Kiprah Pusri Palembang Mendukung Ketahanan Pangan Nasional - Revitalisasi Pabrik Pupuk Vs Seretnya Pasokan Gas

Kedaulatan pangan bagi bangsa ini tak bisa lagi ditunda. Tanpa pasokan pangan yang mandiri, semisal swa sembada beras, maka ancaman krisis pangan dan kelaparan bakal terus datang menghampiri. Bisa besok, lusa, bulan depan atau tahun depan.

Hanya saja menuju kedaulatan pangan bukan perkara mudah. Banyak syarat yang harus dipenuhi. Salah satunya adalah keamanan pasokan pupuk. Sayangnya, saat ini banyak pabrik pupuk sudah uzur hingga produksinya tak lagi optimal. Kondisi itu diperparah oleh seretnya pasokan gas. Pemerintah leih suka gas produksi negara ini dijual ke negara lain daripada untuk memenuhi kebutuhan industri lokal, termasuk industri pupuk yang merupakan tulang punggung menuju kedaulatan pangan bangsa.

------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Perasaan banyak pelaku industri berbuncah senang saat ditemukan sumur gas di Donggi dan Senoro bakal dieksploitasi. Harapannya, hasil produksi dari sumur gas di sana akan dialokasikan untuk industri dalam negeri.

Apalagi, banyak sektor industri di dalam negeri yang kelangsungan bisnisnya sangat bergantung pada ketersediaan pasokan gas yang stabil dan memadai. Tercatat, tidak sektor industri yang mengandalkan pasokan gas, yaitu produsen keramik, produsen listrik dan produsen pupuk.

Dengan gas yang memadai, industri keramik bisa memproduksi keramik dan sanitary yang mampu bersaing dengan buatan China. Sementara Perusahaan Listrik Negara (PLN), bakal mampu menurunkan biaya produksi hingga tarif dasar listrik bisa diturunkan. Begitu juga dengan produsen pupuk yang bakal bisa memaksimalkan produksi pupuknya jika tersedia gas yang cukup.

Namun kebijakan pemerintah berbeda dengan keinginan sektor industri. Data dari BP Migas menunjukan pemerintah takut mengurangi jatah untuk ekspor daripada membela kepentingan dalam industri dalam negeri.

Lihat saja faktanya. Pada tahun 2010 lalu, dari realisasi sebesar 854,88 BBTUD, gas yang dikucurkan untuk pasar ekspor sebanyak 4.311,58 BBTUD atau 49,82% dari total produksi. Sementara untuk pasokan domestik hanya berselisih tipis, yaitu sebanyak 4.342,71 BBTUD atau sekitar 50,18%. Dalam tahun ini, pasokan gas meningkat menjadi 1.510,6 BBTUD. Namun sebanyak 3.322 BBTUD atau 43,22% dialokasikan untuk memasok pasar ekspor.

Dengan pasokan yang ada, industri nasional masih kekurangan pasokan. Apalagi jika akan melakukan pengembangan usaha untuk menambah kapasitas produksi.

Lihat saja kepusingan manajemen PT Pupuk Sriwijaya (Pusri) Palembang yang masih menunggu alokasi pasokan gas untuk pabrik barunya. Padahal, keberadaan pabrik baru tersebut sangat mendesak. Lantaran Pusri harus segera melakukan revitalisasi pabriknya demi efisiensi dalam proses produksi. Apalagi, sudah sejak lama Pusri Palembang berencana melakukan revitalisasi terhadap empat pabrik yang semuanya sudah berusia tua.

Direktur Utama Pusri Palembang Eko Sunarko menyatakan, Pusri harus lebih efisien lagi pada seluruh lini usaha mengingat pabrik-pabriknya yang ada sekarang menggunakan gas lebih boros karena faktor usia. “Harga gas terus mengalami kenaikan sehingga perusahaan harus pandai-pandai melakukan efisiensi,” katanya beberapa waktu silam.

Eko mengungkap, akibat kendala pasokan, maka konsumsi gas Pusri hanya 25 MMBTU per tahun, padahal dengan empat pabrik yang dimiliki seharusnya dibutuhkan 38 MMBTU per tahun, berarti terdapat selisih sekitar 13 MMBTU per tahun. Akibat kendala pasokan gas, maka Pusri tidak mampu men-goptimalkan kapasitas produksi pada empat pabrik yang dimilikinya, idealnya 2.280.000 ton per tahun kalau 100%, sedangkan saat ini baru tercapai 2.050.000 ton pertahun (93%).

Saat ini Pusri masih memegang kontrak pembelian gas sampai dengan tiga tahun mendatang dengan harga USS 3 per MMBTU, namun tidak ada jaminan harga masih akan bertahan di level harga itu dalam tiga tahun mendatang. “Apalagi pada tahun 2013 harga gas diperkirakan akan mengalami kenaikan menjadi USS 5 per MMBTU,” ujar dia.

Terus melonjaknya harga gas membuat Pusri seperti dikejar deadline yang harus segera tuntas. Agar harga gas tidak terlalu tinggi disaat revitalisasi pabrik selesai. Apalagi, konsorsium perbankan yang akan memodali pembangunan pabrik baru Pusri juga sudah siap menggelontorkan dananya. Jika tak segera dimanfaatkan, boleh jadi bunga kredit nantinya bisa lebih tinggi.

Hanya saja, keinginan kencang Pusri untuk segera membangun pabrik baru seperti bertepuk sebelah tangan. Lantaran, ketersediaan pasokan gas tidak memadai. Pemerintah memang mengaku akan memasok kebutuhan gas untuk revitalisasi industri pupuk. Tapi realisasinya memang masih jauh panggang dari api.

Menteri Perindustrian MS Hidayat yang ingin masalah di industri pupuk segera rampung, mengusulkan adanya impor gas. Alasannya, Qatar sudah menawarkan. Namun, Hidayat mengaku belum menemukan solusi jitu jika Qatar meminta harga tinggi untuk pasokan gasnya.

Menurut Hidayat, tingginya harga pembelian gas akan menyulitkan industri pupuk dalam negeri untuk mencapai tingkat keekonomian. Pada gilirannya akan berimbas besar pada sistem ketahanan pangan nasional.

Ia mengungkapkan, harga keekonomian gas di pabrik pupuk maksimal US$6 per mile mile british thermal unit (MMBTU). Adapun harga gas saat ini sekitar US$7,5 per MMBTU. “Makanya kita terus pikirkan dan cari solusi yang terbaik," ujarnya.

Opsi melakukan impor, lanjutnya, juga dilakukan dalam rangka menunggu realisasi upaya yang lain dalam memenuhi pasokan gas. Yakni, pembangunan receiving terminal LNG (liquefied natural gas). Pembangunan terminal LNG membutuhkan waktu dua tahun, sementara kebutuhan gas industri dalam kurun waktu tersebut sangat mendesak.

Hidayat menyatakan pasokan gas bagi industri pupuk dalam negeri masuk dalam prioritas program kabinet. Ia juga mengharapkan kecukupan gas untuk industri bisa disuplai minimal untuk jangka waktu 10 tahun. "Ini akan selesai jika inpres (instruksi presiden) soal revitalisasi pabrik pupuk segera dikeluarkan. (Pasokan) juga harus cukup untuk 10 tahun. Kalau tidak, ketahanan pangan tidak akan jalan," tandasnya.

Kekhawatiran Hidayat sebenarnya tak perlu terjadi jika pemerintah berani mengambil resiko mengurangi pasokan gas untuk ekspor. Namun, tampaknya pemerintah lebih memilih menjaga nama baikna di mata negara lain daripada mengedepankan revitalisasi industri pupuk yang sangat penting dalam menjaga ketahanan pangan. Mungkin saja, urusan ketahanan pangan belum menjadi prioritas penting bagi pemerintah saat ini.

BERITA TERKAIT

PIS Siap Jadi Agregator Transportasi dan Logistik CCS

NERACA Jerman – PT Pertamina International Shipping (PIS) memaparkan sejumlah strategi dan kesiapan perusahaan untuk dekarbonisasi di Indonesia, salah satunya…

Tingkatkan Ekspor, 12 Industri Alsintan Diboyong ke Maroko

NERACA Meknes – Kementerian Perindustrian memfasilitasi sebanyak 12 industri alat dan mesin pertanian (alsintan) dalam negeri untuk ikut berpartisipasi pada ajang bergengsi Salon International de l'Agriculture…

Hadirkan Profesi Dunia Penerbangan - Traveloka Resmikan Flight Academy di KidZania Jakarta

Perkaya pengalaman inventori aktivitas wisata dan juga edukasi, Traveloka sebagai platform travel terdepan se-Asia Tenggar hadirkan wahana bermain edukatif di…

BERITA LAINNYA DI Industri

PIS Siap Jadi Agregator Transportasi dan Logistik CCS

NERACA Jerman – PT Pertamina International Shipping (PIS) memaparkan sejumlah strategi dan kesiapan perusahaan untuk dekarbonisasi di Indonesia, salah satunya…

Tingkatkan Ekspor, 12 Industri Alsintan Diboyong ke Maroko

NERACA Meknes – Kementerian Perindustrian memfasilitasi sebanyak 12 industri alat dan mesin pertanian (alsintan) dalam negeri untuk ikut berpartisipasi pada ajang bergengsi Salon International de l'Agriculture…

Hadirkan Profesi Dunia Penerbangan - Traveloka Resmikan Flight Academy di KidZania Jakarta

Perkaya pengalaman inventori aktivitas wisata dan juga edukasi, Traveloka sebagai platform travel terdepan se-Asia Tenggar hadirkan wahana bermain edukatif di…