Aspek PPN atas Jasa Penyelenggaraan Perjalanan Ibadah Keagamaan

 

Oleh : Sri Hartanti, Penyuluh Pajak KPP Madya Tangerang *)

Melewati fase awal tahun 2023 dengan pasca pandemi Covid-19  membuka harapan perekonomian dan mobilitas masyarakat kembali menuju normal, beberapa negara bahkan sudah tidak lagi mewajibkan penggunaan masker. Sebagian masyarakat mulai kembali dengan aktivitasnya yang sempat tertunda dengan merencanakan untuk melakukan perjalanan ke negara lain baik untuk tujuan wisata maupun untuk perjalanan ibadah keagamaan.

Pemerintah Arab Saudi telah membuka kembali secara selektif pintu penyelenggaraan ibadah haji dan umrah untuk jamaah internasional sejak 10 Agustus 2021, kemudian menghadapi akhir tahun 2022 pintu ibadah umroh dibuka selebar-lebarnya. Berdasarkan keterangan dari Kementerian Haji dan Umrah Arab Saudi bahwa jamaah umrah yang berasal dari Indonesia merupakan yang terbanyak di antara jamaah dari negara-negara Muslim lainya, melebihi satu juta jamaah dalam beberapa bulan terakhir. Sejak ijin umrah dibuka tersebut sampai dengan awal tahun ini tercatat lebih dari 2 juta visa umrah yang telah diterbitkan oleh pemerintah Arab Saudi untuk umat Muslim seluruh dunia.

Memasuki periode Maret 2023 perjalanan ibadah  ke Arab Saudi semakin dimudahkan dimana Pemerintah Arab Saudi tidak lagi mewajibkan hasil tes PCR sebagai syarat dan dokumen umrah bagi jamaah. Selain itu, kini tidak ada lagi batasan usia untuk yang jamaah yang ingin umrah. Sehingga anak-anak atau lansia di atas 65 tahun, bisa kembali melaksanakan umrah setelah sebelumnya dibatasi seolah angin segar setelah hampir 2 (dua) tahun kerinduan akan tanah suci terbelenggu oleh pandemi Covid-19.

Bertepatan dengan bulan ramadhan yang menjadi menjadi salah satu daya tarik Jamaah umrah untuk kembali berbondong-bondong melaksanakan perjalanan ibadah ke Masjidil Haram dan Masjid Nabawi. Hal ini tentu saja merupakan peluang bisnis bagi para pelaku usaha seperti perusahaan travel/biro perjalanan atau sejenisnya yang kembali tercerahkan setelah sekian lama mati suri karena efek pandemi. Banyak biro perjalanan umroh dan haji yang menangkap peluang tersebut dengan menawarkan paket perjalanan umroh, bahkan digabungkan paket perjalanan ibadah beserta tour wisata ke negara lainnya.

Tidak dapat dipungkiri bahwa melonjaknya minat masyarakat untuk melakukan perjalanan wisata atau perjalanan keagamaan merupakan peluang bisnis yang menguntungkan bagi para pelaku usahanya sehubungan dengan jasa akomodasi yang diberikan. Biro perjalanan mulai bangkit lagi dalam memenuhi kebutuhan masyarakat untuk menikmati masa liburnya ke berbagai belahan dunia. Dalam prakteknya banyak biro perjalanan yang menyediakan akomodasi campuran antara perjalanan keagamaan dan perjalanan wisata. Lalu bagaimana perlakukan perpajakan di Indonesia terkait kegiatan usaha ini.

Kriteria yang Tidak Dikenai PPN

Pada prinsipnya setiap jasa yang diberikan oleh pelaku usaha khususnya Pengusaha Kena Pajak (PKP) adalah dikenai Pajak Pertambahan Nilai (PPN), kecuali jasa-jasa tertentu yang telah ditentukan dalam Undang-undang. Pemerintah secara rinci mengatur jasa keagamaan yang tidak dikenai PPN melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 92/PMK.03/2020 yang dalam salah satu ketentuannya diatur bahwa atas jasa penyelenggaraan perjalanan ibadah keagamaan oleh biro perjalanan wisata tidak dikenai PPN.

Untuk menghindari perbedaan penafsiran dan ketidakpastian atas pengenaan ini juga diatur secara spesifik kota-kota yang menjadi tujuan perjalanan ibadah, antara lain : Kota Makkah dan Kota Madinah bagi umat Muslim, kota Yerusalem dan/atau Kota Sinai bagi yang beragama Kristen, kota Vatikan dan/atau Kota Lourdes bagi yang beragama Katolik, kota Uttar Pradesh dan/atau Kota Haryana bagi yang beragama Hindu, kota Bodh Gaya dan/atau Kota Bangkok bagi yang beragama Buddha, dan kota Qufu bagi yang beragama Khonghucu.

Dengan diaturnya secara spesifik kota-kota yang menjadi tujuan tersebut, apabila jasa penyelenggaraan perjalanan ibadah keagamaan tersebut juga termasuk menawarkan perjalanan ke tempat lain ~bukan dalam rangka transit~ akan dikenai PPN, dengan memperhitungkan rincian akomodasi yang diberikan.

PPN dikenakan sebesar 10% dari Dasar Pengenaan Pajak (DPP), sedangkan nilai DPP yang ditetapkan terdapat dua besaran yaitu : tarif pertama sebesar 10% dari jumlah yang ditagih atau seharusnya ditagih hanya atas jasa penyelenggaraan perjalanan ke tempat lain dalam hal tagihan dirinci antara tagihan paket perjalanan ibadah keagamaan dan tagihan paket perjalanan ke tempat lain, sehingga tarif efektifnya menjadi 1% (10% x 10%). Tarif kedua sebesar 5% dari jumlah yang ditagih atau seharusnya ditagih atas jasa penyelenggaraan perjalanan dalam apabila tagihan tidak dirinci antara tagihan paket perjalanan ibadah keagamaan dan tagihan paket perjalanan ke tempat lain, sehingga tarif efektifnya menjadi 0,5% (10% x 5%).

PPN atas Jasa Keagamaan

Sejak 1 April 2022, Undang-Undang HPP mengubah tarif PPN dari semula 10% menjadi 11% yang juga berdampak terhadap pengenaan PPN atas jasa keagamaan serta beberapa jasa lainnya sehingga ketentuan sebelumnya yaitu PMK-92/PMK.03/2020 diubah dengan PMK-71/PMK.03/2022 tentang PPN atas Penyerahan Jasa Kena Pajak Tertentu yang mulai berlaku sejak 1 April 2022.

Pasca berlakunya UU HPP, pengenaan PPN atas jasa penyelenggaraan perjalanan ibadah keagamaan oleh biro perjalanan wisata tidak banyak yang berubah terkait tata cara perhitungannya. Besaran Tertentu yang berlaku yaitu 10% dari jasa penyelenggaraan perjalanan ke tempat lain apabila tagihan dirinci antara tagihan paket perjalanan ibadah keagamaan dan tagihan paket perjalanan ke tempat lain, dan 5% apabila tagihan tidak dapat dirinci. Perubahan hanya terdapat pada tarif PPN-nya yang semula 10% menjadi 11% sehingga mempengaruhi tarif efektifnya.

Semakin tingginya persaingan di antara biro perjalanan wisata juga semakin banyak pelaku usaha yang berusaha memberikan paket perjalanan yang lebih menarik yaitu dengan menyelenggarakan jasa perjalanan dalam rangka keagamaan yang digabungkan dengan jasa perjalanan wisata ke tempat lainnya dalam satu paket, misalnya Paket Umroh Plus Turki, Paket Umrah Plus Palestina, dan sejenisnya. Disinilah diperlukan fungsi regulasi teknis pengenaan PPN karena sesuai dengan pasal 4A ayat (3) Undang-undang PPN bahwa atas jasa keagamaan tidak dikenai PPN, tetapi atas jasa-jasa akomodasi lainnya yang melekat tidak serta mendapat perlakukan yang sama.

Masyarakat perlu memahami bahwa ketentuan pengenaan PPN ini bukan dikenakan terhadap jasa penyelenggaraan ibadahnya, namun dikenakan terhadap jasa akomodasi selain dalam rangka ibadah keagamaan. Pengenaan PPN terhadap akomodasi jasa perjalanan keagamaan bertujuan untuk mengedepankan asas fairness atau keadilan terhadap pelaku usaha lainnya yang murni hanya menyelenggarakan jasa biro wisata. Para pelaku usaha jasa biro perjalanan wisata keagamaan seperti travel umroh perlu semakin memahami pentingnya pencatatan dan pembukuan atas transaksi masing-masing jasa akomodasi yang diberikan kepada para stakeholder untuk menuju pertanggungjawaban keuangan yang akuntabilitas. Pemerintah  juga wajib memberikan edukasi kepada masyakarat sehingga rasa keadilan akan muncul baik bagi masyarakat sebagai pengguna jasa maupun bagi perusahaan biro perjalanan lainnya sebagai pemberi jasa. *)Tulisan ini merupakan pendapat pribadi

BERITA TERKAIT

Sekolah Rakyat sebagai Solusi Atasi Kesenjangan Sosial

  Oleh : Gavin Asadit,  Peneliti Pendidikan Dasar   Pemerintah Indonesia terus menunjukkan komitmennya dalam mewujudkan pendidikan yang merata dan…

Judi Daring Wabah Ekonomi yang Mengancam Indonesia

  Oleh : Rani Setiawan, Pemerhati Sosial Budaya   Perkembangan teknologi digital yang begitu pesat seharusnya menjadi berkah bagi kemajuan…

Koperasi Merah Putih: Instrumen Strategis Tingkatkan Kesejahteraan Desa

    Oleh: Eleine Pramesti, Pengamat Ekonomi Kerakyatan   Kehadiran Koperasi Merah Putih menjadi bukti konkret upaya pemerintah untuk menjadikan…

BERITA LAINNYA DI Opini

Sekolah Rakyat sebagai Solusi Atasi Kesenjangan Sosial

  Oleh : Gavin Asadit,  Peneliti Pendidikan Dasar   Pemerintah Indonesia terus menunjukkan komitmennya dalam mewujudkan pendidikan yang merata dan…

Judi Daring Wabah Ekonomi yang Mengancam Indonesia

  Oleh : Rani Setiawan, Pemerhati Sosial Budaya   Perkembangan teknologi digital yang begitu pesat seharusnya menjadi berkah bagi kemajuan…

Koperasi Merah Putih: Instrumen Strategis Tingkatkan Kesejahteraan Desa

    Oleh: Eleine Pramesti, Pengamat Ekonomi Kerakyatan   Kehadiran Koperasi Merah Putih menjadi bukti konkret upaya pemerintah untuk menjadikan…

Berita Terpopuler