Jakarta – Pemerintah dalam hal ini Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus berupaya untuk membangkitkan kembali kejayaan industri keramik nasional seperti pada tahun 2014 sebagai produsen nomor empat di dunia. Target ini perlu ditopang dengan kebijakan strategis, di antaranya melalui program substitusi impor 35 persen pada tahun 2022.
NERACA
Menurut Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita bahwa implementasi substitusi impor 35 persen pada tahun 2022 harus didukung dengan kebijakan pengendalian tata niaga impor keramik dan pembatasan pelabuhan masuk (bongkar) di wilayah Kalimantan, Sulawesi, dan Papua.
“Selain itu, kebijakan minimum import price (MIP) untuk ubin keramik serta pemberlakuan SNI wajib yang diperketat,” jelas Agus.
Selain itu, Agus menegaskan, pihaknya telah melakukan pertemuan dengan Asosiasi Aneka Keramik Indonesia (ASAKI) guna mencari solusi agar industri keramik nasional bisa lebih berdaya saing di kancah global.
“Mereka optimistis industri keramik bisa kembali jaya apabila mendapatkan dukungan dan atensi dari pemerintah. Asaki pun mendukung misi besar Kemenperin untuk substitusi impor,” tegas Agus.
Lebih lanjut, Agus juga mengunkapkan, adanya penurunan harga gas tertentu bagi sektor manufaktur, dinilai membawa peluang untuk rebound di industri keramik selaku sektor yang menerima manfaat insentif tersebut. “Adapun, utilisasi industri keramik pada tahun 2020 secara akumulatif mencapai 56 persen,” ungkap Agus.
Agus mengkui, bahwa tahun lalu wabah pandemi Covid-19 menyebabkan melambatnya pertumbuhan ekonomi dan industri, termasuk sektor keramik. Utilisasi industri keramik sempat menurun menjadi 30 persen pada kuartal II-2020. Namun, mulai beranjak naik hingga 60 persen di kuartal III. Peningkatan ini tidak terlepas peran dari implementasi kebijakan harga gas industri sebesar USD6 per MMBTU.
“Utilisasi kembali kepada kondisi normal dengan mencapai 70 persen saat kuartal IV-2020. Selain itu, dampak penurunan harga gas untuk industri keramik, berhasil membuat volume ekspor meningkat 29 persen di kuartal III-2020 dibandingkan periode yang sama pada tahun 2019,” papar Agus.
Sehingga dalam hal ini, Agus menyatakan, pihaknya bertekad memacu produktivitas dan daya saing industri keramik di tanah air. Sebab, sektor ini mempunyai potensi dan peluang yang besar untuk dikembangkan di dalam negeri, seiring dengan ketersediaan sumber daya alam yang dijadikan bahan baku, tersebar di sejumlah daerah.
“Secara kapasitas dan kemampuan, industri keramik kita telah mampu memenuhi kebutuhan nasional. Namun, kami juga terus mendorong pemanfaatan teknologi modern guna menciptakan produk yang inovatif dan kompetitif,” ungkap Agus.
Berdasarakan catatan Kemenperin, hingga saat ini kekuatan industri ubin keramik di Indonesia ditopang sebanyak 37 perusahaan yang tersebar di Banten, Jawa Barat, Jawa Timur, Sumatera Utara, dan Sumatera Selatan. Total kapasitas produksi terpasang sebesar 537 juta m2 (8,14 juta ton) per tahun yang menyerap tenaga kerja hingga 150 ribu orang.
Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia (ASAKI) Edy Suyanto mengemukakan, untuk mempertahankan momentum pemulihan dan kebangkitan industri keramik pasca-penurunan harga gas, pihaknya mendesak langkah-langkah konkret dalam upaya penguatan daya saing. Misalnya, pembatasan pelabuhan impor tertentu dan penetapan minimum import price.
“Industri keramik nasional harus mendapatkan atensi khusus, terlebih sebagai industri strategis yang menyerap jumlah tenaga kerja cukup besar dan TKDN yang tinggi dengan rata-rata di atas 75 persen,” ujar Edy.
Saat ini, jumlah anggota ASAKI mencapai 71 perusahaan yang terdiri dari industri ubin keramik, keramik tableware, saniter, genteng (roof tile), dan industri pendukung lainnya. “Tahun 2021, kami memproyeksi utilisasi kapasitas produksi berkisar di level 74-75 persen, meningkat dibanding tahun 2020 yang sebesar 56 persen dan tahun 2019 sebesar 65 persen,” jelas Edy.
Disisi lain, Direktur Industri Semen, Keramik, dan Pengolahan Bahan Galian Non Logam, (Kemenperin) Adie Rochmanto Pandiangan mengungkapkan, secara kapasitas dan kemampuan, industri keramik kita telah mampu memenuhi kebutuhan nasional. “Namun demikian, kami juga mendorong pemanfaatan teknologi guna menciptakan produk yang inovatif dan kompetitif,” kata Adie
Adie pun mengakui, sejumlah kebijakan strategis yang telah dijalankan pemerintah dalam rangka mendongkrak daya saing industri keramik nasional terhadap ancaman produk impor, antara lain adalah penerapan safeguard atau pengenaan Bea Masuk Tindakan Pengaman (BMTP) terhadap impor produk ubin keramik. Selain itu, pemberlakuan harga gas bumi untuk sektor industri sebesar USD6 per MMBTU.
“Upaya pemerintah yang telah dilakukan tersebut, sangat mendongkrak pemulihan kinerja industri keramik nasional dan dirasakan juga manfaatnya dengan adanya peningkatan permintaan pasar dalam negeri maupun ekspor,” papar Adie.
Serapan Beras Bulog Bulan April Capai 1,3 Juta Ton Jakarta – Capaian mengejutkan terjadi dalam pengadaan beras nasional. Sepanjang bulan…
Pemerintah Komitmen Wujudkan Swasembada Energi Jakarta – Pemerintah senantiasa berkomitmen mewujudkan swasembada energi nasional yang berkelanjutan sebagaimana ditekankan oleh Presiden…
Indonesia Menuju Pusat Industri Halal Dunia Jakarta – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus berupaya memperkuat peran Indonesia dalam ekosistem industri halal…
Insentif Motor Listrik 2025 Tertunda karena Tarif AS Jakarta – Wakil Menteri Perindustrian, Faisol Riza menyatakan insentif yang diberikan untuk…
Ekosistem Kendaraan Listrik di Indonesia Semakin Tumbuh Jakarta – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) konsisten mendukung percepatan pengembangan ekosistem kendaraan listrik di…
Ekspor Alat Kesehatan Tahun 2024 lampaui USD273 juta Jakarta – Industri alat kesehatan adalah salah satu sektor yang mendapat prioritas…