Benahi Angkutan Massal KA

Ketika kereta api lokal maupun KRL Commuter Line kini menjadi pilihan masyarakat Jabodetabek, PT KAI dan anak perusahaannya PT KCJ sejatinya harus cepat tanggap dalam mengantisipasi kelancaran, ketepatan dan kapasitas angkut yang memadai sehingga aspek pelayanan mendapat prioritas utama dari pimpinan manajemen BUMN tersebut.

Kasus penyanderaan kereta api lokal ekonomi oleh ratusan masyarakat di Stasiun Daru, Tangerang, Banten, Kamis (3/5), merupakan bukti gambaran buruknya pengelolaan angkutan massal tersebut. Dimana PT Kereta Api Indonesia (KAI) tanpa berkoordinasi terlebih dulu dengan aparat keamanan dan Pemda setempat, seenaknya memutuskan membatasi kapasitas angkut dengan kondisi yang ada, di saat jumlah penumpang sangat tinggi, sementara gerbong dan jumlah rangkaian KA masih terbatas.

Karena itu itu, kita menilai Keputusan Menhub No. KM 8 Tahun 2001 yang dijadikan dasar membatasi kapasitas angkut kereta api lokal ekonomi sangat tidak layak dijadikan pedoman manajemen PT KAI. Bagaimanapun, pemerintah dan BUMN itu tidak bisa bertindak “semau gue” tanpa memperhatikan animo masyarakat yang tinggi kepada angkutan "rakyat" itu.

Tidak hanya itu. Seringkali para kepala stasiun (KS) bersikap sebagai apa adanya dalam mengatur pemberangkatan kereta api. Padahal, penetapan jadwal pemberangkatan KRL CL misalnya dari Bekasi Pk. 09.45 dan 10.15 sering mengalami keterlambatan parah sekali. Persoalannya, KS terlihat tidak berani bersikap mengambil keputusan segera memberangkatkan kereta yang sudah terlambat dari jadwalnya, bahkan kalau pun ada rangkaian KRL yang datang seharusnya dapat mengangkut penumpang, ternyata seringkali KRL itu malah langsung masuk depo. Padahal jumlah penumpang sudah menumpuk menunggu untuk pemberangkatan pk. 09.45 dan 10.15 dari stasiun Bekasi.

Kereta api yang kini menjadi tumpuan banyak masyarakat di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi (Jabodetabek), bahkan juga bagi masyarakat Merak dalam beraktivitas sehari-hari. Idealnya, Kementeraian Perhubungan menugasi PT KAI meningkatkan pelayanan KRL ekonomi maupun commuter line di wilayah Jabodetabek. Dan sebagai angkutan massal yang menjadi tumpuan tidak kurang dari 450.000 penumpang per harinya, PT KAI wajar tidak bicara soal untung rugi.

Di sejumlah negara kereta komuter menjadi urat nadi tansportasi publik, di samping bus, subway, train, dan lainnya. Karena itu, aneh apabila KAI justru membatasi jumlah penumpang saat perusahaan BUMN itu belum mampu meningkatkan jumlah rangkaian kereta yang beroperasi, serta saat jenis moda transportasi lainnya belum mampu diadakan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta dan daerah sekitarnya, serta Kementerian Perhubungan.

Terasa sangat janggal, ketika para eksekutif dari pemerintahan pusat dan daerah/kota, legislatif (DPR dan DPRD), juga petinggi dari berbagai BUMN kerap melakukan studi banding ke luar negeri, termasuk terkait transportasi publik, di negeri ini angkutan umum masih saja amburadul, karena dikelola “asal jadi” tanpa memperhatikan pelayanan konsumen secara serius.

Keputusan manajemen PT KAI membatalkan rencana pembatasan penumpang setelah mendapat perlawanan dari masyarakat,  jelas memperlihatkan bagaimana buruknya kinerja mereka. Apa yang dilakukan tidak lebih sekedar coba-coba alias untung-untungan. Semakin aneh, jika apa yang terjadi tidak mendapat reaksi dari Kementerian Perhubungan, Kementerian BUMN, bahkan dari Menteri Koordinator Perekonomian.

Jika pemerintah serius memperhatikan warga negaranya, jumlah KRL CL yang beroperasi seharusnya diperbanyak, bukannya membatasi jumlah penumpang. Itu fakta yang tidak terbantahkan. Jika upaya peningkatan ke arah itu tidak pernah dilakukan, jangan harap angkutan kereta api, terlebih kereta komuter, akan bisa senyaman seperti diharapkan masyarakat.

Ini sama saja pemerintah tidak peduli terhadap rakyatnya. Membiarkan masyarakat bersusah payah naik kereta di tengah ancaman nyawa melayang, karena fasilitas dan sarana perlindungan masyarakat seperti di stasiun Manggarai, sangat tidak terjamin di tengah lalu lalangnya kereta lewat.

 

BERITA TERKAIT

Wujudkan Budaya Toleransi

Pelaksanaan sidang MK sudah selesai dan Keputusan KPU telah menetapkan Prabowo-Gibran sebagai Presiden dan Wapres 2024-2029. Masyarakat telah menjalankan gelaran…

Cegah Dampak El Nino

Ancaman El Nino di negeri belakangan ini semakin kentara, apalagi data BPS mengungkapkan sektor pertanian saat ini hanya berkontribusi sekitar…

Permendag Tak Akomodatif

  Meski aturan pembatasan jenis dan jumlah barang kiriman pekerja migran Indonesia (PMI) sudah dicabut, penumpang pesawat dari luar negeri…

BERITA LAINNYA DI Editorial

Wujudkan Budaya Toleransi

Pelaksanaan sidang MK sudah selesai dan Keputusan KPU telah menetapkan Prabowo-Gibran sebagai Presiden dan Wapres 2024-2029. Masyarakat telah menjalankan gelaran…

Cegah Dampak El Nino

Ancaman El Nino di negeri belakangan ini semakin kentara, apalagi data BPS mengungkapkan sektor pertanian saat ini hanya berkontribusi sekitar…

Permendag Tak Akomodatif

  Meski aturan pembatasan jenis dan jumlah barang kiriman pekerja migran Indonesia (PMI) sudah dicabut, penumpang pesawat dari luar negeri…