MESKI SISTEM KEUANGAN TETAP TERJAGA BAIK - Pemerintah Diminta Waspadai "The Fed"

Jakarta-Peneliti Pusat Penelitian Ekonomi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (P2E-LIPI) Maxensius Tri Sambodo meminta pemerintah tetap mewaspadai kebijakan kenaikan suku bunga  The Fed. Sementara itu, Bank Indonesia (BI) memastikan stabilitas sistem keuangan tetap terjaga disertai intermediasi perbankan yang meningkat dan risiko kredit yang terkelola dengan baik.

NERACA

Menurut Maxensius, tidak menutup kemungkinan di tahun depan The Fed akan kembali menaikkan suku bunga acuannya. Pertimbangan tersebut diambil lantaran bank sentral itu melihat volatilitas pasar keuangan serta melambatnya pertumbuhan global. "Memang sampai tahun depan kita akan hadapi gejolak seperti itu, The Fed akan terus menaikkan suku bunga. Tantangan kita saat ini adalah bagaimana kita meyakinkan bahwa ini tidak akan berikan dampak," ujarnya di Jakarta, Kamis (20/12).

Maxensius mengatakan, secara dampak apabila The Fed kembali menaikkan suku bunga acuan di 2019, maka otomatis akan menghantam perekonomian Indonesia, terutama nilai tukar Rupiah terhadap US$. Oleh karenanya, pemerintah perlu membentengi diri dan merespon berbagai kebijakan The Fed. "Kalau The Fed naik pasti Rupiah akan gonjang ganjing, kalau Rupiah gonjang ganjing dampaknya ke CAD (Current Account Deficit) dan sebagiannya," ujarnya seperti dikutip Merdeka.com.

Dengan kondisi tersebut, tentu saja pemerintah memiliki sejumlah pekerjaan rumah baru. Sebab, untuk mengatasi persoalan CAD membutuhkan waktu jangka panjang dan dibutuhkan kerja keras. Namun diakui, pemerintah telah berupaya untuk mengendalikan CAD tahun ini lewat serangkaian kebijakan.

"Mungkin perlu waktu dan kerja keras untuk handle CAD. Tapi bagaimana pemerintah bisa mendisiplinkan fiskal, pengendalian fiskal defisitnya dijaga baik, mungkin perlu dipikirkan proyek-proyek yang akan lebih banyak menghabiskan APBN (Anggaran Pendapatan Belanja Negara), lebih banyak genjot privatenya, itu langkah-langkah meredam," ujarnya.

Dia juga menyarankan agar pemerintah lebih berati-hati dalam memilih komoditas impor. "Juga dipastikan proses ini tetep tidak berdampak terhadap stabilitas harga, mungkin pilihan-pilihan seperti impor, pangan atau langkah-langkah lebih hati-hati menjaga kenaikan harga energi, itu harus dilakukan pada keputusan yang sangat hati-hati. Karena kalau tidak takutnya malah gejolak ekonominya bisa lebih (tinggi)," ujarnya.

Sebelumnya, Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo menyebut bahwa prospek konsolidasi pertumbuhan ekonomi AS dan ketidakpastian pasar keuangan diprediksi akan menurunkan kecepatan kenaikan suku bunga the Fed (FFR) pada 2019.

Untuk diketahui sepanjang tahun 2018, BI telah menaikkan suku bunga acuan BI 7-day Reverse Repo Rate sebanyak 175 bps yaitu pada Mei, Juni, Agustus dan November. Saat ini suku bunga acuan BI berada di level 6%.

Sedangkan The Fed pada periode yang sama kembali menaikkan suku bunga acuannya untuk keempat kali tahun ini. Kali ini, suku bunga the Fed naik sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 2,25-2,5%. The Fed akan sedikit menaikkan suku bunga pada 2019 mempertimbangkan volatilitas pasar keuangan dan melambatnya pertumbuhan global.

Meski demikian, BI memastikan stabilitas sistem keuangan tetap terjaga disertai intermediasi perbankan yang meningkat dan risiko kredit yang terkelola dengan baik. Menurut Gubernur BI Perry Warjiyo, rasio kecukupan modal (capital adequacy ratio-CAR) perbankan tetap tinggi mencapai 22,9% pada Oktober 2018 dan rasio likuiditas (AL/DPK) masih aman yakni sebesar 19,2% pada Oktober 2018. "Selain itu, rasio kredit bermasalah (non performing loan-NPL) tetap rendah yaitu sebesar 2,6% (gross) atau 1,2% (net)," ujar Perry di Jakarta, kemarin.

Sementara itu, dari fungsi intermediasi perbankan, pertumbuhan kredit pada Oktober 2018 tercatat sebesar 13,3% (yoy), lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan bulan sebelumnya sebesar 12,7% (yoy). Adapun pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) pada Oktober 2018 sebesar 7,6% (yoy), meningkat dibandingkan dengan pertumbuhan bulan sebelumnya sebesar 6,6% (yoy).

Selain itu, menurut Perry, pertumbuhan ekonomi di Eropa juga cenderung melambat, meskipun arah normalisasi kebijakan moneter bank sentral Eropa (ECB) pada 2019 tetap menjadi perhatian.

Sementara itu, di negara berkembang, pertumbuhan ekonomi China terus melambat dipengaruhi melemahnya konsumsi dan ekspor neto, antara lain akibat pengaruh ketegangan hubungan dagang dengan AS, serta berlanjutnya proses deleveraging di sistem keuangan. "Pertumbuhan ekonomi dunia yang melandai serta risiko hubungan dagang antar negara dan geo-politik yang masih tinggi berdampak pada tetap rendahnya volume perdagangan dunia," ujarnya.

Sejalan dengan itu, Perry mengungkapkan saat ini harga komoditas global menurun, termasuk harga minyak dunia akibat peningkatan pasokan dari AS, OPEC dan Rusia. "Itulah kenapa kita perlu menerapkan upaya-upaya lebih lanjut untuk mendorong ekspor dengan koordinasi bersama pemerintah termasuk untuk manufaktur maupun yang lain. Itu sebetulnya risiko-risiko urama di global," ujarnya.

Dari sisi sektor pembiayaan ekonomi melalui pasar modal, penerbitan saham (IPO dan rights issue), obligasi korporasi, Medium Term Notes (MTN), dan Negotiable Certificate of Deposit (NCD) selama Januari hingga Oktober 2018 tercatat sebesar Rp 178,9 triliun (gross). "Turun dibandingkan dengan capaian periode yang sama pada 2017 sebesar Rp 231,6 triliun (gross)," ujarnya.

Prediksi CAD

Perry mengatakan, pada 2019, Bank Indonesia memperkirakan pertumbuhan kredit berada dalam kisaran 10-12% (yoy) sedangkan pertumbuhan DPK diperkirakan sekitar 8-10% (yoy). "Ke depan, Bank Indonesia akan terus berkoordinasi dengan otoritas terkait guna turut menjaga stabilitas sistem keuangan, termasuk memantau kecukupan dan distribusi likuiditas di perbankan," ujarnya.

Selain itu, BI juga mengubah proyeksi defisit transaksi berjalan (current account deficit-CAD) pada tahun ini menjadi sekitar 3% dari produk domestik bruto (PDB). Sebelumnya, BI memperkirakan CAD bisa berada di bawah 3% terhadap PDB.

Menurut Perry, perubahan proyeksi terjadi karena kinerja neraca perdagangan yang kembali defisit sebesar US$2,05 miliar pada November 2018. Pada Oktober, neraca perdagangan juga defisit sebesar US$1,82 miliar. Akumulasi defisit perdagangan turut membuat defisit transaksi berjalan sepanjang tahun ikut meningkat. "Jangan kaget kalau di kuartal IV 2018 bisa sedikit di atas 3% dari PDB. Tapi karena kuartal I-2018 rendah di 2,2%, jadi keseluruhan 2018 sekitar 3%," ujarnya.  

Kendati proyeksi defisit transaksi berjalan kembali meningkat dari perkiraan sebelumnya, Perry memastikan posisi ini masih aman. Sebab, peningkatan defisit transaksi berjalan disumbang oleh impor yang produktif, yaitu untuk barang modal dan bahan baku. bari/mohar/fba

 

 

BERITA TERKAIT

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…