NERACA
Cirebon - Batik Cirebon saat ini makin diminati konsumen di Indonesia. Namun peningkatan permintaan ternyata tidak diimbangi dengan ketersediaan tenaga pengrajin batik yang ada.
“Penyebabnya utamanya bukanlah turunnya permintaan batik, tapi justru karena kami kesulitan mendapat tenaga kerja pengrajin,” kata Rukadi Suminta, Ketua Asosiasi Produsen Batik Cirebon, di Cirebon, Selasa (19/7).
Menurutnya, pada tiga tahun lalu jumlah industri batik di Cirebon mencapai sekitar 360 IKM. Masing-masing IKM memiliki pengrajin sebanyak 5-10 orang. “Namun sekarang jumlah IKM batik telah menurun hingga 20% karena kekurangan pengrajin, tenaga pengrajin berkurang hingga 60%,” jelasnya.
Padahal pada kisaran tahun 70an, sekitar 25% pekerja batik di Cirebon adalah orang Pekalongan, omset per bulannya rata-rata 60-100 potong per IKM, produksi 1 IKM sebanyak 3 kodi perbulan.
Berkurangnya tenaga pengrajin itu, lanjutnya, disebabkan oleh belum adanya lembaga pangkaderan atau pelatihan pengrajin batik. “Karena itu kami berharap pemerintah bisa membantu mendirikan lembaga khusus pelatihan batik di sentra industri batik Cirebon,” tandasnya.
Menteri Perindustrian MS Hidayat mengatakan, memang saat ini perlu segera dibentuk lembaga khusus pengkaderan pengrajin batik di sejumlah daerah sentra produksi batik.
“Semestinya untuk saat ini ada anggaran khusus untuk pendidikan pengrajin batik, saya juga akan bicara dengan Menteri Pendidikan agar batik bisa dimasukkan dalam kurikulum pendidikan khusus di daerah centra batik,” katanya.
Dirjen IKM Kementerian Perindustrian Euis Saedah mengatakan, khusus untuk pelatihan pengrajin batik saat ini pemerintah telah menganggarkan dana sebesar Rp 4 miliar. “Dari alokasi dana pelatihan pasca pelaksanaan moratorium TKI ke Arab Saudi, diharap nantinya para calon TKI bisa memiliki ketrampilan dan diserap di industri batik dalam negeri,” katanya.
Euis menerangkan, berdasarkan data Kementerian Perindustrian pada 2010 terdapat 39.641 IKM batik yang tersebar di 18 provinsi Indonesia yang menyerap tenaga kerja mencapai 165.552 orang. Dengan total nilai produksi Rp 3,9 triliun per tahun dan nilai ekspor Rp 1,8 triliun.
"Saat ini, di Cirebon ada sebanyak 232 unit usaha batik dengan total tenaga kerja 3.518 orang dan nilai investasi Rp 10,4 miliar dan nilai produksi per tahun lebih dari Rp 63 miliar. Sekitar 60% produksi diperuntukkan memenuhi kebutuhan lokal Cirebon, 30 % untuk dijual ke luar daerah, dan sisanya 10 % ekspor,” paparnya.
Euis menyebut, saat ini akan mengusahakan pembiayaan Standar Nasional Indonesia (SNI) batik IKM batik sebesar Rp 7 juta dan akan mengusahakan mesin gondorukem (bahan baku batik) yang seharga Rp 300 juta.
Industri Wastra Indonesia Makin Diminati Konsumen Lokal dan Internasional Jakarta – Industri wastra Indonesia berpotensi untuk terus tumbuh dan semakin…
Industri Farmasi Terus Diperuat Jakarta – Industri obat bahan alam (OBA) Indonesia masih mencatatkan kinerja yang baik di tengah gejolak…
Industri Dalam Negeri Siap Dukung Kebutuhan Food Tray untuk Program MBG Jakarta – Kementerian Perindustrian terus mendorong optimalisasi peran industri…
Industri Wastra Indonesia Makin Diminati Konsumen Lokal dan Internasional Jakarta – Industri wastra Indonesia berpotensi untuk terus tumbuh dan semakin…
Industri Farmasi Terus Diperuat Jakarta – Industri obat bahan alam (OBA) Indonesia masih mencatatkan kinerja yang baik di tengah gejolak…
Industri Dalam Negeri Siap Dukung Kebutuhan Food Tray untuk Program MBG Jakarta – Kementerian Perindustrian terus mendorong optimalisasi peran industri…