Oleh: Firdaus Baderi
Wartawan Harian Ekonomi Neraca
Setelah ibukota negara pindah ke Kalimantan, tentu Jakarta tidak lagi menjadi kota pemerintahan. Artinya, secara otomatis predikat Jakarta sebagai Daerah Khusus Ibukota (DKI) akan pudar dalam waktu dekat. Lantas Jakarta ke depan akan menjadi apa?
Adalah menjadi sebuah Kota Kolaborasi, Aspirasi dan Restorasi merupakan pilihan terbaik dan rasional menjadikan sebuah destinasi wisata mancanegara baru dengan tidak melupakan sejarah warisan lama yang dikenal sebagai Jakarta Weltevreden. Ikon baru ini sekarang kian menjadi pembicaraan hangat di kalangan milenial dan generasi Z untuk berfoto, ngobrol, ngopi, bahkan melakukan kegiatan penelitian untuk keperluan skripsi, tesis hingga disertasi doktoral. Karena banyak perubahan seiring dengan dinamika kemajuan zaman.
Sejak Pelabuhan Jayakarta dijadikan pangkalan VOC oleh Jan Pieterszoon Coen dan berganti nama menjadi Batavia, 12 Maret 1619, kota ini merupakan benteng terisolasi di tengah belantara. Pada abad 18, hutan di sekitar kota dikonversi jadi sawah dan perkebunan tebu.
Pada 1808, Herman Willem Daendels ditunjuk Pemerintahan Napoleon jadi gubernur jenderal dgn misi, “menjaga Batavia dari serangan Inggris”. Dia tinggalkan Batavia tua di dataran rendah pelabuhan. Dia bangun Batavia baru di dataran lebih tinggi bagian selatan dinamai Weltevreden (Menteng) yang bermakna “sungguh memuaskan”. Untuk kenyamanan dan kelancaran birokrasi, kantor pusat pemerintahan dipindah ke Buitenzorg (Bogor), yang lebih ramah terhadap cita rasa Eropa. Semua ini merupakan usaha mewujudkan Batavia sebagai the Queen of the East.
Kemudian pembangunan fisik Batavia dan sekitarnya semakin pesat seiring dengan pembangunan jiwanya. Klub-klub bergaya Eropa, sekolah, lembaga penelitian, jurnal ilmiah, dan media massa tumbuh. Klub eksklusif—Harmonie–berdiri 1815, menjadi pusat pergaulan, informasi, dan bacaan. Terinspirasi semangat pencerahan, sekolah dasar Eropa didirikan di Menteng 1817. Kebun Raya Bogor dengan berbagai institut terkait didirikan pada 1817, disusul Perhimpunan Ilmu-ilmu Alam Hindia, 1850. Selanjutnya untuk mengantisipasi pertumbuhan Jakarta-Bogor yang makin berkembang, sejak 1873 kedua kota itu dihubungkan dengan jalur kereta api pertama di kawasan Hindia.
Perkembangan kota yang terwujud memenuhi bayangan Max Weber, adalah “sebuah tempat yang direncanakan bagi kelompok berbudaya dan rasional.” Ini dimungkinkan oleh birokrasi pemerintahan yang kapabel. Birokrasi kolonial memang represif, tetapi tetap mengupayakan prinsip rasionalitas birokrasi.
Semua ini akhirnya membuat Batavia menjadi Mooi Indie berjiwa kosmopolitan. Meski harus diakui, di sana ada masalah yang imbasnya masih terwariskan hingga kini. Dalam desain kota kolonial, ada kesenjangan antara sektor komersial padat modal di tangan orang asing dan sektor subsisten padat karya di tangan penduduk lokal.
Menurut Ketua Dewan Pengawas Yayasan Kota Jakarta Weltevreden, Lahyanto Nadie, Lapangan Banteng bukan hanya memiliki sejarah yang panjang untuk Jakarta dan Indonesia. “Aye dan babe punya kenangan yang dalem banget di sini,” ujarnya dalam logat Betawi yang kental.
Tidak hanya itu. Dia kemudian bercerita tentang taman yang instragramable dan patung Monumen Pembebasan Irian Barat. Patung bertubuh kekar yang kini ada satu-satunya di Lapangan Banteng itu dikenal dengan nama Monumen Pembebasan Irian Barat. Patung bersejarah yang berdiri sejak 17 Agustus 1963 itu sekarang menjadi ikon lapangan terkenal di kawasan Jakarta Pusat.
Oleh : Gavin Asadit, Peneliti Pendidikan Dasar Pemerintah Indonesia terus menunjukkan komitmennya dalam mewujudkan pendidikan yang merata dan…
Oleh : Rani Setiawan, Pemerhati Sosial Budaya Perkembangan teknologi digital yang begitu pesat seharusnya menjadi berkah bagi kemajuan…
Oleh: Eleine Pramesti, Pengamat Ekonomi Kerakyatan Kehadiran Koperasi Merah Putih menjadi bukti konkret upaya pemerintah untuk menjadikan…
Oleh : Gavin Asadit, Peneliti Pendidikan Dasar Pemerintah Indonesia terus menunjukkan komitmennya dalam mewujudkan pendidikan yang merata dan…
Oleh : Rani Setiawan, Pemerhati Sosial Budaya Perkembangan teknologi digital yang begitu pesat seharusnya menjadi berkah bagi kemajuan…
Oleh: Eleine Pramesti, Pengamat Ekonomi Kerakyatan Kehadiran Koperasi Merah Putih menjadi bukti konkret upaya pemerintah untuk menjadikan…