LPS Baitul Maal Wa Tamwil

Oleh : Agus Yuliawan

Pemerhati Ekonomi Syariah

Dalam deklarasi BMT Summit 2020 yang diselenggarakan oleh MUI (16–17 Nov.) ada yang menarik untuk dicermati, dimana disalah satu poin deklarasi tersebut menyebutkan memperjuangkan terbentuknya Lembaga Penjamin Simpanan (BMT) bagi  Baitul Maal Wa Tamwil (BMT). Dengan demikian keberadaan dari BMT yang merupakan lembaga keuangan mikro syariah dengan berbadan hukum koperasi ingin bertransformasi seperti halnya perbankan yang selama ini memiliki LPS.

Keinginan dari BMT untuk  memiliki atau difasilitasi LPS bisa dipahami, karena BMT selama ini bergerak disektor bisnis keuangan dimana dalam bisnis keuangan banyak risiko dalam pengelolaan keuangan. Disamping itu keberadaan dari LPS bisa menjadi sebuah alternatif dalam menjembatani risiko yang ada selama ini. Adanya LPS akan meningkatkan keamanan bagi para anggota BMT yang selama ini menyimpan dananya berupa tabungan dan deposito.

Perjuangan BMT untuk memiliki LPS sudah lama di lakukan, bahkan di draf  RUU Perkoperasian yang “belum sempat” diundangkan sebelumnya juga menyisipkan adanya pasal tentang LPS dalam pengelolaan koperasi. Dengan demikian, konsen regulator  terhadap LPS masih ada dalam mewacanakan untuk terbangunnya LPS. Tinggal kapan itu terlaksananya.

Namun perlu diperhatikan sebelum BMT itu membuat LPS  perlu dikaji ulang tentang persiapan perrsiapannya, khususnya ditingkat internal bagi  BMT itu sendiri. Terutama pada kepatuhan dari sisi cash ratio yang dimiliki oleh BMT dan juga kepatuhan dari sisi aspek syariah. 

Dari sisi cash ratio, atau disebut dengan rasio aset tunai diperlukan rasio kas  BMT paling ketat dan konservatif  dalam  kemampuannya  untuk menutupi utang atau kewajiban jangka pendeknya. Hal ini dikarenakan rasio kas  mampu  memperhitungkan aset atau aktiva lancar jangka pendek yang paling likuid yaitu kas dan setara kas yang paling mudah dan cepat untuk digunakan dalam melunasi hutang lancarnya.

BMT dalam pengelolaan keuangan dituntut untuk mampu memiliki rasio kas yang pruden dan sehat, sehingga dengan rasio kas yang termanajemen dengan baik otomatis peran sebagai intermediasi lembaga keuangan bisa dilakukan dengan baik dalam memberikan pinjaman dan penghimpunan dana kepada para anggotanya. Apabila BMT mampu mengatasi manajemen ini dengan baik, maka BMT akan menjadi sebuah lembaga keuangan mikro syariah yang sangat baik sekali.

Problemnya yang ada selama ini  dalam berbagai riset, banyak BMT dalam tata kelola manajemen keuangannya  belum mememuhi standarisasi keuangan yang baik. Sehingga mempengaruhi rasio finansial yang ada saat ini. Jadi sebelum berbicara secara luas tentang perlunya LPS, sangat penting sekali pembenahan di sisi tata kelola keuangan BMT wajib dilakukan. Apalagi dalam aturan LPS jika itu terlaksanakan banyak kewajiban yang harus dilakukan oleh BMT, seperti menetapkan dan memungut biaya premi penjaminan simpanan. Mendapatkan data simpanan anggota BMT, data kesehatan BMT, laporan keuangan BMT, dan laporan hasil pemeriksaan BMT sepanjang tidak melanggar kerahasiaan BMT. Apakah fenomena ini bisa dipersiapkan secara internal oleh BMT? Apalagi banyak SDM BMT yang terbatas. Maka menuju LPS–BMT tak semudah dibayangkan bagi BMT.

Untuk itu sebelum kita mendirikan LPS–BMT, diperlukan penguatan internal BMT perlu kita lakukan, terutama dalam pengembangan dari sisi pengelolaan Maal diperkuat. Sehingga dengan lembaga Maal yang kuat di BMT bisa membantu dalam penjaminan pembiayaan yang macet kepada para anggotanya BMT. Problemnya ketika para pengelola  BMT asik dalam operasional simpan dan pinjam BMT, pengelolaan Baitul maal terpinggirkan dan tak ada inovasi yang kreaitif dalam fundrising filantrophy. Inilah fenomenanya selama ini.

BERITA TERKAIT

Antisipasi Kebijakan Ekonomi & Politik dalam Perang Iran -Israel

    Oleh: Prof. Dr. Didik Rachbini Guru Besar Ilmu Ekonomi, Ekonom Pendiri Indef   Serangan mengejutkan dari Iran sebagai…

Iklim dan Reformasi Kebijakan

Oleh: Suahasil Nazara Wakil Menteri Keuangan Sebagai upaya untuk memperkuat aksi iklim, Indonesia memainkan peran penting melalui kepemimpinan pada Koalisi…

Cawe-cawe APBN dalam Lebaran 1445 H

  Oleh: Marwanto Harjowiryono Widyaiswara Ahli Utama, Pemerhati Kebijakan Fiskal   Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi melaporkan kepada Presiden Joko…

BERITA LAINNYA DI

Antisipasi Kebijakan Ekonomi & Politik dalam Perang Iran -Israel

    Oleh: Prof. Dr. Didik Rachbini Guru Besar Ilmu Ekonomi, Ekonom Pendiri Indef   Serangan mengejutkan dari Iran sebagai…

Iklim dan Reformasi Kebijakan

Oleh: Suahasil Nazara Wakil Menteri Keuangan Sebagai upaya untuk memperkuat aksi iklim, Indonesia memainkan peran penting melalui kepemimpinan pada Koalisi…

Cawe-cawe APBN dalam Lebaran 1445 H

  Oleh: Marwanto Harjowiryono Widyaiswara Ahli Utama, Pemerhati Kebijakan Fiskal   Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi melaporkan kepada Presiden Joko…