NERACA
Jakarta – Berdasarkan Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) pada 2022, konsumsi protein per kapita masyarakat Indonesia sudah berada di atas standar kecukupan konsumsi protein nasional, yaitu 62,21 gram. Kendati demikian, angka tersebut masih cukup rendah untuk protein asal hewani, yakni kelompok ikan/udang/cumi/kerang 9,58 gram, daging 4,79 gram, telur dan susu 3,37 gram. Padahal, protein hewani mampu menekan prevalensi stunting pada anak, di mana pada 2023 lalu dilaporkan prevalensinya 21,53%.
Adapun target penurunan stunting hingga akhir 2024 ialah 14 %. Bak gayung bersambut, Presiden Prabowo Subianto akan segera menggalakkan program Makan Bergizi Gratis (MBG). Program MBG akan dimulai pada Januari 2025, dan saat ini tengah dilakuan persiapan hingga membuat uji coba di beberapa daerah, seperti di Warung Kiara, Sukabumi.
Kepala Badan Gizi Nasional, Dr. Ir. Dadan Hindayana menyebutkan bahwasanya program MBG ini adalah investasi besar-besaran oleh Pemerintah Republik Indonesia untuk SDM masa depan. Tentu saja komponen utama dalam MBG adalah protein, khususnya berasal dari hewani.
“Nilai tukar pangan itu 110, jadi masih sedikit. Kemudian yang terbaik itu adalah nilai tukar tanaman perkebuban rakyat yang sampai 156. Sementara nilai tukar peternakan itu 102,34 yang menurut saya termasuk masih perlu ditingkatkan. Mudah-mudahan dengan kehadiran Badan Gizi Nasional, dapat meningkatkan nilai tukar peternakan, sebab Badan Gizi Nasional akan menkadi offtaker terdepan bagi produk-produk peternakan,” ungkap Dadan.
Direktur Eksekutif Indonesia Food Security Review, I Dewa Made Agung Kertha Nugraha menjelaskan, status perbandingan kecukupan konsumsi rata-rata makronutrien orang Indonesia per hari dibandingkan dengan anjuran WHO (World Health Organization) dengan negera lain. Jika dibandingkan dengan anjuran WHO, rata-rata orang Indonesia masih kekurangan protein 1,8 kg setiap tahunnya. Sebaiknya, orang Indonesia memiliki kelebihan konsumsi karbohidrat dan lemak. Sementara untuk daging dan serat, masih kurang dibandingkan dengan anjuran WHO.
Dewa melaporkan, sumber protein dari daging ayam pada 2002 konsumsinya mencapai 8,57 kg per kapita. Konsumsinya jauh lebih rendah daripada konsumsi dunia yang 14,98 kg per kapita. “Kekuatan produksi ayam nasional sudah mampu memenuhi, tetapi konsumsi per kapitanya perlu di-push lagi, sehingga bisa memanfaatkan surplus yang ada di produksi daging ayam,” ujar Dewa.
Sementara itu, Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyatakat Universitas Indonesia, Prof Sandra Fikawati menuturkan bahwa dalam meningkatkan konsumsi pangan sumber protein hewani (ikan, daging, daging ayam, dan susu) di Indonesia, perlu adanya suatu pembenahan dalam stabilitas harga. Khususnya harga bahan pangan sumber protein hewani dan adanya peningkatan edukasi dalam pentingnya mengonsumsi makanan sumber protein hewani.
“Adapun menurut Kementerian Kesehatan, gizi Seimbang adalah susunan makan sehari-hari dengan jenis dan jumlah zat gizinya disesuaikan dengan kebutuhan tubuh. Menu bergizi seimbang meliputi aneka ragam makanan pokok, lauk pauk nabati (berasal dari tumbuhan) dan hewani (berasal dari hewan), sayur-sayuran, dan buah-buahan. Kebutuhan harian anak dipenuhi dengan makan utama 3 kali sehari (sarapan atau makan pagi, makan siang, dan makan malam) dan disertai makanan selingan sehat. Sarapan atau makan pagi perlu memenuhi 25 % dari kebutuhan gizi anak per hari, makan siang 30 %, makan malam 25 % dan selingan 20 %,” sebut wanita yang karib disapa Fika ini.
Sedangkan, Direktur Kewaspadaan Pangan dan Gizi, Badan Pangan Nasional (Bapanas), Nita Yulianis menerangkan dari sisi total pemenuhan protein itu dari target 57 gram per kapita per hari, di Indonesia sudah pada angka 62,3 gram per kapita per hari. Tapi jika ditilik dari sumber proteinnya itu didominasi oleh protein nabati. Dari 2022 sampai 2023 persentasenya sama yaitu 63-64 % bersumber dari protein nabati. Sedangkan protein hewaninya sebesar 35,9 %, sehingga tepat sekali jika Indonesia ingin meningkatkan konsumsi protein yang bersumber dari hewani.
Di sisi lain, Direktur Jenderal Peternakan dan Lesehatan Hewan, Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian (Dirjen PKH, Ditjen PKH Kementan), Agung Suganda menguraikan, dengan diserapnya produk-produk peternakan, khususnya daging ayam ras maupun telur ayam ras untuk program MBG, maka kondisi-kondisi yang saat ini terjadi, harga produknya bisa di atas HPP (harga pokok produksi).
“Kita sudah memiliki acuan, maka pemerintah dengan praktik-praktik yang jelas ini daging dan telur ayamnya harus sesuai harga yang ditetapkan di harga acuan. Jangan sampai nanti ditetapkan harga belinya, sama dengan HPP atau di bawah HPP. Itu sama saja tidak mengubah kondisi yang ada,” pungkas Agung.
NERACA Jakarta – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menjajaki kerja sama di bidang penjaminan mutu dengan Singapura. Sejumlah poin kerja…
NERACA Jakarta – Sepanjang periode Januari—Oktober 2024, total nilai ekspor Indonesia mencapai USD217,24 milliar atau naik 1,33 persen dari Januari—Oktober…
NERACA Jakarta – Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir menyebutkan bahwa sebanyak 50 ribu pelaku usaha mikro kecil…
NERACA Jakarta – Berdasarkan Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) pada 2022, konsumsi protein per kapita masyarakat Indonesia sudah berada di…
NERACA Jakarta – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menjajaki kerja sama di bidang penjaminan mutu dengan Singapura. Sejumlah poin kerja…
NERACA Jakarta – Sepanjang periode Januari—Oktober 2024, total nilai ekspor Indonesia mencapai USD217,24 milliar atau naik 1,33 persen dari Januari—Oktober…