Pengendalian Pandemi Mengkhawatirkan, Pemulihan Ekonomi Makin Panjang

Oleh: Anthony Budiawan, Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS)

Indonesia kini menduduki peringkat pertama kasus Covid-19 terbanyak di Asia Tenggara. Jumlah kasus (terinfeksi) tembus 350 ribu pada pertengahan Oktober 2020. Jumlah ini diperoleh berdasarkan hasil tes harian Covid-19. Namun, berapa jumlah terinfeksi sebenarnya masih misteri. Tidak ada yang tahu. Jumlah terinfeksi ini tergantung dari berapa banyak tes Covid-19 yang dilakukan.

Semakin banyak jumlah tes yang dilakukan maka semakin terlihat lebih jelas berapa jumlah terinfeksi serta penyebarannya. Sehingga pengendalian pandemi Covid-19 bisa lebih terarah dan efektif. Pemerintah bisa melakukan karantina daerah tertentu untuk memotong mata rantai penyebaran virus.

Masalahnya, tes Covid-19 di Indonesia sangat rendah. Sampai pertengahan Oktober 2020, jumlah tes hanya sekitar 0,88 persen dari total penduduk. Atau sekitar 8,8 orang per 1.000 penduduk. Salah satu terendah di dunia. Jauh lebih rendah dari Philipina yang menduduki peringkat kedua kasus terinfeksi Covid-19 terbanyak di Asia Tenggara. Jumlah tes di Filipina sekitar 4,1 kali lipat dibandingkan Indonesia. Yaitu sekitar 3,6 persen atau 36 orang per 1.000 penduduk.

Sebagai perbandingan, jumlah tes Covid-19 di Malaysia mencapai 5,5 persen atau 55 orang per 1.000 penduduk. Singapore 17,4 persen atau 174 orang per 1.000 penduduk. Sedangkan jumlah tes di Amerika Serikat (AS) sangat besar sekali, mencapai 35 persen lebih. Dari hasil tes tersebut diketahui ada sekitar 8 juta kasus terinfeksi, menjadikan AS sebagai dengan kasus Covid-19 terbanyak di dunia.

Kalau Indonesia menjalankan jumlah tes yang sama besarnya seperti di AS, jumlah kasus covid-19 bisa melampaui AS. Karena rasio terinfeksi di Indonesia terhadap jumlah tes mencapai rata-rata 14 persen. Artinya, dari 1.000 orang yang di-tes Covid-19, diketemukan 140 orang terinfeksi. Jauh lebih tinggi dari AS yang “hanya” 6,5 persen.

Kalau Indonesia menjalankan jumlah test seperti di AS, sekitar 35 persen dari jumlah penduduk, atau katakan saja 100 juta tes, maka jumlah kasus terinfeksi covid-19 di Indonesia bisa mencapai 14 juta orang. Jumlah ini bisa membengkak lagi kalau Indonesia tidak melakukan upaya pengendalian penyebaran virus lebih serius. Salah satu caranya melalui karantina atau PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar).

Data 7 bulan terakhir yang diambil dari ourworldindata.org bisa menjadi pembelajaran yang baik. Data membuktikan PSBB mampu menekan jumlah penyebaran virus. Satu  minggu sebelum PSBB Jakarta (yang diikuti daerah lain) diberlakukan pada April 2020, rasio terinfeksi terhadap jumlah tes mencapai 24 persen lebih. Ada 24 orang terjangkit virus dari setiap 100 orang yang di-test.

Minggu pertama setelah PSBB diberlakukan, rasio terinfeksi turun menjadi 12 persen. Kemudian turun lagi menjadi di bawah 10,7 persen pada Mei 2020. Ketika relaksasi PSBB menuju new normal pada awal Juni 2020 diberlakukan, jumlah terinfeksi naik kembali di atas 11 persen. Dan mencapai 13 persen pada Juli 2020; 15,2 persen pada Agustus 2020; 15,9 persen pada September 2020. Bahkan pada tes harian tanggal 10 dan 11 September 2020, jumlah terinfeksi meningkat tajam mencapai lebih dari 23 persen.

PSBB Jakarta Jilid II yang mulai berlaku 14 September 2020 tidak mampu menurunkan rasio terinfeksi secara signifikan. Hanya menjadi sekitar 14 persen. Karena pertama PSBB hanya berlaku di Jakarta saja. Dan kedua, itupun sangat longgar.

Berdasarkan data di atas, kalau pemerintah tidak melakukan pencegahan penyebaran virus secara serius, kalau pemerintah memberlakukan relaksasi seolah-olah tidak ada pandemi, maka jumlah terinfeksi akan naik tajam. Rasio terinfeksi bisa naik menjadi 25 persen atau lebih, seperti yang terjadi pada awal bulan September yang lalu sebelum diberlakukan PSBB jilid II. Kondisi ini akan diperparah dengan keterbatasan pelayanan kesehatan. Rumah sakit tidak akan mampu menampung pasien terinfeksi.

Beberapa penelitian menunjukkan pengendalian pandemi yang buruk akan berdampak buruk bagi ekonomi. Kalau pengendalian penyebaran virus tidak terkendali, ekonomi akan terkontraksi lebih tajam, dan lebih lama.

Indonesia sepertinya sedang menuju ke arah itu. Pandemi tidak terkendali: jumlah kasus terinfeksi akan meningkat tajam. Pemulihan ekonomi akan makan waktu panjang. (www.watyutink.com)

BERITA TERKAIT

Tidak Ada Pihak yang Menolak Hasil Putusan Sidang MK

  Oleh : Dhita Karuniawati, Penelitti di Lembaga Studi Informasi Strategis Indonesia   Mahkamah Konstitusi (MK) mengumumkan hasil sidang putusan…

Investor Dukung Putusan MK dan Penetapan Hasil Pemilu 2024

  Oleh: Nial Fitriani, Analis Ekonomi Politik   Investor atau penanam modal mendukung penuh bagaimana penetapan hasil Pemilihan Umum (Pemilu)…

Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Diprediksi Tetap Tinggi di 2024

  Oleh : Attar Yafiq, Pemerhati Ekonomi   Saat ini perekonomian global tengah diguncang oleh berbagai sektor seperti cuaca ekstrim,…

BERITA LAINNYA DI Opini

Tidak Ada Pihak yang Menolak Hasil Putusan Sidang MK

  Oleh : Dhita Karuniawati, Penelitti di Lembaga Studi Informasi Strategis Indonesia   Mahkamah Konstitusi (MK) mengumumkan hasil sidang putusan…

Investor Dukung Putusan MK dan Penetapan Hasil Pemilu 2024

  Oleh: Nial Fitriani, Analis Ekonomi Politik   Investor atau penanam modal mendukung penuh bagaimana penetapan hasil Pemilihan Umum (Pemilu)…

Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Diprediksi Tetap Tinggi di 2024

  Oleh : Attar Yafiq, Pemerhati Ekonomi   Saat ini perekonomian global tengah diguncang oleh berbagai sektor seperti cuaca ekstrim,…