Menengok Industri Sepatu Cibaduyut - Masih Eksis Meski Bersaing dengan Produk China

Belasan tahun silam, pamor kawasan Cibaduyut sebagai kawasan sentra industri sepatu sangat kinclong. Namun secara perlahan, kilauan itu mulai memudar. Meski begitu, para pengrajin sepatu yang tersisa masih terus bertahan. Banjirnya produk sepatu impor asal China juga tak membuat daya tahan mereka kendur. Hanya saja, pemerintah perlu menyiapkan jusrus pamungkas untuk mengangkat kembali Cibaduyut sebagai pusatnya sepatu Indonesia.

------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------ 

Masuknya produk alas kaki dari Cina diakui memang memberikan pengaruh bagi industri sepatu di Cibaduyut, Bandung. Banyak  toko-toko yang semula memajang sepatu kini beralih menjual produk lain, semisal pakaian dan makanan.

Bukan hanya itu, produk sepatu yang dijual di toko-toko tersebut kini sudah banyak yang berasal dari Cina yang dipasarkan dengan harga amat murah.

Namun demikian, para pengrajin sepatu dari Cibaduyut mengaku keberatan bila industri mereka dikatakan terpuruk atau gulung tikar. Gun Gun, salah seorang  pelaku industri sepatu di Cibaduyut mengatakan, secara jumlah toko memang  mengalami penurunan. Dari sekitar 800-an toko menjadi 600-an toko, atau  berkurang sekitar 200-an.

Menurut Gun Gun, berkurangnya jumlah toko tersebut bukan karena gulung tikar, melainkan akibat adanya pembangunan perumahan sehingga para pelaku industri tersebut pindah ke daerah pinggiran di Kabupaten Bandung yang berbatasan dengan Cibaduyut, Kota Bandung. “Mereka juga ada yang pindah ke daerah Banjaran, Soreang dan Cimahi,” ucapnya akhir pekan lalu.

Gun Gun juga mengakui, kecenderungan pertumbuhan industri alas kaki memang berkurang. Hal itu disebabkan kurangnya sumber daya manusia (SDM) dan kurangnya kreatifitas dalam memasarkan. “Orang tua yang tadinya punya usaha sepatu tidak mewariskan ilmunya ke anaknya. Mereka lebih memilih agar anaknya bekerja di  bidang yang lain saja,” ucapnya.

Menurut pria yang sudah terjun ke industri sepatu sejak  tahun 1990 itu, industri alas kaki yang bisa bertahan hingga sekarang adalah industri yang independen dan memiliki nilai tawar. “Kita kalah saing dari Cina untuk sepatu anak-anak dan wanita. Tetapi untuk sepatu laki-laki kita masih bersaing karena kualitasnya jauh lebih unggul dari Cina,” ujarnya.

Gun Gun juga menyatakan sulit bagi pelaku industri alas kaki untuk bisa menyaingi produk Cina. Selain bahan baku yang mulai sulit didapat, teknologi mesin sepatu di Indonesia merupakan teknologi bekas dari Cina. “Itu juga teknologi yang sudah ke berapa. Mungkin sudah tidak digunakan lagi di sana,”  imbuhnya.

Asep Dedi, pelaku industri sepatu lainnya mengatakan, produk  Cina lebih murah tanpa memperhatikan kualitas dan kenyamanan konsumen. Menurut  dia, produk Cina tidak terbuat dari kulit asli sehingga tidak menyerap keringat yang menyebabkan ketidaknyamanan saat dipakai. “Mereka bisa jual produk yang  aslinya Rp 400 ribu menjadi Rp 40 ribu, tapi tidak nyaman dan panas saat  dipakai. Sedangkan produk kita 80 % handmade dan terbuat dari kulit asli,” terangnya.

Pelaku industri lainnya, Anton Girsang juga keberatan dengan penilaian yang menyatakan usaha sepatu Cibaduyut terpuruk. Menurut dia, sebanyak 7 kelurahan di wilayah tersebut dihidupi dari industri sepatu.

Anton mengatakan, dirinya memiliki 6 toko di Sentra industri sepatu Cibaduyut dengan sekitar 60 indutri binaan yang tersebar antara Cibaduyut dan wilayah perbatasan lainnya. “Dalam sebulan sepatu saya bisa terjual hingga 4.000 pasang,” ucapnya.

Anton juga mengaku mendapatkan penghasilan yang cukup besar  dari penjualan tersebut.

Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Jawa Barat Ferry Sofwan Arif menyatakan, beberapa merek yang dijual di super market diproduksi di Cibaduyut. Menurut dia, Cibaduyut akan didorong menjadi branch untuk sepatu dengan membuat standarisasinya.

Selain itu, Fery berharap agar kulit dengan kualitas tinggi tidak terlalu banyak yang diekspor ke luar negeri. Dia juga berharap bukan hanya ada industri kulit saja, melainkan ada industri menengah yang  memproduksi sol sepatu dan tali sepatu.

“Harapannya kita bisa bersaing dan tidak mengandalkan impor dari luar,” ucapnya.

Sementara itu, Dirjen Industri Kecil dan Menengah Euis Saedah menjelaskan, masalah yang terjadi di industri alas kaki antara lain, keterbatasan bahan baku kulit dan bahan  penolong seperti lem, sol, aksesoris, dan bahan pendukung lainnya. Hal ini  disebabkan suplai kulit mentah dalam negeri terbatas, pengadaan kulit mentah impor mengalami kendala teknis dan administrasi dengan badan karantina dan kulit berkualitas baik banyak yang diekspor karena pengenaan pajak ekspor 10%  belum efektif untuk menghambat ekspor kulit berkualitas tersebut.

“Bahan baku jadi permaslahan karena tidak hanya ketersediaannya yang terbatas, tapi juga karantina terlalu ketat takut terkena penyakit kulit dan kuku. Kulit Indonesia juga banyak yang diekspor, padahal  kulit Indonesia yang terbaik di dunia,” kata Euis.

Dia menambahkan, teknologi produksi konstruksi sepatu menggunakan peralatan yang sederhana sehingga kualitas dan produktivitas terbatas. “Desainnya juga kurang bisa mengikuti perkembangan pasar, karena tidak mampu dalam pengadaan acuan dalam upaya menghasilkan desain yang baru. Acuan di kita masih pakai kayu dan kayu gampang mengkerut. Sedangkan acuan dari plastik mahal,” ucapnya.

Selain itu, penyebab mundurnya industri sepatu Cibaduyut, karena jiwa kewirasuasahaan yang tidak diwariskan ke generasi berikutnya. Wirausaha ingin anaknya bekerja di tempat lain. “Ahlinya sudah banyak yang berkurang. Sekarang yang ada tukang sepatu bukan artis sepatu. Ini karena kurangnya minat SDM kalangan muda di industri alas kaki disebabkan penghasilan yang diperoleh relatif kecil,” terangnya.

 

BERITA TERKAIT

PIS Siap Jadi Agregator Transportasi dan Logistik CCS

NERACA Jerman – PT Pertamina International Shipping (PIS) memaparkan sejumlah strategi dan kesiapan perusahaan untuk dekarbonisasi di Indonesia, salah satunya…

Tingkatkan Ekspor, 12 Industri Alsintan Diboyong ke Maroko

NERACA Meknes – Kementerian Perindustrian memfasilitasi sebanyak 12 industri alat dan mesin pertanian (alsintan) dalam negeri untuk ikut berpartisipasi pada ajang bergengsi Salon International de l'Agriculture…

Hadirkan Profesi Dunia Penerbangan - Traveloka Resmikan Flight Academy di KidZania Jakarta

Perkaya pengalaman inventori aktivitas wisata dan juga edukasi, Traveloka sebagai platform travel terdepan se-Asia Tenggar hadirkan wahana bermain edukatif di…

BERITA LAINNYA DI Industri

PIS Siap Jadi Agregator Transportasi dan Logistik CCS

NERACA Jerman – PT Pertamina International Shipping (PIS) memaparkan sejumlah strategi dan kesiapan perusahaan untuk dekarbonisasi di Indonesia, salah satunya…

Tingkatkan Ekspor, 12 Industri Alsintan Diboyong ke Maroko

NERACA Meknes – Kementerian Perindustrian memfasilitasi sebanyak 12 industri alat dan mesin pertanian (alsintan) dalam negeri untuk ikut berpartisipasi pada ajang bergengsi Salon International de l'Agriculture…

Hadirkan Profesi Dunia Penerbangan - Traveloka Resmikan Flight Academy di KidZania Jakarta

Perkaya pengalaman inventori aktivitas wisata dan juga edukasi, Traveloka sebagai platform travel terdepan se-Asia Tenggar hadirkan wahana bermain edukatif di…