NERACA
Jakarta - Pengamat hukum dan pegiat antikorupsi Hardjuno Wiwoho mengemukakan pengusulan Rancangan Undang-Undang Perampasan Aset di urutan ke-5 dari 40 usulan Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Jangka Menengah 2025–2029 merupakan bukti serius pemerintah melawan korupsi.
"Menempatkan RUU Perampasan Aset di posisi lima besar menunjukkan bahwa pemerintahan saat ini memahami urgensi instrumen ini dalam memberantas korupsi. Ini bukan hanya simbolis, tetapi langkah strategis untuk memperkuat sistem hukum kita," ujar Hardjuno dalam keterangannya di Jakarta, dikutip Antara, kemarin.
Maka dari itu, ia memberikan apresiasi atas langkah pemerintah tersebut sebagai sinyal kuat pemberantasan korupsi secara sistematis.
Hardjuno menjelaskan bahwa RUU Perampasan Aset merupakan elemen krusial untuk menyita aset hasil kejahatan tanpa harus melalui proses pidana panjang.
Model tersebut, yang dikenal sebagai Non-Conviction Based Asset Forfeiture (NCB), kata dia, telah terbukti efektif di banyak negara maju, seperti Amerika Serikat dan Inggris.
Menurutnya, Indonesia harus segera mengadopsi mekanisme itu untuk menutup celah hukum yang sering dimanfaatkan para koruptor.
Dengan regulasi yang jelas, negara pun bisa mengambil kembali kekayaan publik yang telah diselewengkan untuk kepentingan masyarakat luas.
Sebelumnya, pada Senin (18/11), Menteri Hukum Supratman Andi Agtas menyatakan telah menempatkan usulan RUU Perampasan Aset di urutan ke-5 dari 40 usulan RUU Prolegnas Jangka Menengah 2025–2029.
Supratman mengatakan pemerintah yang lalu juga telah mengusulkan RUU Perampasan Aset pada prolegnas periode sebelumnya, namun pembahasan itu terganjal dinamika politik hingga akhirnya tidak tuntas di Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Kini, pemerintah kembali mengajukan RUU Perampasan Aset dalam prolegnas agar RUU tersebut dapat dibahas hingga akhirnya bisa disetujui untuk disahkan sebagai undang-undang (UU) oleh DPR.
Hardjuno memandang pengusulan ulang RUU itu sebagai bukti bahwa pemerintahan saat ini tidak gentar menghadapi tantangan politik yang sebelumnya menggagalkan pembahasan RUU tersebut di periode lalu.
"Keberanian ini patut diapresiasi. Ini bukan sekadar janji, tetapi bentuk nyata dari komitmen Presiden Prabowo dalam memberikan efek jera bagi koruptor," katanya.
Selain itu, ia menekankan bahwa regulasi seperti RUU Perampasan Aset bukan hanya soal pengembalian aset, tetapi juga tentang memperkuat supremasi hukum dan mengembalikan kepercayaan publik terhadap pemerintah.
Dengan dorongan politik yang kuat, dirinya meyakini RUU tersebut akan segera disahkan menjadi UU.
Kendati demikian, ia mengingatkan pentingnya implementasi yang hati-hati agar regulasi tersebut tidak disalahgunakan, seperti halnya penerapan prinsip kehati-hatian di Inggris.
Untuk itu, ia berpendapat RUU Perampasan Aset harus diterapkan dengan prinsip hak asasi manusia dan keadilan hukum agar tidak menimbulkan ketidakadilan baru.
Hardjuno pun berharap DPR dapat menunjukkan komitmen yang sama dengan pemerintah untuk mempercepat pembahasan RUU Perampasan Aset.
"DPR harus sejalan dengan visi pemerintah. Jangan biarkan kesempatan ini terbuang lagi seperti periode sebelumnya," tutur Hardjuno. Ant
NERACA Jakarta - Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Taruna Ikrar mengingatkan kepada seluruh masyarakat agar selalu mengutamakan 'Cek…
NERACA Jakarta - Wakil Ketua Ombudsman Bobby Hamzar Rafinus mengingatkan bahwa pengelolaan pengaduan internal merupakan komponen wajib dalam standar pelayanan…
NERACA Denpasar - Dokter spesialis kedokteran jiwa (SpKJ) Made Wedastra menekankan pentingnya literasi terkait bahaya judi daring (online) sejak dini…
NERACA Jakarta - Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Taruna Ikrar mengingatkan kepada seluruh masyarakat agar selalu mengutamakan 'Cek…
NERACA Jakarta - Pengamat hukum dan pegiat antikorupsi Hardjuno Wiwoho mengemukakan pengusulan Rancangan Undang-Undang Perampasan Aset di urutan ke-5 dari…
NERACA Jakarta - Wakil Ketua Ombudsman Bobby Hamzar Rafinus mengingatkan bahwa pengelolaan pengaduan internal merupakan komponen wajib dalam standar pelayanan…