NERACA
Solo - Ombudsman menggali permasalahan di balik status pailit yang dialami perusahaan tekstil Sritex dengan melakukan kunjungan ke pabrik di Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah.
Anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika usai meninjau operasional pabrik Sritex di Sukoharjo, dikutip Antara, kemarin mengatakan Ombudsman ingin menggali tentang persoalan layanan publik di balik kondisi dialami Sritex.
"Ternyata setelah didalami banyak sekali persoalan layanan publik yang memang berpotensi maladministrasi jika persoalan Sritex tidak segera diselesaikan," katanya.
Ia mengatakan persoalan Sritex sebetulnya hanya satu, yaitu upaya agar status pailit ini dicabut oleh MA.
"Karena kan sudah banding, tapi itu kepentingan Sritex, Ombudsman tidak berkepentingan di situ. Salah satu kewenangan Ombudsman adalah mengusulkan perubahan regulasi yang berpotensi maladministrasi," katanya.
Ia mengatakan indikasi maladministrasi sebagai menimbulkan kerugian publik.
"Di sini ada persoalan terkait undang-undang kepailitan, di mana ada sindikasi burung pemakan bangkai. Jadi bangkai yang sudah mati dimakan oleh burung, jadi banyak sekali modus-modus di balik kepailitan, salah satunya adalah untuk mengambil alih perusahaan untuk mengambil untung di balik kerugian orang lain," katanya.
Ia mengatakan persoalan Sritex berawal dari salah satu pemasok yang memiliki piutang kepada Sritex Rp100 miliar.
Ia mengatakan Rp100 miliar hanya 0,5 persen dibandingkan dengan total utang yang dimiliki oleh Sritex.
"Jadi bisa dibayangkan bagaimana Rp100 miliar bisa membangkrutkan perusahaan yang punya tanggungan kredit lebih dari Rp20 triliun. Ini kan aneh," katanya.
Oleh karena itu, menurut dia, undang-undang perlu dipelajari agar tidak digunakan oleh oknum-oknum kurator ataupun hakim yang sebetulnya niatnya hanya untuk mencari keuntungan.
"Tendensiusnya sangat tinggi sekali, karena benefit yang mereka dapatkan dalam masalah kepailitan cukup besar misalnya mereka dapat fee 10 persen, kalau nilainya Rp20 triliun maka dapatnya Rp2 triliun, besar sekali kan," katanya.
Akibat status pailit, ujarnya, Sritex tidak dapat mendatangkan bahan baku dari luar.
Ia mengatakan saat ini sisa bahan baku hanya cukup untuk produksi selama tiga minggu ke depan.
"Kalau tidak ada lagi pekerjaan artinya secara tidak langsung PHK akan terjadi. Nah kami punya waktu tiga minggu, selama tiga minggu ini apa yang bisa kami lakukan," katanya.
Ia mengatakan salah satu yang akan dilakukan yakni memberikan saran kepada pemerintah dan mitra kerja terkait.
"Mari kita lihat kepentingan ini secara lebih komprehensif lagi. Kalau proses hukum sekarang yang ditunggu di sini agar MA mencabut kepailitan, tapi kan tergantung MA," katanya.
Dalam hal ini, katanya, Ombudsman tidak dapat mengintervensi MA.
"Apakah Ombudsman bisa memberikan hasil catatan kajian kepada MA ya bisa saja, tapi bukan dalam rangka mempengaruhi tapi dalam rangka memberikan informasi," katanya.
Ditempat terpisah, Direktur Utama PT Sri Rejeki Isman Tbk atau Sritex, Iwan Kurniawan Lukminto, berharap Mahkamah Agung dapat memprioritaskan permohonan kasasi homologasi yang diajukan oleh pihaknya sehingga bisa diputus dengan cepat, mengingat kelangsungan usaha dan hidup karyawan.
"Saya mohon MA memberikan perhatian khusus untuk menangani masalah kami. Kami berkejaran dengan waktu. Keputusan cepat sangat kami butuhkan agar kelangsungan usaha Sritex tetap terjaga dan karyawan tetap dapat bekerja," kata Wawan, panggilan karibnya, dalam keterangan tertulis diterima di Jakarta, Selasa (12/11).
Menurut Wawan, kecepatan penanganan kasasi harus menjadi prioritas karena menyangkut kelangsungan hidup lebih dari 50.000 ribu karyawan serta industri pendukung lainnya. Sritex, kata dia, menaruh harapan besar kepada MA sebagai benteng terakhir peradilan agar dapat memberi putusan yang berkeadilan.
"Hari ini, 12 November 2024, berkas kasasi Sritex sudah dinyatakan lengkap dan sudah dikirimkan kepada Panitera Mahkamah Agung RI di Jakarta oleh Pengadilan Negeri Semarang," imbuh Wawan.
Permohonan kasasi tersebut teregistrasi dengan Nomor 1/Pdt.Sus-Homologasi/K/2024/PN Niaga Smg juncto Nomor 2/Pdt.Sus Homologasi/2024/PN Niaga Smg juncto Nomor 12/ Pdt.Sus-PKPU/2021/PN Niaga Smg.
Sebelumnya, manajemen Sritex telah mengajukan permohonan kasasi pada Jumat (25/10) dengan harapan bisa menyelesaikan persoalan pailit dengan baik dan memastikan terpenuhinya kepentingan para pemangku kepentingan.
Manajemen Sritex dalam pernyataan resminya diterima di Jakarta, Jumat (25/10), menuliskan bahwa pengajuan kasasi dilakukan sebagai bentuk tanggung jawab perusahaan kepada para kreditur, pelanggan, karyawan dan pemasok.
Diketahui bahwa Sritex dinyatakan pailit oleh Pengadilan Negeri Niaga Semarang melalui putusan perkara dengan Nomor 2/Pdt.Sus Homologasi/2024/PN Niaga Smg oleh hakim ketua Moch. Ansor pada Senin (21/10). Ant
NERACA Jakarta - Menteri Hak Asasi Manusia (HAM) Natalius Pigai mengatakan bahwa wacana untuk merevisi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013…
NERACA Jakarta - Asosiasi Televisi Lokal Indonesia (ATVLI) menghormati proses hukum yang menjerat Direktur Pemberitaan (kini nonaktif) JAKTV Tian Bahtiar (TB) dalam kasus…
NERACA Jakarta - Pendiri Haidar Alwi Institute (HAI), R. Haidar Alwi, yang juga Wakil Ketua Dewan Pembina Ikatan Alumni ITB…
NERACA Jakarta - Menteri Hak Asasi Manusia (HAM) Natalius Pigai mengatakan bahwa wacana untuk merevisi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013…
NERACA Jakarta - Asosiasi Televisi Lokal Indonesia (ATVLI) menghormati proses hukum yang menjerat Direktur Pemberitaan (kini nonaktif) JAKTV Tian Bahtiar (TB) dalam kasus…
NERACA Jakarta - Pendiri Haidar Alwi Institute (HAI), R. Haidar Alwi, yang juga Wakil Ketua Dewan Pembina Ikatan Alumni ITB…