Kepastian Hukum Demi Masa Depan Indonesia yang Lebih Baik - KETUA UMUM KADIN DAN APINDO

Kepastian Hukum Demi Masa Depan Indonesia yang Lebih Baik

KETUA UMUM KADIN DAN APINDO

NERACA

Jakarta - Dua pimpinan organisasi induk pengusaha Indonesia mengimbau demi kepentingan kepastian hukum, pemerintah harus menunjukkan sikap yang jelas dan tegas dalam menghormati perjanjian perjanjian yang mengikatnya dan jaminan hukum yang telah diberikannya.

Ketua Umum Kamar Dagang Indonesia (Kadin) Rosan P. Roeslani dan Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani menekankan bahwa hal ini bukan hanya kewajiban hukum, tetapi juga kewajiban moral bagi pemerintah dalam memegang teguh perjanjian dan janji jaminan yang diberikannya. Terlepas apakah dibuat dan diberikan oleh pemerintah saat ini atau pemerintahan sebelumnya, karena hal ini sangat penting untuk pembangunan dan masa depan Indonesia.

Pernyataan mereka yang disampaikan kepada pers Senin siang (24/6), merujuk kepada masalah penyelesaian Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang meskipun telah diselesaikan 20 tahun silam, tapi serta merta diabaikan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

“KPK mengabaikan perjanjian, janji-janji, jaminan pemerintah, serta Instruksi Presiden yang telah mensahkan penyelesaian BLBI tersebut” kata Hariyadi Sukamdani. Ini dipandangnya sebagai tidak adil dan telah menimbulkan ketidakpastian hukum yang serius.“Jika ketidakadilan ini bisa terjadi pada seorang warga negara, maka hal yang samapun bisa terjadi pada kita semua”, katanya lagi.

Sementara itu, Rosan Roeslani mengingatkan bahwa kepercayaan investor terhadap Indonesia akan semakin memburuk jika pemerintah terus diam saja dan tidak melakukan tindakan apapun. “Ketidaksigapan atau pembiaran masalah ini oleh pemerintah juga hanya akan memperburuk kepercayaan pada janji dan jaminan pemerintah lainnya, seperti Program Pengampunan Pajak (Tax Amnesty). Jika tindakan KPK terus didiamkan dan tidak diperbaiki, maka tidak ada lagi jaminan kepastian hukum bahwa Pengampunan Pajak atau kebijakan sejenisnya akan dihormati oleh Pemerintah di kemudian hari”.

Penyelesaian BLBI

Seperti diketahui, BLBI diberikan pemerintah kepada perbankan nasional demi mempertahankan stabilitas moneter menyusul krisis 1997-1998 di mana nilai rupiah merosot sangat drastis, suku bunga melonjak amat tinggi. Masyarakat kehilangan kepercayaan terhadap pemerintah, hingga terjadi penarikan dana secara besar-besaran (rush) dari perbankan.

Kemudian, untuk membantu pemulihan ekonomi, pemerintah meminta kerjasama pemegang saham bank penerima BLBI untuk mengambil alih kewajiban bank, dengan menandatangani Perjanjian Penyelesaian Kewajiban Pemegang Saham diantaranya dengan skema Master Settlement and Acquisition Agreement (MSAA). Setelah perjanjian itu dipenuhi, pemerintah memberikan pembebasan dan pelepasan (Release and Discharge) atas segala tindakan dan tuntutan hukum apapun sehubungan dengan penyelesaian BLBI tersebut.

Hariyadi menunjuk pada penerimaan dan pengakuan pemerintah terhadap Sjamsul Nursalim (SN) pemegang saham BDNI (Bank Dagang Nasional Indonesia), salah satu obligor BLBI yang telah sepenuhnya menyelesaikan kewajibannya sesuai Perjanjian MSAA. Pada Mei 1999, pemerintah memenuhi janjinya dengan memberikan pembebasan dan pelepasan secara penuh dan tanpa syarat, yang dengan jelas menyatakan bahwa pemerintah tidak akan memulai, menuntut ataupun mengambil tindakan hukum apa pun terhadap SN sehubungan dengan penyelesaian BLBI. Kebijakan pembebasan dan pelepasan (Release and Discharge) itu kemudian diperkuat oleh Instruksi Presiden.

Rosan mengungkapkan, dalam penilaian “Kemudahan Berbisnis” (Ease of Doing Business) yang dikeluarkan oleh Bank Dunia, Indonesia mendapat nilai yang sangat rendah dalam kriteria “Kepatuhan atas Kontrak” (Contract Enforcement). Karenanya, tindakan-tindakan institusi yang tidak menepati dan mematuhi janji-janji serta jaminan pemerintah hanya akan memperburuk keadaan dan menyebabkan investor cenderung memutuskan untuk berinvestasi di tempat/negara lain.

Ketua Umum Kadin itu mendesak pemerintah untuk “bertindak cepat, tepat dan tegas untuk menunjukkan bahwa ia menghormati perjanjian, janji-janji dan jaminan yang telah dibuatnya dan tidak akan membiarkan institusi manapun menimbulkan ketidakpastian hukum di Indonesia. Pemerintah agar segera mengambil tindakan mengatasi ketidakadilan ini guna meyakinkan masyarakat dan investor bahwa Indonesia tetap menghormati kepastian hukum demi masa depan Indonesia yang lebih baik dan cemerlang. Mohar

 

BERITA TERKAIT

UU Perampasan Aset dan BLBI Jadi PR Prabowo-Gibran

Presiden dan Wakil Presiden (Wapres) terpilih, Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka harus melanjutkan agenda pemberantasan korupsi yang sudah dicanangkan…

Kementan Gandeng Polri Tingkatkan Ketahanan Pangan

NERACA Jakarta - Kementerian Pertanian (Kementan) menggandeng Polri dalam upaya meningkatkan ketahanan pangan dan mewujudkan swasembada pangan seperti yang terjadi…

Remotivi: Revisi UU Penyiaran Ancam Kreativitas di Ruang Digital

NERACA Jakarta - Lembaga studi dan pemantauan media Remotivi menyatakan revisi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2022 Tentang Penyiaran, dapat mengancam…

BERITA LAINNYA DI Hukum Bisnis

UU Perampasan Aset dan BLBI Jadi PR Prabowo-Gibran

Presiden dan Wakil Presiden (Wapres) terpilih, Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka harus melanjutkan agenda pemberantasan korupsi yang sudah dicanangkan…

Kementan Gandeng Polri Tingkatkan Ketahanan Pangan

NERACA Jakarta - Kementerian Pertanian (Kementan) menggandeng Polri dalam upaya meningkatkan ketahanan pangan dan mewujudkan swasembada pangan seperti yang terjadi…

Remotivi: Revisi UU Penyiaran Ancam Kreativitas di Ruang Digital

NERACA Jakarta - Lembaga studi dan pemantauan media Remotivi menyatakan revisi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2022 Tentang Penyiaran, dapat mengancam…