PK Boleh Dua kali untuk Keadaan Tertentu

NERACA

Jakarta – Pengajuan peninjauan kembali (PK) yang dibatasi hanya sekali dianggap menyimpang dari pleno kamar pidana Mahkamah Agung (MA). Pasalnya, dalam pleno di MA sempat disepakati PK boleh dilakukan dua kali.

Hakim agung Gayus Lumbuun mengatakan, dalam rapat pleno MA untuk kamar pidana, menyepakati Peninjauan Kembali bisa dilakukan sebanyak dua kali. PK hanya boleh menambah satu kali setelah PK pertama. Jumlah Peninjauan Kembali sebanyak dua kali diberikan karena keadilan harus diberikan pada terpidana yang baru menemukan novum setelah PK pertama diajukan.

"Kalau PK sekali maka keadilan pada orang yang punya hak asasi tertinggalkan. Tapi kalau PK berulang-ulang juga tidak benar. Maka Peninjauan Kembali hanya boleh tambah satu kali setelah yang pertama. Itu merupakan hasil pleno yang direkomendasikan," kata Gayus di Jakarta, Rabu (10/6).

Gayus juga menambahkan pengajuan PK perlu diatur karena saat norma PK diuji di MK, MK tidak menyebutkan berapa kali PK boleh diajukan. Menurutnya MK memang tidak boleh membuat norma baru meskipun mereka tahu seharusnya berapa kali PK diajukan."Putusan PK hanya mengatakan PK boleh lebih dari sekali," tegas dia.

Karena itu, dia pun mengaku heran lantaran tiba-tiba MA malah menerbitkan SEMA 7/2014 yang mengatur PK hanya boleh diajukan sekali. Menurutnya SEMA tersebut telah menyimpang dari pleno kamar pidana, menyimpang dari putusan MK, dan menyimpang dari hak asasi orang yang mencari keadilan.

Menanggapi hal ini, Juru bicara MA Suhadi mengatakan sebelum ada SEMA 7/2014, MA pernah mengeluarkan SEMA nomor 10 Tahun 2009 (SEMA 10/2009). SEMA 10/2009 ini berisi ketentuan Peninjauan Kembali hanya bisa dilakukan maksimal dua kali. Menurutnya PK boleh diajukan untuk kedua kalinya ketika ada bentrokan putusan hukum.

"Misalnya terdapat perkara yang obyeknya sama di dua pengadilan yang berbeda yaitu di pengadilan agama dan pengadilan umum. Proses hukum di dua peradilan tersebut sudah mencapai langkah PK. Tapi putusan PK di pengadilan agama kalah dan di pengadilan umum menang. Jadi itu yang boleh PK dua kali untuk membuka kemungkinan PK untuk satukan putusan. Bukan berarti PK tidak terbatas. Itu eksepsional atau untuk keadaan tertentu," ujar Suhadi.

Suhadi pun menambahkan meski setelah ada SEMA 10/2009, ketentuan yang diatur di dalamnya tidak bertentangan dengan SEMA 7/2014. Sebab SEMA 10/2009 bersifat eksepsional dan sudah dikeluarkan sebelum uji materi KUHAP soal PK di MK. Menurutnya tiga sumber UU diantara UU MA, UU Kekuasaan Kehakiman, dan KUHAP mengatur PK hanya sekali. Tapi pada praktiknya ada pertentangan di dua badan peradilan, akhirnya SEMA 10/2009 diterbitkan. Sehingga prinsip pengajuan PK tetap dibatasi satu kali.

Sebelumnya, persoalan PK menjadi polemik lantaran MK membatalkan norma pada KUHAP bahwa PK hanya boleh diajukan sekali. Mohar

 

BERITA TERKAIT

Kesenjangan Teknologi di Masyarakat Perlu Diminimalkan

NERACA Jakarta - Anggota DPR Dyah Roro Esti mengatakan, pemerintah bersama pihak-pihak terkait lainnya termasuk Bank Dunia perlu meminimalkan kesenjangan…

Indonesia Potensial dalam Pengembangan Ekonomi Digital

NERACA Jakarta - Wakil Menteri Komunikasi dan Informatika (Wamenkominfo) Nezar Patria mengatakan bahwa Indonesia memiliki potensi yang besar dalam pengembangan…

Urbanisasi Berdampak Positif Jika Masyarakat Punya Keterampilan

NERACA Jakarta - Deputi Bidang Pengendalian Penduduk Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Bonivasius Prasetya Ichtiarto menyatakan bahwa perpindahan…

BERITA LAINNYA DI

Kesenjangan Teknologi di Masyarakat Perlu Diminimalkan

NERACA Jakarta - Anggota DPR Dyah Roro Esti mengatakan, pemerintah bersama pihak-pihak terkait lainnya termasuk Bank Dunia perlu meminimalkan kesenjangan…

Indonesia Potensial dalam Pengembangan Ekonomi Digital

NERACA Jakarta - Wakil Menteri Komunikasi dan Informatika (Wamenkominfo) Nezar Patria mengatakan bahwa Indonesia memiliki potensi yang besar dalam pengembangan…

Urbanisasi Berdampak Positif Jika Masyarakat Punya Keterampilan

NERACA Jakarta - Deputi Bidang Pengendalian Penduduk Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Bonivasius Prasetya Ichtiarto menyatakan bahwa perpindahan…