Optimisme di Tengah Resesi

Pernyataan optimisme Presiden Jokowi bahwa kondisi ekonomi Indonesia akan segera pulih di tengah pandemi Covid-19, merupakan sebuah tekad pemimpin negara yang perlu kita berikan apresiasi positif. Pasalnya, indikasi pergerakan ekonomi di awal triwulan IV-2020 mulai terlihat. Setidaknya neraca perdagangan Indonesia (NPI) hingga triwulan III-2020 menunjukkan surplus, yang merupakan kelanjutan surplus dari tiga bulan sebelumnya.

Meski Indonesia mau tidak mau harus menghadapi risiko pertumbuhan ekonomi di kuartal III-2020 dipastikan resesi. Hal ini tak perlu dirisaukan secara berlebihan. Karena, sudah banyak negara lain terlebih dulu masuk zona resesi sejak kuartal II-2020. Namun, jika dibandingkan dengan negara lain, dampak negatif pandemi Covid-19 bagi perekonomian jauh lebih terasa di kuartal II-2020. Hampir seluruh negara terkoreksi pertumbuhan ekonominya. Terkecuali China yang justru membukukan angka pertumbuhan positif di kuartal II, yaitu 3,20%.

Sedangkan negara lain ada yang sampai minus di atas 10%, seperti Jerman  minus 11,85%, Singapura (-13,15%), Filipina (-16,50%), dan lainnya. Sementara Indonesia masih di angka minus 5,32%, lebih baik dibanding negara-negara tersebut. Adapun penyebabnya,  ekonomi Indonesia langsung terkontraksi lumayan dalam sampai minus 5,32%, karena konsumsi rumah tangga yang memang terkoreksi cukup dalam sampai minus 5,51% lebih dalam dari kontraksi pertumbuhan ekonomi sendiri.

Kontraksi konsumsi rumah tangga ini berasal dari sub sektor restoran dan hotel sebesar minus 16,5%, serta transportasi dan komunikasi 15,3%, ini cerminan bahwa yang langsung terasa oleh daerah-daerah yang bergantung pada sektor pariwisata.

Contohnya kondisi ekonomi di Bali saat ini lumpuh, karena jumlah turis yang sangat terbatas, belum banyaknya hotel yang beroperasi sehingga masih banyak pekerja yang terpaksa dirumahkan. Demikian juga kegiatan ritel toko-toko segala macam juga masih sangat sedikit beroperasi di Bali.

Selain itu, aktivitas sektor transportasi dan akomodasi merupakan dua sektor yang mempekerjakan orang dalam jumlah yang cukup besar secara langsung maupun tidak langsung, artinya pasti kontraksi ini akan berujung pada peningkatan kemiskinan dan juga gangguan pada ketimpangan gini ratio.

Kontraksi nasional dan global akhirnya menuntut kita untuk mencari solusi. Tentunya solusinya tidak bisa ideal, karena Indonesia harus melakukan dengan protokol kesehatan yang disiplin menghadapi Covid-19. Sehingga otomatis kita harus mencari upaya lain dalam adaptasi kebiasaan baru, sekaligus mengedepankan pemulihan ekonomi yang inklusif dan paling penting berkelanjutan.

Pemerintah saatnya perlu melakukan adaptasi untuk mempercepat penyerapan dana program pemulihan ekonomi nasional (PEN). Diketahui, realisasi serapan dari anggaran ini baru mencapai 34% dari alokasi Rp 695,2 triliun hingga awal September 2020. Namun, mengapa penyerapan PEN ini agak lambat?

Ini karena masa extraordinary. Dalam keadaan luar biasa, pemerintah harus mengeluarkan dua aturan yakni Perpres 54 dan Perpres 72 Tahun 2020 yang saling susul dalam periode yang pendek. Maka dari itu, pemerintah juga memerlukan adaptasi kebijakan. "Artinya, pemerintah juga belajar menyesuaikan dan mencoba cepat, tapi toh prosedur tidak bisa serta merta mengikuti kecepatan itu. Karena, ini kan pola yang sudah puluhan tahun terjadi. Bukan tidak mungkin, tapi perlu adaptasi," ujar Yustinus Prastowo, staf ahli menteri keuangan beberapa waktu lalu.

Yustinus berharap realisasi PEN ke depannya dapat menunjang kelangsungan ekonomi masyarakat pasca pandemi. "Tinggal bagaimana kita merawat modal sosial ini lalu ditransformasikan pasca pandemi, kita punya new normal yang tidak hanya sekedar cara hidup baru tapi juga cara mengelola negara," ujarnya.

Pemerintah telah menerima beberapa usulan baru pemanfaatan biaya penanganan Covid-19 untuk kesehatan mencapai Rp 23,3 triliun termasuk diantaranya pengadaan vaksin Covid-19. Kemudian, ada usulan pemanfaatan program perlindungan sosial sebesar Rp18,7 triliun memanfaatkan dana cadangan pangan/logistik. Juga usulan pemanfaatan program sektoral kementerian/lembaga dan pemda Rp81,1 triliun dan pemanfaatan program insentif usaha Rp3,1 triliun. Untuk itu. diperlukan ketangkasan untuk mengambil keputusan cerdas untuk mendorong pemulihan ekonomi nasional.

BERITA TERKAIT

Sinergitas Lintas Sektoral

Dalam upaya menjaga Keamanan dan Ketertiban Masyarakat (Kamtibmas), serta untuk menciptakan situasi dan kondisi di wilayah agar tetap dalam keadaan…

Optimalisasi Pangan

Harga pangan di sejumlah wilayah Indonesia mengalami kenaikan dalam beberapa waktu terakhir, terlebih menjelang Ramadhan dan Lebaran Idul Fitri. Tidak…

Momentum Jalin Persatuan

Pasca pemilihan umum, bulan Ramadhan menyajikan momentum yang berharga bagi masyarakat untuk menyatukan diri. Meskipun perbedaan politik mungkin telah menimbulkan…

BERITA LAINNYA DI Editorial

Sinergitas Lintas Sektoral

Dalam upaya menjaga Keamanan dan Ketertiban Masyarakat (Kamtibmas), serta untuk menciptakan situasi dan kondisi di wilayah agar tetap dalam keadaan…

Optimalisasi Pangan

Harga pangan di sejumlah wilayah Indonesia mengalami kenaikan dalam beberapa waktu terakhir, terlebih menjelang Ramadhan dan Lebaran Idul Fitri. Tidak…

Momentum Jalin Persatuan

Pasca pemilihan umum, bulan Ramadhan menyajikan momentum yang berharga bagi masyarakat untuk menyatukan diri. Meskipun perbedaan politik mungkin telah menimbulkan…