Menghindari Kata Jangan Pada Anak

 

 

Sering sekali para psikologi mengingatkan kepada orang tua tentang bagaimana berkomunikasi dengan anak, utamanya cara melarang anak melakukan sesuatu yang tidak diperbolehkan. 2014 lalu, sering saya membaca buku parenting bahwa orang tua baiknya menghindari kata “jangan!” kepada anak dengan beragam alasan. Tetapi pada 2018, muncul beragam artikel bahwa kata “jangan” tentu boleh digunakan sesuai konteksnya.

Kata “jangan” menjadi paradoks dalam pola pengasuhan. Memang betul dalam beberapa hal, kata ini membatasi gerak gerik anak, tapi di sisi lain memang tidak semua hal boleh dilakukan oleh anak, artinya perlu memikirkan cara berkomunikasi efektif agar anak tahu bahwa sesuatu itu dilarang karena berbahaya untuk dirinya.

Menurut Nurul Aeni, sebagai Founder Komunitas Media Pembelajaran (Komed), sangat sederhana mengapa kata “jangan” baiknya dihindari. Pertama, biasanya setelah kata jangan muncul kata berlawanan yang dimaksudkan oleh si pelarang (orang tua). Sebagai contoh, “jangan berdiri!” (artinya: anak diminta untuk duduk). Anak pasti bingung, karena bisa jadi tidak memahami apa arti dari “jangan” sehingga ia akan melakukan sesuatu yang dia pahami yaitu “berdiri”.

“Kedua, kata apa yang biasanya anak ucapkan ketika kita mengajarinya sebuah kalimat? Sering kali untuk anak yang baru belajar bicara, ia hanya akan mengulangi kata terakhir dari kalimat yang ia dengar. Sebagai contoh, kita minta mereka mengulangi kalimat ini “jangan makan sambil berdiri!”, seorang anak cenderung mudah mengingat akhir kata dari kalimat tersebut, yaitu “berdiri” dan itulah yang akan ia lakukan”, lanjut Nurul Aeni.

Sebagaimana saat kita pertama kali mengajarkan anak hafalan ayat pendek, dia hanya akan mengulangi kata akhirnya. Misalkan kita minta anak mengucapkan “qul huwallahu ahad”, kebanyakan dari mereka akan mengulanginya dengan kata “ahad”.

“Anak sangatlah cerdas, masa golden age itu tentu harus kita manfaatkan dengan stimulus yang tepat, artinya sesuai porsinya. Bisa jadi di usia itu, kemampuan mengulang kembali belum bisa mengulang sebuah kalimat, apalagi kalimat kompleks. Sehingga jika ingin memberikan intruksi, maka gunakan bahasa yang sederhana dan langsung dipahami, kita bisa mengubah kata “jangan berdiri!” dengan kata “yuk duduk!”, begitupun dengan kata atau kalimat lainnya," tutup Nurul Aeni.

BERITA TERKAIT

Jadikan Buku Sebagai Sumber Industri Kreatif Berbasis Konten

  Ketua Umum Ikatan Penerbit Indonesia (Ikapi) Arys Hilman Nugraha menyatakan Indonesia International Book Fair (IIBF) yang diselenggarakan pada 24-28 September 2025…

Tren Paternity Leave dan Pentingnya Peran Perusahaan Terapkan Budaya Kerja Inklusif

  Setiap tahunnya, perjalanan perempuan Indonesia meraih kesetaraan dan merasa lebih berdaya dicerminkan dari perayaan semangat di Hari Kartini Era…

Pentingnya Penjurusan dalam Dunia Pendidikan

  Pakar sekaligus Kepala Pusat Riset Pendidikan, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Trina Fizzanty menekankan penjurusan penting dilakukan pada…

BERITA LAINNYA DI

Jadikan Buku Sebagai Sumber Industri Kreatif Berbasis Konten

  Ketua Umum Ikatan Penerbit Indonesia (Ikapi) Arys Hilman Nugraha menyatakan Indonesia International Book Fair (IIBF) yang diselenggarakan pada 24-28 September 2025…

Tren Paternity Leave dan Pentingnya Peran Perusahaan Terapkan Budaya Kerja Inklusif

  Setiap tahunnya, perjalanan perempuan Indonesia meraih kesetaraan dan merasa lebih berdaya dicerminkan dari perayaan semangat di Hari Kartini Era…

Pentingnya Penjurusan dalam Dunia Pendidikan

  Pakar sekaligus Kepala Pusat Riset Pendidikan, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Trina Fizzanty menekankan penjurusan penting dilakukan pada…