Siapa pun pasti punya mimpi, bahkan orang yang sukses harus mempunyai mimpi dan terlebih bagi mereka keluarga muda yang baru berumah tangga, banyak impian yang di inginkan, seperti memiliki rumah idaman, kendaraan pribadi, membiayai pendidikan anak hingga menyiapkan masa hari tua. Bagaimana mewujudkannya, tentu mimpi saja belumlah cukup dan diperlukan tindakan secara nyata, untuk itulah diperlukan sebuah pengungkit atau pendobrak dari mimpi.
Lalu bagaimana caranya, perencanaan keuangan adalah solusinya dan bukan hanya sekedar menambung saja. Pasalnya, menabung saja dengan menyisihkan dari penghasilan tidaklah cukup. Sejatinya, mengelola keuangan demi masa depan bukanlah sesuatu hal yang sangat rumit dan sulit untuk dilakukan. Namun ironisnya, kemampuan perencanaan keuangan masyarakat Indonesia ternyata masih minim. Hanya sebagian kecil saja yang mampu disiplin beranggaran.
Oleh karena itu, menggugah kesadaran masyarakat untuk lebih cerdas dalam mengelola keuangan sangat diperlukan guna mencapai masa depan sejahtera. Maka tak heran, edukasi dan sosialisasi perencanaan keuangan sejak dari dini penting dilakukan agar terbiasa disiplin keuangan dan bisa menikmati masa tua dengan bahagia, bukan merana. Diharapkan, dari perencanaan keuangan bisa dirasakan adanya “arah dan arti” keputusan finansial seseorang. Melalui pengelolaan keuangan, seseorang bisa mengerti bagaimana setiap keputusan keuangan yang dibuat berdampak ke area lain dari keseluruhan situasi keuangan dirinya.
Tentunya, dengan melihat setiap keputusan finansial sebagai bagian dari suatu keseluruhan, seseorang dapat mempertimbangkan efek jangka pendek dan jangka panjang atas tujuan-tujuan hidupnya. Tidak hanya itu, tujuan akhir dari perencanaan keuangan yaitu kebebasan finansial (financial freedom), yang dapat diartikan: bebas dari utang, tersedianya arus penghasilan dari investasi yang telah dilakukannya, serta terproteksi secara finansial dari risiko apa pun yang mungkin terjadi.
Namun, tidak dapat dipungkiri lagi bahwa saat ini masyarakat hidup dalam era konsumerisme. Hampir semua jenis barang dan jasa menjadi sangat mudah didapatkan. Dengan makin maraknya tawaran pembelian barang secara mencicil, semua barang yang sebelumnya sulit untuk didapatkan, menjadi lebih mudah untuk didapatkan. Di satu sisi, kondisi ini tentunya memberikan manfaat dan kemudahan bagi masyarakat. Tetapi di sisi lain, jika tidak bijaksana menyikapinya, dapat terjebak menjadi orang yang lebih mengutamakan "keinginan" dan melupakan "kebutuhan" dasar yang seharusnya diprioritaskan.
Menurut CEO and Chief Financial Planner ZAP Finance, Prita Ghozie, tantangan bagi masyarakat untuk memulai perencanaan keuangan adalah membiasakan hidup tidak konsumtif atau membangkitkan good money habit. Hal ini menjadi pondasi terpenting dalam mencapai kesejahteraan finansial,”Tanpa memiliki good money habit, hampir mustahil seseorang dan pasangannya dapat hidup nyaman tanpa beban di masa pensiun,”ungkapnya.
Dirinya menuturkan, unsur utama untuk menjalankan sebuah rencana keuangan adalah kemampuan dan komitmen untuk menabung dan berinvestasi. Kemampuan dan komitmen adalah dua unsur yang tidak bisa dipisahkan. Mampu, punya dananya, tapi tidak disiplin melakukan proses menabung dan investasi, bisa pastikan gaji hanya melayang untuk hal-hal yang tidak prioritas. Kemudian punya komitmen tetapi sumbernya tidak cukup, artinya hidup di luar batasan kemampuan,”Seseorang dapat dikatakan memiliki good money habit apabila mampu untuk membayar dirinya terlebih dahulu dibandingkan kepentingan lain,”ujarnya.
Diakuinya, karakter ini tidak dapat dimiliki dalam sekejap. Namun, harus dibangun perlahan demi perlahan sehingga akan lebih kokoh. Itulah sebabnya, penting sekali mengajarkan arti uang sedari dini untuk anak. Menyikapi mudahnya masyarakat mengakses pembiayaan di era digital seiring dengan merebaknya perusahaan pembiayaan atau pinjaman online, mendorong Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk meningkatkan literasi keuangan dan juga mengajak masyarakat bijak dan cerdas dalam menyikapi keuangan.
Tantangan Besar
Kata Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Perlindungan Konsumen OJK, Friderica Widyasari Dewi, pentingnya literasi keuangan di tengah perkembangan sektor keuangan yang semakin dinamis.“Indonesia mempunyai tantangan yang besar, dengan total populasi penduduk yang mencapai lebih dari 270 juta orang yang tersebar di lebih dari 17.000 pulau masih memiliki indeks literasi di bawah 50% pada tahun 2022. Ditambah dengan perkembangan era digital yang terjadi saat ini di mana pengguna internet di Indonesia telah mencapai lebih dari 200 juta orang, namun tidak disertai dengan literasi digital yang baik,”ujarnya.
Kondisi tersebut merupakan tantangan yang harus Indonesia hadapi, tidak hanya bagi konsumen tapi juga bagi industri jasa keuangan. Pasalnya, terdapat tiga kerentanan utama yang sering terjadi di masyarakat akibat kurangnya pemahaman literasi keuangan, yaitu tingkat pengaduan konsumen yang semakin meningkat, kemudian maraknya aktivitas keuangan ilegal dan kendala pemahaman akses permodalan khususnya untuk UMKM.
Menurut Friderica, pemahaman masyarakat tentang literasi keuangan menjadi salah satu fondasi yang harus diperkuat agar masyarakat dapat berperilaku bijak dan dapat mengambil keputusan finansial dengan tepat, terutama dalam lingkungan keuangan yang terus berubah.
Berangkat dari upaya meningkatkan literasi keuangan yang pada akhirnya pertumbuhan literasi yang baik akan berdampak terhadap tumbuhnya bisnis pembiayaan, mendorong PT Federal International Finance (FIFGROUP) sebagai anak perusahaan dari PT Astra International Tbk dan bagian dari Astra Financial, (FIFGROUP) gencar melakukan edukasi dan literasi keuangan tidak hanya pelanggannya saja tetapi bagi masyarakat luas.
Chief Executive Officer (CEO) FIFGROUP, Margono Tanuwijaya mengatakan, eksistensi bisnis perseroan di usia ke-34 tidak hanya ditopang dari strategi bisnis dengan inovasi dan penetrasi pasar tetapi kehati-hatian perseroan dalam menyalurkan pembiayaan atau kredit. Maka untuk ciptakan pertumbuhan kredit yang positif, tentu konsumen perlu diedukasi dan literasi keuangan agar mereka cerdas dan bijak dalam menggunakan kredit sehingga tidak terjadi gagal bayar atau kredit macet.
Oleh karena itu, lanjut Margono, pihaknya mendukung OJK dalam peningkatan literasi keuangan bagi masyarakat Indonesia untuk memberikan informasi yang bermanfaat dan mendalam kepada masyarakat tentang keuangan. Sementara Setia Budi Tarigan, Operation Director FIFGROUP menambahkan, sebagai perusahaan pembiayaan yang juga termasuk dalam pelaku usaha jasa keuangan (PUJK), perseroan memahami bahwa tanggung jawab tidak hanya terbatas pada bisnis, tetapi juga pada perlindungan dan kesejahteraan konsumen.”FIFGROUP meyakini bahwa konsumen yang memiliki pemahaman yang baik tentang produk dan layanan keuangan yang mereka gunakan akan dapat mengambil keputusan finansial yang lebih cerdas. Selain itu, sebagai PUJK, FIFGROUP berusaha untuk memberikan layanan yang transparan, adil, dan berkualitas kepada konsumen kami,”jelasnya.
Disampaikannya, kebijakan untuk menyeleksi calon nasabah yang layak mendapatkan kredit menjadi salah satu kunci perseroan untuk menekan tingkat kredit macet pembiayaan. Salah satu langkah untuk menjaga kredit bermasalah adalah berhati-hati dalam memberikan kredit.
Menurutnya, perusahaan pembiayaan bisa mendapatkan informasi terkait rekam jejak calon nasabah salah satunya melalui Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) Otoritas Jasa Keuangan (OJK). “Hari ini informasi itu sudah tersedia melalui lembaga-lembaga penilai kredit ada SLIK juga,” kata Budi.
Selain itu, perusahaan pembiayaan akan memasukan calon nasabah yang memiliki rekam jejak buruk di SLIK OJK ke dalam daftar hitam. Otomatis mereka tidak bisa menggunakan layanan kredit perusahaan. Terlebih, kemampuan membayar nasabah juga penting dalam mempertahankan keberhasilan kredit perusahaan. Dalam kesempatan tersebut, dia juga mengingatkan masyarakat untuk berhati-hati dalam menggunak akses keuangan. Pasalnya apabila sudah tercatat rekam jejaknya buruk di database SLIK OJK, mereka tidak dapat melakukan fasilitasi di lembaga keuangan lainnya seperti perusahaan pembiayaan dan perbankan. “Hati-hati juga ketika meminjamkan dokumennya. Banyak sekali terjadi konsumen yang meminjamkan secara sadar atau tidak sadar, tapi justru macet,” katanya.
Di sisi lain, Kepala Departemen Pengawasan Perilaku Pelaku Jasa Keuangan OJK, Bernard Widjaja juga menilai pembiayaan dapat terjaga apabila konsumennya mampu membayar. Dengan demikian, dia pun mengingatkan agar masyarakat harus sadar akan kebutuhan dan kemampuannya. “Jadi ketika mau ambil kredit pastikan kebutuhan bukan keinginan. Kemudian pada saat tau itu kebutuhan sesuaikan dengan kemampuan,” tuturnya.
Dukung pertumbuhan investasi kripto dan besarnya nilai transaksi menjadi peluang bisnis yang menjanjikan. Berangkat dari hal tersebut, PT Bank OCBC…
Sebagai bentuk tanggung jawab sosial perusahaan atau corporate social responsibility (CSR) pada lingkungan, emiten pelayaran PT Humpuss Maritim Internasional Tbk.…
Sebagai bentuk tanggung jawab sosial perusahaan atau corporate social responsibility (CSR) pada lingkungan, emiten pelayaran PT Humpuss Maritim Internasional Tbk.…
Dukung pertumbuhan investasi kripto dan besarnya nilai transaksi menjadi peluang bisnis yang menjanjikan. Berangkat dari hal tersebut, PT Bank OCBC…
Sebagai bentuk tanggung jawab sosial perusahaan atau corporate social responsibility (CSR) pada lingkungan, emiten pelayaran PT Humpuss Maritim Internasional Tbk.…
Sebagai bentuk tanggung jawab sosial perusahaan atau corporate social responsibility (CSR) pada lingkungan, emiten pelayaran PT Humpuss Maritim Internasional Tbk.…