Laba Bersih Link Net Menyusut 9,56%

NERACA

Jakarta – Pada akhir September 2020, PT Link Net Tbk (LINK) mencatatkan laba bersih sebesar Rp698,9 miliar atau turun 9,56% dibanding priode yang sama tahun lalu mencatatkan rugi bersih sebesar Rp772,8 miliar. Informasi tersebut disampaikan perseroan dalam laporan keuangan yang dipublikasi di Jakarta, kemarin.

Sementara total pendapatan usaha tercatat sebesar Rp2,95 triliun atau tumbuh 6,75% dibanding priode yang sama tahun lalu Rp 2,76 triliun. Pendapatan tersebut berasal dari biaya berlangganan layanan broadband internet dan jaringan sebesar Rp1,60 triliun, biaya berlangganan layanan televisi kabel sebesar Rp1,20 triliun, dan pendapatan lain-lain Rp144 miliar.

Di saat yang sama, pos beban perseroan juga tercatat ikut naik. Beban pokok pendapatan naik dari Rp538,18 miliar menjadi Rp616,16 miliar. Begitu pula beban penjualan naik dari Rp212,16 miliar menjadi Rp282,89 miliar. Dari pos kewajiban perseroan juga mencatatkan kenaikan liabilitas sebesar 55,14% dibandingkan periode yang sama tahun lalu, menjadi Rp3,09 triliun dari yang sebelumnya Rp1,99 triliun.

Kemudian, total aset LINK tercatat bertumbuh hingga periode kuartal III/2020, dari posisi Rp6,65 triliun per akhir Desember 2019 menjadi Rp7,65 triliun per akhir September 2020 atau naik 15,05%. Adapun, kas setara kas akhir tahun perseroan sebesar Rp267 miliar, dengan kas dari aktivitas operasi Rp1,66 triliun, kas untuk aktivitas investasi Rp1,37 triliun, dan kas untuk aktivitas pendanaan Rp222 miliar.

Sebagai informasi, tahun ini perseroan terpaksa harus memangkas target pendapatan untuk segmen layanan internet business to business (B2B) akibat susutnya permintaan karena pemberlakuan sistem work from home (WFH). Enterprise Sales Director Link Net, Agung Satya Wiguna pernah mengatakan, selama masa pandemi lebih dari 75% pekerja menjalankan pekerjaannya dari rumah, sehingga okupansi gedung perkantoran sangat rendah.”Usaha yang jalan juga hanya 11 sektor jadi sisanya off, kosong kantor, gedung, bangunan sektor-sektor lain, termasuk sektor hospitality, perhotelan itu,”ujarnya.

Hal tersebut, ungkapnya, turut membuat segmen B2B emiten dengan brand First Media ini tertekan karena banyak menerima permintaan penurunan layanan bahkan pemberhentian layanan. Dia mencontohkan sektor hospitality yang menyumbang sekitar 20% dari total pendapatan segmen B2B First Media, termasuk 10% di antaranya adalah perhotelan, menjadi yang paling terdampak.

BERITA TERKAIT

Laba Tumbuh 23% - OCBC NISP Bagikan Dividen Rp1,65 Triliun

NERACA Jakarta – Rapat umum pemegang saham tahunan (RUPST) PT Bank OCBC NISP Tbk (NISP) memutuskan untuk membagikan dividen sebesar…

Laba Bersih Indonesia Fibreboard Naik 3,9%

Di tahun 2023, PT Indonesia Fibreboard Industry Tbk (IFII) membukukan laba tahun berjalan sebesar Rp100,9 miliar atau tumbuh 3,9% dibanding tahun…

Laba Bersih PP Presisi Menyusut 4,97%

NERACA Jakarta – Sepanjang tahun 2023, PT PP Presisi Tbk (PPRE) membukukan laba sebesar Rp 172 miliar pada 2023. Angka…

BERITA LAINNYA DI Bursa Saham

Laba Tumbuh 23% - OCBC NISP Bagikan Dividen Rp1,65 Triliun

NERACA Jakarta – Rapat umum pemegang saham tahunan (RUPST) PT Bank OCBC NISP Tbk (NISP) memutuskan untuk membagikan dividen sebesar…

Laba Bersih Indonesia Fibreboard Naik 3,9%

Di tahun 2023, PT Indonesia Fibreboard Industry Tbk (IFII) membukukan laba tahun berjalan sebesar Rp100,9 miliar atau tumbuh 3,9% dibanding tahun…

Laba Bersih PP Presisi Menyusut 4,97%

NERACA Jakarta – Sepanjang tahun 2023, PT PP Presisi Tbk (PPRE) membukukan laba sebesar Rp 172 miliar pada 2023. Angka…