Budidayakan Cacing Sutera untuk Tingkatkan Produktifitas Benih

NERACA

Jakarta - Direktur Jenderal Perikanan Budidaya, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Slamet Soebjakto menegaskan, pakan alami ini sangat penting dalam proses perbenihan ikan.

“Meski terkadang pakan alami ini suka dilupakan atau dikesampingkan, karena tidak semua orang telaten dalam budidaya pakan alami dan ada juga yang banyak menganggap sepele.Padahal ini merupakan satu kunci sukses di awal kita melakukan budidaya ikan ataupun udang,” tegas Dirjen Slamet Soebjakto, saat melakukan Webinar Budidaya Pakan Alami Tubifex.

Tubifex atau cacing sutera, merupakan limiting faktor artinya kalau tanpa tubifex, produksi benih akan terganggu. Seperti pada komoditas produksi benih lele dan patin dan juga gurame, tubifex ini keberadaannya tidak bisa dihilangkan, artinya ini menjadi esensial dan sangat penting sekali.

Bukan hanya tubifex, pakan alami seperti, rotifera, artemia, moina ataupun daphnia ini juga merupakan suatu kunci untuk budidaya ikan ataupun udang. “Orang jarang sekali melihat padahal pakan alami punya peranan sangat penting atau bahkan dianggap sebagai pondasi dalam berbudidaya ikan,” sambung Slamet.

Untuk itu, Slamet menghimbau, untuk terus menekankan agar kegiatan budidaya pakan alami terus dikembangkan di UPT Perikanan Budidaya, Badan riset dan lainnya. Karena tubifex dan juga pakan alami lainnya seperti daphnia, cladosera, kedepannya punya potensi bisnis yang menarik bahkan bisa menjadi skala industri.

“Bukan hanya tubifex, kedepan ini kita akan spesialisasikan untuk jenis-jenis pakan alami. Karena, kalau kita ingin membangun industri benih maka industri pakan alami juga harus dibangun, sehingga nanti akan ada spesialisasi orang khusus membangun rotifera saja, memproduksi tubifex saja, ada yang memproduksi chlorella saja. Dengan begitu industrialisasinya dapat dibangun kokoh,” papar Slamet.

Untuk mencapai itu semua, Slamet menyarankan, langkah yang harus di tempuh, pertama yaitu input produksi, jelas diperlukan secara berkesinambungan. Kedua, volume sesuai seperti yang diperlukan.

Dan yang ketiga tentunya kualitas harus dijamin dan dijaga dengan sebaik mungkin. Sebagai contoh kalau kita produksi tubifex biasanya kita dapat di saluran, kolam-kolam irigasi, maka biosecurity serta higienismenya kurang terjamin.

Sebab BBPBAT Sukabumi sudah berhasil dengan metode apartemennya, dan BPBAT Tatelu sudah berhasil dengan kolamnya, dan beberapa pengusaha juga sudah ada, termasuk dulu di Sleman yang produksi cacing sutera disawah, tetapi belum bisa dijaga kebersihan dan kualitasnya.

“Karena tubifex yang akan kita berikan adalah tubifex yang betul-betul murni tidak membawa penyakit. Sehingga dalam berbudidaya, kita harus menggunakan wadah yang terkontrol," ujar Slamet.

Seperti diketahui bahwa artemia dan tubifex harganya mahal, karena dalam membudidayakannya membutuhkan keahlian. Namun begitu, itu semua bisa dipelajari tinggal kemauan dan keuletan kita semua untuk menjalaninya.

“Pakan alami mempunyai nilai ekonomi yang tinggi, makanya kalau digarap dengan baik, akan mempunyai nilai tambah, dan baik juga untuk kesejahteraan pembudidaya,” sambung Slamet.

Untuk itu, Slamet melihat pentingnya pakan alami ini, saya mengajak seluruh stakeholder, baik UPT yang ada pusat maupun daerah dan juga di litbang serta semuanya yang terlibat dalam produksi ikan ini khususnya pembenihan, sama-sama mengembangkan pakan alami ini secara berkesinambungan, agar produktifitas perikanan budidaya kita terus meningkat. Sehingga baik untuk memajukan perekonomian nasional dan kesejahteraan pembudidaya ikan tentunya.

Sementara itu, Direktur Pakan dan Obat Ikan DJPB, Mimid Abdul Hamid, menambahkan budidaya pakan alami seperti Cacing sutera atau Tubifex sebagai salah satu pakan alami yang sangat strategis dalam mendukung produksi benih ikan nasional.

“Target produksi untuk ikan di tahun 2020 kurang lebih sebanyak 6,2 juta ton, dan target itu mustahil tercapai jika kita tidak mempunyai benih yang berkualitas. Sementara untuk mendapatkan benih yang berkualitas, harus didukung juga dengan pakan alami yang berkualitas”, kata Mimid.

Dan saat ini, kata Mimid, jumlah kebutuhan cacing sutera juga sangat besar, karena kebutuhan akan benih yang terus meningkat. Harga untuk cacing sutera atau tubifex diluar jawa berkisar 80 ribu rupiah per liter.

“Dengan webinar ini diharapkan dapat memecahkan masalah pakan alami, sehingga dapat secara kesinambungan dan bernilai ekonomis, serta bisa dijadikan mata pencaharian pembudidaya ikan dan bisa memperoleh penghasilan yang lumayan untuk mencukupi kebutuhan. Dan tentu saja target-target produksi perikanan yang telah ditetapkan dapat tercapai,” harap Mimid.

BERITA TERKAIT

Kemendag Tinjau Implementasi Permendag Nomor 7 Tahun 2024

NERACA Tanggerang – Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan mengunjungi area pabean di Bandara Soekarno-Hatta  di  Tangerang, untuk meninjau  implementasi  dari Peraturan …

Di IABF 2024, KKP Tawarkan Peluang Hilirisasi Perikanan

NERACA Jakarta – Kementerian Keluatan dan Perikanan (KKP) menawarkan investasi di sisi hilir komoditas kelautan dan perikanan. Selain peluangnya yang…

Perkuat Perdagangan Indonesia " Selandia Baru

NERACA Paris – Selandia Baru merupakan salah satu mitra penting Indonesia di bidang perdagangan. Indonesia   dan Selandia Baru memiliki komitmen…

BERITA LAINNYA DI Perdagangan

Kemendag Tinjau Implementasi Permendag Nomor 7 Tahun 2024

NERACA Tanggerang – Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan mengunjungi area pabean di Bandara Soekarno-Hatta  di  Tangerang, untuk meninjau  implementasi  dari Peraturan …

Di IABF 2024, KKP Tawarkan Peluang Hilirisasi Perikanan

NERACA Jakarta – Kementerian Keluatan dan Perikanan (KKP) menawarkan investasi di sisi hilir komoditas kelautan dan perikanan. Selain peluangnya yang…

Perkuat Perdagangan Indonesia " Selandia Baru

NERACA Paris – Selandia Baru merupakan salah satu mitra penting Indonesia di bidang perdagangan. Indonesia   dan Selandia Baru memiliki komitmen…