantangan saat ini adalah apabila terjadi kenaikan harga komoditas terutama minyak mentah yang terus menerus akibat konflik di Timur Tengah, yang akan menyebabkan kenaikan tingkat inflasi di berbagai negara. Dengan kenaikan tingkat inflasi, lanjutnya, maka berbagai bank sentral dunia termasuk The Fed berpotensi masih akan menerapkan era tingkat suku bunga tinggi alias higher for longer. “Kan higher for longer. Otomatis potensi untuk ekspektasi pertumbuhan ekonominya jadi terbatas, karena inflasi, cost of borrowingnya jadi tetap mahal. Itu kan implikasinya,” ujar Andry

Ia menyebutkan konsensus memproyeksikan The Fed baru akan memangkas tingkat suku bunga acuannya pada September 2024, dari yang semula diproyeksikan akan dilakukan pada pertengahan tahun 2024. “Dari probability market terakhir itu, baru kemungkinan cut rate pada September 2024. Tapi, kalau dilihat dari probability masih imbang sekitar 40 persen,” ujar Andry.

Namun demikian, Ia menyoroti bahwa pertumbuhan ekonomi nasional masih cukup stabil saat ini, dengan pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) yang di level 5,1 persen. Menurutnya, salah satu pertumbuhan tersebut ditopang oleh peran sektor perbankan, dengan pertumbuhan kredit yang mencapai 9 persen year on year (yoy) dan rasio kredit terhadap deposito (LDR) yang bertahan di level 92 persen.

“Kredit sektor perbankan naik 8 persen (yoy) tahun lalu, sementara deposito tumbuh 6 persen (yoy). Penurunan rasio kredit bermasalah dari 2,9 persen menjadi 2,5 persen juga menunjukkan peningkatan dalam kualitas aset, memperkuat fungsi sektor perbankan sebagai pilar utama ekonomi dan pasar modal di Indonesia,” ujar Andry.

Sementara itu, Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk (BCA) Jahja Setiaatmadja mengatakan bahwa perseroan akan meninjau kondisi dan kebutuhan internal bank terlebih dulu apabila Bank Indonesia (BI) benar-benar menaikkan suku bunga acuan dalam waktu dekat. "Kalau memang kita butuhkan, kita akan ikut naikkan (suku bunga), misalnya apakah bunga deposito dinaikkan. Kalau kita rasakan masih cukup, hal ini kita tidak lakukan adjustment. Jadi saya pikir fleksibilitas itu tergantung situasi dan kondisi dari setiap bank," kata Jahja.

Apabila BI menaikkan suku bunga acuan, Jahja mengatakan BCA tidak serta-merta secara langsung menaikkan bunga simpanan dan bunga pinjaman. Perbankan, kata dia, akan mencermati kondisi internal terlebih dahulu selama beberapa waktu bahkan beberapa bulan setelah penetapan suku bunga acuan BI yang baru.

"Kalau BI-rate naik, lalu serta-merta bunga pinjaman dinaikkan juga mungkin tidak tepat. Kita harus lihat apakah memang ada kebutuhan untuk itu," ujar dia. Jahja mengatakan sejauh ini kinerja BCA cukup baik merujuk pada pertumbuhan kredit sebesar 17,1 persen yoy di kuartal I 2024. Padahal secara historis, menurut dia, kinerja kredit biasanya tumbuh negatif di kuartal I.

Perseroan juga senantiasa berusaha untuk menjaga keseimbangan antara kecukupan likuiditas dengan ekspansi kredit yang sehat. Jahja menyebutkan, rasio pinjaman terhadap simpanan (loan-deposit ratio/LDR) BCA juga saat ini berada di kisaran 70-71 persen yang artinya masih dalam kategori yang sehat. "Tetapi kembali, kita lihat kebutuhan kita. Kalau likuiditas kita masih baik, saya pikir tidak perlu serta-merta kita naikkan (suku bunga di BCA). Suku bunga BI ini kan hanya suatu benchmark atau acuan," kata dia.

BERITA TERKAIT

Bulan Literasi Kripto (BLK) Dijadikan Ajang untuk Meningkatkan Literasi dan Inklusi Kripto

  NERACA Jakarta – Asosiasi Blockchain dan Pedagang Aset Kripto Indonesia (Aspakrindo – ABI) menggelar Bulan Literasi Kripto (BLK) 2024…

HUT ke 39, MSIG Life Memperkuat Komitmen Sebagai Mitra Kepercayaan Nasabah

HUT ke 39, MSIG Life Memperkuat Komitmen Sebagai Mitra Kepercayaan Nasabah NERACA Jakarta – PT MSIG Life Insurance Indonesia Tbk…

Allianz Syariah Luncurkan Produk untuk Bantu Siapkan Warisan Sejak Dini

Allianz Syariah Luncurkan Produk untuk Bantu Siapkan Warisan Sejak Dini NERACA Jakarta - PT Asuransi Allianz Life Syariah Indonesia (Allianz…

BERITA LAINNYA DI Jasa Keuangan

Bulan Literasi Kripto (BLK) Dijadikan Ajang untuk Meningkatkan Literasi dan Inklusi Kripto

  NERACA Jakarta – Asosiasi Blockchain dan Pedagang Aset Kripto Indonesia (Aspakrindo – ABI) menggelar Bulan Literasi Kripto (BLK) 2024…

HUT ke 39, MSIG Life Memperkuat Komitmen Sebagai Mitra Kepercayaan Nasabah

HUT ke 39, MSIG Life Memperkuat Komitmen Sebagai Mitra Kepercayaan Nasabah NERACA Jakarta – PT MSIG Life Insurance Indonesia Tbk…

Allianz Syariah Luncurkan Produk untuk Bantu Siapkan Warisan Sejak Dini

Allianz Syariah Luncurkan Produk untuk Bantu Siapkan Warisan Sejak Dini NERACA Jakarta - PT Asuransi Allianz Life Syariah Indonesia (Allianz…