Stabilitas Keuangan Hadapi Tiga Tantangan Besar

Stabilitas Keuangan Hadapi Tiga Tantangan Besar
NERACA
Jakarta - Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Juda Agung mengatakan stabilitas sistem keuangan menghadapi tiga tantangan besar, yakni masih tingginya ketidakpastian ekonomi dan pasar keuangan global, risiko digitalisasi keuangan, dan risiko terkait transisi menuju ekonomi hijau.
"Asesmen terhadap risiko stabilitas sistem keuangan paling tidak ada tiga tantangan besar yang saat ini kita hadapi. Pertama, masih tingginya ketidakpastian ekonomi dan pasar keuangan global," kata Juda dalam Peluncuran dan Seminar Kajian Stabilitas Keuangan Nomor 42 di Jakarta, Rabu (27/3).
Menghadapi tantangan tersebut, kebijakan BI tetap fokus pada upaya menjaga stabilitas makro ekonomi dan stabilitas sistem keuangan dengan terus menjaga momentum pertumbuhan ekonomi nasional. Karena itu kebijakan moneter tetap diarahkan pada pro-stabilitas, sedangkan kebijakan makroprudensial diarahkan pada pertumbuhan ekonomi.
Terkait ketidakpastian global, Juda menuturkan inflasi di negara maju sudah mencapai puncaknya. Suku bunga kebijakan di Amerika Serikat (AS) diperkirakan mulai memasuki fase penurunannya di semester II-2024.
Namun, ketidakpastian tentang waktu dan besaran penurunan suku bunga mendorong munculnya ketidakpastian terhadap waktu berakhirnya suku bunga yang tinggi untuk waktu yang lama dari suku bunga kebijakan AS atau Fed Funds Rate (FFR). "Kalau lebih cepat penurunannya tentu saja lebih cepat kondisi suku bunga tinggi di global ini akan berakhir," ujarnya.
Ketidakpastian itu menyebabkan aliran modal masuk ke negara-negara emerging market termasuk juga di Asia dan Indonesia. Di samping itu, ketegangan geopolitik di berbagai belahan dunia belum menunjukkan tanda-tanda akan berakhir.
Di Tiongkok, krisis properti dan lemahnya konsumsi menjadi permasalahan utama yang sedang dihadapi, yang jika tidak ditangani dengan baik akan berdampak pada melemahnya pertumbuhan ekonomi global bahkan meningkatnya risiko stabilitas sistem keuangan global.
Risiko kedua yang perlu terus dipantau bersama adalah risiko yang muncul terkait dengan digitalisasi keuangan. Di satu sisi, digitalisasi sebagai inovasi keuangan mempermudah akses, mendorong inklusi keuangan dan pendalaman pasar keuangan.
Namun di sisi lain, digitalisasi memiliki potensi dampak pada munculnya sejumlah risiko stabilitas sistem keuangan termasuk meningkatnya risiko interkoneksi dengan bank dan munculnya berbagai model bisnis baru yang risikonya mungkin belum dikenali sebelumnya.
Selanjutnya, risiko ketiga terkait dengan transisi menuju ekonomi hijau. Dalam hal ini, risiko yang dihadapi perbankan meliputi risiko transisi termasuk kebijakan di dalam pengurangan emisi karbon seperti pajak karbon dan sebagainya.
Perbankan juga menghadapi risiko kredit terkait dengan kemampuan debitur dalam perubahan pasar, dan perubahan kebijakan terkait dengan ekonomi hijau. Perbankan juga berhadapan dengan risiko reputasi jika kebijakan-kebijakan terkait dengan pengurangan emisi tidak dilakukan.

 

NERACA


Jakarta - Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Juda Agung mengatakan stabilitas sistem keuangan menghadapi tiga tantangan besar, yakni masih tingginya ketidakpastian ekonomi dan pasar keuangan global, risiko digitalisasi keuangan, dan risiko terkait transisi menuju ekonomi hijau.

"Asesmen terhadap risiko stabilitas sistem keuangan paling tidak ada tiga tantangan besar yang saat ini kita hadapi. Pertama, masih tingginya ketidakpastian ekonomi dan pasar keuangan global," kata Juda dalam Peluncuran dan Seminar Kajian Stabilitas Keuangan Nomor 42 di Jakarta, Rabu (27/3).

Menghadapi tantangan tersebut, kebijakan BI tetap fokus pada upaya menjaga stabilitas makro ekonomi dan stabilitas sistem keuangan dengan terus menjaga momentum pertumbuhan ekonomi nasional. Karena itu kebijakan moneter tetap diarahkan pada pro-stabilitas, sedangkan kebijakan makroprudensial diarahkan pada pertumbuhan ekonomi.

Terkait ketidakpastian global, Juda menuturkan inflasi di negara maju sudah mencapai puncaknya. Suku bunga kebijakan di Amerika Serikat (AS) diperkirakan mulai memasuki fase penurunannya di semester II-2024.

Namun, ketidakpastian tentang waktu dan besaran penurunan suku bunga mendorong munculnya ketidakpastian terhadap waktu berakhirnya suku bunga yang tinggi untuk waktu yang lama dari suku bunga kebijakan AS atau Fed Funds Rate (FFR). "Kalau lebih cepat penurunannya tentu saja lebih cepat kondisi suku bunga tinggi di global ini akan berakhir," ujarnya.

Ketidakpastian itu menyebabkan aliran modal masuk ke negara-negara emerging market termasuk juga di Asia dan Indonesia. Di samping itu, ketegangan geopolitik di berbagai belahan dunia belum menunjukkan tanda-tanda akan berakhir.

Di Tiongkok, krisis properti dan lemahnya konsumsi menjadi permasalahan utama yang sedang dihadapi, yang jika tidak ditangani dengan baik akan berdampak pada melemahnya pertumbuhan ekonomi global bahkan meningkatnya risiko stabilitas sistem keuangan global.

Risiko kedua yang perlu terus dipantau bersama adalah risiko yang muncul terkait dengan digitalisasi keuangan. Di satu sisi, digitalisasi sebagai inovasi keuangan mempermudah akses, mendorong inklusi keuangan dan pendalaman pasar keuangan.

Namun di sisi lain, digitalisasi memiliki potensi dampak pada munculnya sejumlah risiko stabilitas sistem keuangan termasuk meningkatnya risiko interkoneksi dengan bank dan munculnya berbagai model bisnis baru yang risikonya mungkin belum dikenali sebelumnya.

Selanjutnya, risiko ketiga terkait dengan transisi menuju ekonomi hijau. Dalam hal ini, risiko yang dihadapi perbankan meliputi risiko transisi termasuk kebijakan di dalam pengurangan emisi karbon seperti pajak karbon dan sebagainya.

Perbankan juga menghadapi risiko kredit terkait dengan kemampuan debitur dalam perubahan pasar, dan perubahan kebijakan terkait dengan ekonomi hijau. Perbankan juga berhadapan dengan risiko reputasi jika kebijakan-kebijakan terkait dengan pengurangan emisi tidak dilakukan.

BERITA TERKAIT

Penyuluh CSA Kebumen & Purworejo Dukung Kementan Tingkatkan Indeks Pertanaman

NERACA Kebumen - Teknologi hemat air dari paket teknologi Pertanian Cerdas Iklim/Climate Smart Agriculture [CSA] yang dikuasai penyuluh CSA layak…

Peruri : Permintaan Pembuatan Paspor Naik Tiga Kali Lipat

    NERACA Jakarta – Perusahaan Umum Percetakan Uang Republik Indonesia (Perum Peruri) mencatat lonjakan permintaan pembuatan paspor dalam negeri…

Jika BBM Naik, Inflasi Diprediksi Capai 2,5-3,5%

  NERACA Jakarta – Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia memperkirakan inflasi di kisaran 2,5-3,5 persen pada tahun 2024…

BERITA LAINNYA DI Ekonomi Makro

Penyuluh CSA Kebumen & Purworejo Dukung Kementan Tingkatkan Indeks Pertanaman

NERACA Kebumen - Teknologi hemat air dari paket teknologi Pertanian Cerdas Iklim/Climate Smart Agriculture [CSA] yang dikuasai penyuluh CSA layak…

Peruri : Permintaan Pembuatan Paspor Naik Tiga Kali Lipat

    NERACA Jakarta – Perusahaan Umum Percetakan Uang Republik Indonesia (Perum Peruri) mencatat lonjakan permintaan pembuatan paspor dalam negeri…

Jika BBM Naik, Inflasi Diprediksi Capai 2,5-3,5%

  NERACA Jakarta – Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia memperkirakan inflasi di kisaran 2,5-3,5 persen pada tahun 2024…