Eksistensi Usaha Hiburan di Jakarta Terancam

Eksistensi Usaha Hiburan di Jakarta Terancam

NERACA

Jakarta - Pengusaha hiburan yang tergabung dalam Asosiasi Pengusaha Hiburan Jakarta (Asphija) mengeluhkan besaran pajak yang dibebankan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta. Pasalnya, beban pajak yang tunggi bisa mengancam eksistensi usaha hiburan di Ibukota.

Ketua Asphija, Hana Suryani mengatakan, mengacu pada Peraturan Daerah DKI Jakarta Nomor 10 Tahun 2015 besaran pajak yang dikenakan terhadap usaha hiburan malam seperti karaoke dan diskotek sebesar 25 persen. Bahkan, untuk griya pijat besaran pajaknya mencapai angka 35 persen.

"Besaran pajak sangat mencekik kami kian khawatir serapan tenaga kerja dari usaha hiburan semakin berkurang. Saya berharap, Pak Anies selaku Gubernur DKI Jakarta dapat mengevaluasi besaran pajak itu," ujarnya, melalui keterangan tertulis, Kamis (27/6).

Hana menilai, pemerintah diskriminatif dalam memandang tempat hiburan malam. Padahal, tidak semua tempat hiburan malam negatif.

Hana mencontohkan griya pijat yang terdiri dari berbagai jenis pijat, mulai dari pijat tradisional, refleksi, hingga spa yang sama sekali tidak mengarah ke kegiatan yang negatif.Namun, kata dia, pemerintah mengenakan besaran pajak yang sama kepada mereka, yakni 35 persen.

Mengingat perda yang mengatur besaran pajak tersebut sudah cukup lama, ia berharap Gubernur Anies Baswedan, bisa mengevaluasi mengenai besaran pajak tersebut.

Mediasi DPRD 

Selain itu, Asphija juga ingin bertemu DPRD Jakarta untuk membahas soal besarnya pajak yang harus dibayar pengusaha hiburan malam.

Hana mengatakan, pihaknya akan meminta DPRD Jakarta mengevaluasi besaran pajak yang tertera pada Perda Nomor 10 tahun 2015 tentang Pajak Hiburan."Karena memang ini perda usang harus dievaluasi, semua kebijakan harus dievaluasi," tegas Hana.

Ia mengatakan, evaluasi terhadap perda itu penting dilakukan karena pihaknya merasa tak ada alasan bagi Pemprov DKI untuk menerapkan pajak yang besar kepada para pelaku usaha hiburan malam.

"Usaha hiburan malam itu legal, berarti itu diizinkan oleh negara. Nah, tapi setelah diizinkan kenapa digiring ke arah negatif. Tempat hiburan itu adalah tempat gak benar makanya harus dikasih pajak yang tinggi. Kalau gak benar kenapa dikasih izin. Makanya saya bilang tugas pemerintah itu melakukan pembinaan dan pengawasan," papar Hana.

Penerapan pajak yang tinggi, kata Hana, bisa memicu sejumlah pengusaha melakukan hal-hal negatif untuk mencari pendapatan lebih."Pengusaha hiburan umumnya mengaku kewalahan akan besarnya pajak yang ditetapkan Pemprov DKI," tandasnya. Mohar

 

 

BERITA TERKAIT

PHE ONWJ Raih 3 Penghargaan Dalam Ajang Global CSR and ESG Awards 2024

NERACA Jakarta - Atas komitmen menginisiasi program pemberdayaan masyarakat dan pengelolaan lingkungan hidup yang sustain, PHE ONWJ sabet tiga penghargaan…

Menjadi Tulang Punggung Pengembangan Usaha Ultra Mikro Indonesia, PNM Ikuti 57th APEC SMEWG

NERACA Jakarta – PNM hadir pada forum Asia-Pacific Economic Cooperation Small Medium Enterprises Working Group (APEC SMEWG), ajang yang menjadi…

Raih Award Pembangunan Ekonomi Daerah 2024: - Kota Depok Terbaik Indonesia Turunkan Kemiskinan

NERACA Depok - Pemerintah Kota (Pemkot) Depok memasuki usia hari jadinya ke-25 pada 27 April 2024, kembali meraih prestasi spektakuler…

BERITA LAINNYA DI Ekonomi Daerah

PHE ONWJ Raih 3 Penghargaan Dalam Ajang Global CSR and ESG Awards 2024

NERACA Jakarta - Atas komitmen menginisiasi program pemberdayaan masyarakat dan pengelolaan lingkungan hidup yang sustain, PHE ONWJ sabet tiga penghargaan…

Menjadi Tulang Punggung Pengembangan Usaha Ultra Mikro Indonesia, PNM Ikuti 57th APEC SMEWG

NERACA Jakarta – PNM hadir pada forum Asia-Pacific Economic Cooperation Small Medium Enterprises Working Group (APEC SMEWG), ajang yang menjadi…

Raih Award Pembangunan Ekonomi Daerah 2024: - Kota Depok Terbaik Indonesia Turunkan Kemiskinan

NERACA Depok - Pemerintah Kota (Pemkot) Depok memasuki usia hari jadinya ke-25 pada 27 April 2024, kembali meraih prestasi spektakuler…