Oleh: Budi Setiawanto
Istilah "uang berbicara" yang merujuk pada lembaran uang konvensional kini tak selamanya tepat dipakai sebagai alat bayar. Pada "zaman now" kartu pintar yang berisi saldo nilai uang atau biasa disebut sebagai uang elektronik yang mulai banyak dipakai untuk bertransaksi.
Seiring dengan pemberlakuan uang elektronik sebagai alat transaksi untuk berbagai keperluan transportasi, misalnya, membuat masyarakat mau tidak mau harus memiliki uang elektronik dalam saku atau dompet.
Bank Indonesia sejak 16 Oktober hingga akhir bulan ini menggratiskan masyarakat yang belum memiliki uang kartu untuk memilikinya dari biaya pembelian kartu sekitar Rp20 ribu per keping, untuk membayar transportasi jalan tol, dari lima bank penerbit kartu yakni Bank Rakyat Indonesia, Bank Negara Indonesia, Bank Mandiri, Bank Tabungan Negara (co-branding), dan Bank Central Asia.
Mulai akhir Oktober 2017, Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) yang mewajibkan setiap pengendara yang memasuki gerbang tol untuk melakukan transaksi dengan kartu uang elektronik.
Guna mendukung penggunaan uang elektronik, Kementerian Komunikasi dan Informatika, misalnya, meluncurkan dan membagikan 500 kartu uang elektronik bergambar Palapa Ring kepada karyawannya dengan saldo masing-masing sebesar Rp130 ribu, saat upacara memperingati 89 Tahun Sumpah Pemuda 28 Oktober 2017 pada Senin (30/10).
Kartu pintar itu bisa dimanfaatkan untuk transaksi jalan tol, transportasi kereta rel listrik commuterline atau bus TransJakarta, pembayaran bahan bakar minyak di sejumlah stasiun pengisian bahan bakar umum oleh Pertamina, dan berbagai pelayanan publik lainnya.
Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara mengemukakan bahwa peluncuran itu merupakan wujud sinergi program antarkementerian/lembaga di pemerintah yang harus saling mendukung. Dukungan Kementerian Kominfo terhadap penggunaan uang elektronik merupakan satu kesatuan dan bentuk sinergi pemerintah yang bersatu.
Cara pembayaran di pintu tol yang diubah menggunakan teknologi dimaksudkan untuk menjadikan proses pembayaran lebih mudah. Antrean akan berkurang karena proses pembayaran lebih cepat. Dengan cara pembayaran seperti itu menjadi lebih sederhana, lebih baik, lebih cepat, yang pada akhirnya meningkatkan kenyamanan bagi pengguna jalan tol.
"Cashless society" Transaksi secara nontunai atau melalui uang elektronik dalam berbagai keperluan dewasa ini membuat bangsa ini menuju pada masyarakat nontunai (cashless society).
Hal terpenting untuk mencapai tujuan itu, apalagi pemerintah juga berkomitmen membuat bangsa ini menjadi negara ekonomi digital terbesar di Asia Tenggara pada 2020, adalah soal kesiapan masyarakat yang berperan sebagai konsumen dan sejauh mana masyarakat siap untuk memasuki era "cashless" atau transaksi nontunai.
Hal itu yang harus menjadi prioritas, terutama bagaimana mengedukasi masyarakat untuk dapat mengerti lebih cepat dan lebih banyak tentang berbagai perkembangan ekonomi digital. Karena masyarakat Indonesia yang beragam dan tingkat literasi soal dunia maya belum cukup, pemerintah terfokus pada "consumer education".
Sejak Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo pada 14 Agustus 2014 secara resmi mencanangkan Gerakan Nasional Nontunai membuat transaksi masyarakat berubah secara perlahan tapi pasti dari pembayaran tunai menjadi nontunai.
Pencanangan gerakan nasional yang ditandai dengan penandatanganan nota kesepahaman antara Bank Indonesia dengan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian Keuangan, pemerintah daerah serta Asosiasi Pemerintahan Provinsi Seluruh Indonesia.
Gerakan itu dimaksudkan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat, pelaku bisnis dan juga lembaga-lembaga pemerintah untuk menggunakan sarana pembayaran nontunai dalam melakukan transaksi keuangan, yang tentunya mudah, aman dan efisien.
Transaksi nontunai bertujuan meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap penggunaan instrumen nontunai sehingga berangsur-angsur terbentuk suatu komunitas atau masyarakat yang lebih menggunakan instrumen nontunai, khususnya dalam melakukan transaksi atas kegiatan ekonominya.
Dibandingkan negara-negara anggota ASEAN, penggunaan transaksi pembayaran berbasis elektronik yang dilakukan masyarakat Indonesia relatif masih rendah, sementara dengan kondisi geografi dan jumlah populasi yang cukup besar, masih terdapat potensi yang cukup besar untuk perluasan akses layanan sistem pembayaran di Indonesia.
Untuk itu, Bank Indonesia bersama perbankan sebagai pemain utama dalam penyediaan layanan sistem pembayaran kepada masyarakat perlu memiliki visi yang sama dan komitmen yang kuat untuk mendorong penggunaan transaksi non tunai oleh masyarakat dalam mewujudkan masyarakat nontunai.
Untuk mewujudkan sistem pembayaran yang efisien, aman dan andal dengan tetap menjunjung tinggi aspek perlindungan konsumen, memperhatikan perluasan akses dan kepentingan nasional, Bank Indonesia meningkatkan elektronifikasi transaksi pembayaran dan peningkatan infrastruktur sistem pembayaran. Perubahan gaya hidup, pola konsumsi, dan pola produksi ini telah menarik perhatian berbagai perusahaan untuk menerbitkan kartu berisi uang elektronik.
Setiap perusahaan tersebut wajib mematuhi perizinan dari Bank Indonesia sehingga memperoleh legalitas untuk menerbitkan uang elektronik sebagai alat pembayaran. Sesuai Surat Edaran BI Nomor 16/11/DKSP tanggal 22 Juli 2014 tentang Penyelenggaraan Uang Elektronik, penerbit uang elektronik wajib mendapatkan izin dari bank sentral jika "floating fund" atau dana mengendap di uang elektronik tersebut mencapai Rp1 miliar.
Ketentuan tersebut, wajib diikuti semua perusahaan yang menerbitkan uang elektronik, dan uang elektronik tersebut digunakan untuk transaksi terhadap pihak selain penerbit.
Tercatat sebanyak 10 perusahaan penerbit layanan tambah saldo uang elektronik "e-commerce" sudah dihentikan karena sedang menyelesaikan perizinan dari BI. Jika syarat prinsip terpenuhi, izin yang diberikan Bank Indonesia kepada "e-commerce" sebagai penerbit uang elektronik berjangka waktu lima tahun. Diversifikasi layanan pembayaran memang harus diikuti dengan transparansi dan kepatuhan terhadap regulasi untuk melindungi konsumen.
Nah, soal perlindungan konsumen ini menjadi salah satu prioritas utama agar transaksi dengan uang elektronik tidak merugikan masyarakat. Pemanfaatan uang elektronik tidak hanya agar transaksi berjalan lebih mudah dan cepat atau efisien dan efektif tetapi juga mesti melindungi masyarakat. (Ant.)
Oleh: Manlio Dinucci, Analis Geopolitik dan Geografi di Pisa, Italia Presiden Amerika Serikat yang baru terpilih, Donald Trump, yang mengalahkan…
Oleh: Alif Hakim, Pemerhati Sosial Politik Presiden Prabowo Subianto menunjukkan komitmen yang tegas dalam menanggapi semakin maraknya…
Oleh : Maya Naura Lingga, Pengamat UMKM Presiden Prabowo Subianto terus menunjukkan langkah strategis dalam mengembangkan Usaha Mikro, Kecil,…
Oleh: Manlio Dinucci, Analis Geopolitik dan Geografi di Pisa, Italia Presiden Amerika Serikat yang baru terpilih, Donald Trump, yang mengalahkan…
Oleh: Alif Hakim, Pemerhati Sosial Politik Presiden Prabowo Subianto menunjukkan komitmen yang tegas dalam menanggapi semakin maraknya…
Oleh : Maya Naura Lingga, Pengamat UMKM Presiden Prabowo Subianto terus menunjukkan langkah strategis dalam mengembangkan Usaha Mikro, Kecil,…