Pekerja Anak Perusahaan BUMN Gugat UU SDA

NERACA

Jakarta - Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air (SDA) diujikan ke Mahkamah Konstitusi oleh pekerja anak perusahaan BUMN yang khawatir akan kehilangan pekerjaan.


Agus Wibawa dan Dewanto Wicaksono yang merupakan Ketua Umum dan Sekjen Dewan Pengurus Serikat Pekerja Pembangkitan Jawa-Bali serta Prihatin Suryo Kuncoro dan Andi Wijaya yang menjabat Ketua dan Sekretaris Persatuan Pegawai PT Indonesia Power mengajukan pengujian Pasal 19 Ayat (2), Pasal 58, dan Pasal 59 Undang-Undang SDA.


Dalam sidang pendahuluan di Gedung Mahkamah Konstitusi, Kamis (10/9), kuasa hukum pemohon Fandrian Hadistianto mengatakan bahwa Pasal 19 Ayat (2) Undang-Undang SDA membatasi hanya BUMN bidang pengelolaan sumber daya air yang dapat menjadi pengelola sumber daya air.


Sementara itu, tempat para pemohon bekerja sebagai anak perusahaan PT PLN berkecimpung dalam bidang usaha penyediaan tenaga listrik meski berkaitan dengan sumber daya air dalam pengoperasiannya.

"Semenjak berlakunya Undang-Undang SDA justru berpotensi mengancam para pemohon untuk kehilangan pekerjaan yang selama ini telah dikerjakan dengan cara membatasi pihak yang dapat melakukan pengelolaan terhadap sumber daya air," kata Fandrian.


Selanjutnya, dia mempermasalahkan biaya jasa pengelolaan sumber daya air (BJPSDA) yang diatur dalam Pasal 58 dan 59 Undang-Undang SDA, yakni PLTA menjadi subjek hukum yang diwajibkan untuk membayar BJPSDA.


Adanya beban BJPSDA sebagai bagian dari beban produksi, disebutnya akan menambah harga jual listrik kepada rakyat Indonesia dan berdampak pada bisnis PLTA tidak lagi kompetitif untuk menarik investor.

Untuk itu, pemohon mengusulkan agar penggunaan air untuk pembuatan energi listrik oleh BUMN ketenagalistrikan juga dinyatakan secara tegas dikecualikan dari kewajiban membayar BJPSDA.


Selain itu, pemohon ingin agar pengelolaan sumber daya air dapat dilakukan juga oleh BUMN penyedia usaha ketenagalistrikan untuk kepentingan pemenuhan kebutuhan energi listrik.


Sebelumnya, pada tahun 2015 Mahkamah Konstitusi membatalkan sepenuhnya pemberlakuan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air karena bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945.


Gugatan terhadap UU SDA itu diajukan oleh PP Muhammadiyah, Perkumpulan Vanaprastha, dan beberapa pemohon perseorangan.


Dalam permohonannya, para pemohon menunjukkan adanya penyelewengan norma yang mendorong praktik-praktik privatisasi dan komersialisasi air yang merugikan rakyat. Ant

 

BERITA TERKAIT

Kejagung-Kementerian BUMN Rapatkan Pengelolaan "Smelter" Timah Sitaan

NERACA Pangkalpinang - Kejagung bersama Kementerian BUMN akan segera merapatkan pengelolaan aset pada lima smelter (peleburan) timah yang disita penyidik…

KPPU Kanwil I: Harga Beras Berpotensi Bentuk Keseimbangan Baru

NERACA Medan - Kepala Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Kanwil I Ridho Pamungkas menyatakan harga beras berpotensi membentuk keseimbangan baru.…

DJKI Kembalikan 1.668 Kerat Gelas Bukti Sengketa Kekayaan Intelektual

NERACA Jakarta - Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum dan HAM mengembalikan barang bukti sengketa kekayaan intelektual berupa 1.668…

BERITA LAINNYA DI Hukum Bisnis

Kejagung-Kementerian BUMN Rapatkan Pengelolaan "Smelter" Timah Sitaan

NERACA Pangkalpinang - Kejagung bersama Kementerian BUMN akan segera merapatkan pengelolaan aset pada lima smelter (peleburan) timah yang disita penyidik…

KPPU Kanwil I: Harga Beras Berpotensi Bentuk Keseimbangan Baru

NERACA Medan - Kepala Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Kanwil I Ridho Pamungkas menyatakan harga beras berpotensi membentuk keseimbangan baru.…

DJKI Kembalikan 1.668 Kerat Gelas Bukti Sengketa Kekayaan Intelektual

NERACA Jakarta - Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum dan HAM mengembalikan barang bukti sengketa kekayaan intelektual berupa 1.668…