Proyeksi Ekonomi Indonesia Terkait Relasinya dengan Amerika Serikat

 

NERACA

Jakarta - Menavigasi ekonomi Indonesia di tengah hubungannya dengan Amerika Serikat yang sedang berada di kepemimpinan Donald Trump sangat penting. Amerika Serikat merupakan salah satu mitra dagang utama Indonesia dan kebijakan ekonomi berdampak terhadap ekonomi kita.

Kebijakan Amerika Serikat yang penuh dengan ketidakpastian dan transaksional mengancam hubungan perdagangan Indonesia dengan negara yang memang menjadi salah satu tujuan ekspor terbesar ini. 

“Pemerintahan awal Presiden Donald Trump menggoyang status quo tidak hanya secara ekonomi tapi juga perpolitikan internasional. Kebijakan publik di AS penuh ketidakpastian. Yang jelas, Amerika Serikat menjadi semakin transaksional,” jelas Senior Fellow Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Krisna Gupta.

Krisna menambahkan, kebijakan Donald Trump yang berencana menerapkan tarif pada komoditas-komoditas yang memasuki pasar Amerika Serikat terancam berdampak kepada Indonesia. Dia akan memulai dengan mengancam penerapan tarif untuk kemudian dinegosiasikan oleh negara yang diancamnya. 

Amerika Serikat, sebagai negara defisit perdagangan terbesar di dunia, akan sulit tergantikan sebagai pasar. Pengalaman di perang dagang sebelumnya menunjukkan, kebijakan tarif Amerika Serikat berhasil menurunkan defisitnya dengan China. Namun hal ini diikuti dengan adanya kenaikan defisit dengan Vietnam dan Meksiko.

Selain itu, Donald Trump adalah sosok yang tampak mengedepankan kebijakan transaksional. Hal ini terbukti dari penundaan penerapan tarif untuk Kanada dan Meksiko setelah pemimpin kedua negara tersebut datang dan bernegosiasi dengannya. Artinya, lanjut Krisna, Donald Trump akan responsif dengan tawaran dari tiap negara dan konsesi yang diberikan negara tersebut untuk mendapatkan akses pasar dari Amerika Serikat.

Kebijakan Donald Trump pada periode pertamanya sebagai presiden cukup agresif dan mengancam terjadinya perang dagang. Tidak hanya dengan China, tapi juga dengan negara lain. Bahkan negara yang memiliki perjanjian perdagangan dengan Amerika Serikat. 

Tarif resiprokal yang diumumkan oleh Donald Trump, jika benar terjadi, akan sangat disruptif terhadap pola perdagangan internasional dan integritas hukum internasional seperti GATT. Hal ini, ditambah dengan ancamannya terhadap negara anggota BRICS+, berpotensi berdampak negatif bagi Indonesia yang baru bergabung dengan BRICS+.

“Ditambah dengan kebijakan transaksionalnya, sangat penting bagi pemerintah Indonesia untuk bersiap untuk berdiskusi dengan pemerintah Amerika Serikat, mencari tau apa yang diinginkan oleh kabinet Donald Trump. Saat ini, Indonesia sepertinya belum masuk radar Donald Trump dibanding negara lain. Tapi jika itu terjadi, Indonesia harus sudah siap melakukan negosiasi dengan Amerikat Serikat,” jelas Krisna.

Indonesia perlu mencegah tarif Amerika Serikat untuk barang ekspor Indonesia naik lebih tinggi daripada negara lain. Jika berhasil, maka Indonesia akan memiliki pasar ekspor yang kuat untuk produksi manufakturnya, mendiversifikasi ekspor Indonesia yang utamanya ke Asia Timur yang didominasi produk hulu. Ekspor Indonesia ke Amerika Serikat didominasi barang manufaktur hilir.

“Namun bisa jadi hal ini berarti Indonesia harus bersiap untuk mengakomodasi keinginan pemerintah Amerika Serikat. Kemampuan negosiator-negosiator Indonesia dalam bertukar konsesi dengan pemerintah negara sebesar Amerika Serikat akan sangat diuji,” ungkapnya.

Menilai untung rugi ini bukan hanya keputusan ekonomi tapi juga politik. Oleh karena itu, setiap posisi dalam negosiasi harus didiskusikan dengan semua pihak sebelum keputusan diambil.

Disamping itu, muncul pertanyaan apakah Indonesia harus bernegosiasi sendiri atau melibatkan forum negara yang lebih besar, seperti ASEAN.  ASEAN+ merupakan salah satu framework yang baik untuk mempererat hubungan Indonesia dengan negara-negara ASEAN. 

Bahkan jika diperlukan, ide tentang trade bloc bisa dipertimbangkan kembali. Hal terpenting adalah peran kepemimpinan Indonesia sebagai ekonomi terbesar di ASEAN akan semakin diperlukan. Memperkuat kerjasama kawasan dan melakukan diversifikasi ekonomi akan menjadi tak terhindarkan.

“Untuk itu sangat perlu ada diversifikasi investasi asing. Diversifikasi investasi asing  konsentrasi secara umum memang lebih baik karena menunjukkan adanya kompetisi dan menonjolkan kemungkinan bahwa sistem birokrasi investasi Indonesia memang dapat dimanfaatkan semua negara dengan setara,” tegas Krisna.

BERITA TERKAIT

Prabowo Targetkan US$100 Miliar/Tahun - Kebijakan DHE SDA

NERACA Jakarta - Presiden Prabowo Subianto menargetkan tambahan devisa hingga 100 miliar dollar AS per tahun melalui kebijakan penyimpanan Devisa…

PNBP Dipastikan Tetap Aman Meski Ada Danantara

NERACA Jakarta - Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara menjamin penerimaan negara bukan pajak (PNBP) tetap aman meski ada Badan Pengelola…

ESDM Bentuk Tim untuk Pastikan Kualitas BBM

  NERACA Jakarta - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menyampaikan akan membentuk tim untuk memberi kepastian…

BERITA LAINNYA DI Ekonomi Makro

Prabowo Targetkan US$100 Miliar/Tahun - Kebijakan DHE SDA

NERACA Jakarta - Presiden Prabowo Subianto menargetkan tambahan devisa hingga 100 miliar dollar AS per tahun melalui kebijakan penyimpanan Devisa…

PNBP Dipastikan Tetap Aman Meski Ada Danantara

NERACA Jakarta - Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara menjamin penerimaan negara bukan pajak (PNBP) tetap aman meski ada Badan Pengelola…

ESDM Bentuk Tim untuk Pastikan Kualitas BBM

  NERACA Jakarta - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menyampaikan akan membentuk tim untuk memberi kepastian…

Berita Terpopuler