Tahun Ini, Lifting Minyak Disepakati 945.000 Bph

NERACA

Jakarta - Pemerintah dan DPR sepakat produksi minyak terjual atau "lifting" dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan 2011 sebesar 945.000 barel per hari.

Sesuai APBN 2011, "lifting" ditetapkan sebesar 970.000 barel per hari. Namun, realisasi hingga Juli ini hanya tercapai 905.000 barel per hari.

“Kami harapkan target `lifting` kali ini tidak meleset lagi,” kata Ketua Komisi VII DPR Teuku Riefky Harsya saat membacakan kesepakatan hasil rapat kerja Komisi VII DPR dengan Menteri ESDM Darwin Saleh di Jakarta, Kamis.

Rapat juga menyepakati asumsi harga minyak Indonesia (Indonesia crude price/ICP) dalam RAPBN Perubahan 2011 sebesar US$ 95 per barel.

Menurut Riefky, berdasarkan realisasi tersebut, pemerintah dan DPR sepakat dengan asumsi 945.000 barel per hari.

Sementara Menteri ESDM Darwin Z. Saleh mengatakan, asumsi 945.000 barel per hari memang bukan pekerjaan mudah. “Namun, kami siap mencapai target itu,” ujarnya.

Dia mengatakan, pihaknya akan membuat kebijakan terobosan untuk mengatasi kendala pencapaian target seperti tumpang tindih lahan.

Darwin menyebut, Badan Pelaksana Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) memang cenderung pesimis sesuai kewenangannya sebagai pelaksana. “Sementara, kami sebagai pengambil kebijakan tentunya harus optimistis agar memberikan hasil terbaik bagi anggaran,” tuturnya.

Sebelumnya, pada rapat dengan Komisi VII DPR, Rabu (6/7), Kepala BP Migas R Priyono memperkirakan produksi minyak pada 2011 hanya mencapai 920.000 barel per hari. "Produksi tidak sesuai perkiraan karena beberapa proyek terhambat realisasinya. Ini kenyataan di lapangan yang secara teknis kita hadapi," katanya.

Perkiraan sebelumnya, produksi April ditargetkan mencapai 914.735, Mei 919.635, dan Juni 2011 sebesar 931.798 barel per hari. Namun realisasinya, produksi April hanya 905.424, Mei 904.184, dan bahkan Juni anjlok 893.555 barel per hari.

Priyono melanjutkan, pihaknya bisa saja mencapai produksi 945.000 barel per hari, namun dengan asumsi ada optimasi produksi melalui kebijakan yang drastis (out of the box).

 

Kebijakan drastis tersebut akan meningkatkan produksi dari 920.000 menjadi 945.000 barel per hari atau bertambah 25.000 barel per hari.

Rinciannya, percepatan investasi dan operasional di PT Pertamina EP dengan tambahan produksi 9.000 barel per hari, pembebasan lahan pemboran di PT Chevron Pacific Indonesia dengan potensi tambahan 3.000 barel per hari, dan pengadaan proses fasilitasi di Mobil Cepu Limited 3.000 barel per hari.

Selanjutnya, percepatan perbaikan peralatan produksi di Total EP Indonesie dengan tambahan 3.000 barel per hari, perijinan pengunaan jalan dari bupati di PT Sele Raya 2.000 barel, dan percepatan pengadaan rig PT PHE ONWJ 1.000 barel.

Lalu, percepatan pengadaan rig di PT PHE WMO 1.000 barel per hari, pembebasan lahan di PT PHE PPEJ 1.000 barel, memulai tahap produksi PT SPE 1.000 barel, dan percepatan pengadaan FSO Kangean Energy 1.000 barel.

Tunda Kenaikan Elpiji

Sementara itu, dalam siaran persnya, VP Communication Corporate Pertamina, Mochammad Harun menyatakan, Pertamina menunda kenaikan harga elpiji non subsidi untuk kemasan tabung 50 kg. Penundaan dilakukan karena Pertamina tidak mendapatkan izin dari Kementerian ESDM

“Pertamina diminta pemerintah tinjau ulang kenaikan harga elpiji 50 Kg. Jadi Pertamina kembali menunda kenaikan harganya,” kata Harun.

Harun menilai, penundaan kenaikan harga tersebut tidak sehat, mengingat sebagai korporasi Pertamina berkewajiban untuk menghasilkan laba. “Dengan harga jual saat ini, Pertamina tidak dapat menambah volume penjualan elpiji industri karena semakin besar volume penjualan elpiji, semakin banyak pula laba Pertamina yang tergerus,” keluhnya.

Harun melanjutkan, harga jual elpiji Pertamina untuk industri (50kg) saat ini adalah Rp 7.355/ kg. Harga tersebut masih di bawah harga pasar yang sudah lebih dari Rp 9.000/kg.

Akibatnya, ungkap Harun, selisih harga jual tersebut selama ini ditanggung oleh Pertamina sehingga menyebabkan berkurangnya laba Pertamina sampai dengan Rp 3,2 triliun di 2010 "Kuartal pertama 2011 saja, bisnis elpiji non subsidi Pertamina sudah memberi kerugian sampai Rp 1 triliun. Kalau harga masih dipertahankan (tidak naik), Pertamina mungkin bisa merugi hingga Rp 3,6 triliun di tahun 2011 untuk elpiji 12 kg, 50 kg, dan bulk,' lanjut Harun.

BERITA TERKAIT

PIS Siap Jadi Agregator Transportasi dan Logistik CCS

NERACA Jerman – PT Pertamina International Shipping (PIS) memaparkan sejumlah strategi dan kesiapan perusahaan untuk dekarbonisasi di Indonesia, salah satunya…

Tingkatkan Ekspor, 12 Industri Alsintan Diboyong ke Maroko

NERACA Meknes – Kementerian Perindustrian memfasilitasi sebanyak 12 industri alat dan mesin pertanian (alsintan) dalam negeri untuk ikut berpartisipasi pada ajang bergengsi Salon International de l'Agriculture…

Hadirkan Profesi Dunia Penerbangan - Traveloka Resmikan Flight Academy di KidZania Jakarta

Perkaya pengalaman inventori aktivitas wisata dan juga edukasi, Traveloka sebagai platform travel terdepan se-Asia Tenggar hadirkan wahana bermain edukatif di…

BERITA LAINNYA DI Industri

PIS Siap Jadi Agregator Transportasi dan Logistik CCS

NERACA Jerman – PT Pertamina International Shipping (PIS) memaparkan sejumlah strategi dan kesiapan perusahaan untuk dekarbonisasi di Indonesia, salah satunya…

Tingkatkan Ekspor, 12 Industri Alsintan Diboyong ke Maroko

NERACA Meknes – Kementerian Perindustrian memfasilitasi sebanyak 12 industri alat dan mesin pertanian (alsintan) dalam negeri untuk ikut berpartisipasi pada ajang bergengsi Salon International de l'Agriculture…

Hadirkan Profesi Dunia Penerbangan - Traveloka Resmikan Flight Academy di KidZania Jakarta

Perkaya pengalaman inventori aktivitas wisata dan juga edukasi, Traveloka sebagai platform travel terdepan se-Asia Tenggar hadirkan wahana bermain edukatif di…