Rem Darurat Jakarta

 

Oleh: Firdaus Baderi

Wartawan Harian Ekonomi Neraca

 

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan akhirnya memutuskan Jakarta kembali memberlakukan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) seperti semula. Ini mengingat situasi wabah di Jakarta saat ini berada dalam kondisi darurat. “Pemprov DKI Jakarta memutuskan menarik rem darurat dan kembali ke PSBB ketat,” ujar Anies kepada pers secara virtual, Rabu malam (9/9).

Artinya, warga Jakarta akan kembali berkegiatan dari rumah, beribadah dari rumah, bekerja dari rumah dan belajar dari rumah, terhitung mulai Senin 14 September 2020.  Keputusan ini diambil dengan mempertimbangkan sejumlah faktor seperti ketersediaan tempat tidur rumah sakit yang hampir penuh dan tingkat kematian yang tinggi dalam sebulan terakhir.

Seperti diketahui DKI Jakarta masih tercatat sebagai daerah dengan kasus tertinggi Covid-19 di Indonesia. Kasus di Ibu Kota hingga Rabu (9/9) mencapai 49.397 kasus, 1.334 meninggal dunia, dan 37.224 orang sembuh.

Menurut Anies, saat ini ambang batas kapasitas RS untuk ruang isolasi dan ICU sudah melampaui angka batas aman dan diperkirakan akan mencapai kapasitas maksimal pada 17 September 2020 dan setelah itu akan  fasilitas kesehatan DKI Jakarta akan kolaps. Karena dalam 6 bulan terakhir kasus Covid-19 di Jakarta didominasi 50% kasus OTG dan 35% adalah kasus gejala ringan-sedang.

Tidak hanya itu. Kebijakan PSBB Ketat akan berdampak pada faktor ekonomi. Karena seluruh kegiatan perkantoran akan dilakukan dari rumah dan hanya akan ada 11 bidang esensial yang diperbolehkan beroperasi. Seluruh tempat hiburan akan kembali ditutup. Kerumunan dan kegiatan yang mengumpulkan dilarang.

Nah, kebijakan PSBB Ketat tentu saja berdampak ekonomi tidak ringan terhadap mata pencaharian warga Jakarta. Asosiasi Ojek Online (Ojol) Garda Indonesia meminta operasional Ojol tidak dilarang saat pemberlakuan PSBB total mulai 14 September. Salah satu hal yang dikhawatirkan Garda yaitu pendapatan pengemudi ojol bakal kembali merosot tajam seperti pengalaman PSBB saat pertama kali diberlakukan pada April 2020.

Faktor moda transportasi juga perlu mendapat perhatian Gubernur DKI, adalah sarana KRL CommuterLine dan Bus TransJakarta yang cukup strategis. Pasalnya, konektivitas moda transportasi tersebut saat ini sudah berjalan dinamis dan menerapkan standar protokol kesehatan secara konsisten. Kondisi penumpang KRL maupun TransJakarta saat ini tetap 70% dari kapasitasnya.

Patut disadari, sarana moda transportasi KRL itu bersifat multi sektoral yang kewenangannya berada di Kemenhub dan PT KAI (persero). Masyarakat pengguna KRL bukan hanya diperuntukkan warga Jakarta, tetapi mencakup kepentingan warga sekitarnya dari Depok, Bekasi, Bogor, Tangerang, dan sejauh ini belum ada data riset yang valid terhadap munculnya klaster Covid-19 dari transportasi publik tersebut.  

Yang ramai diperbincangkan sebenarnya adalah ketika Pemprov DKI memberlakukan kembali kebijakan ganjil-genap (Gage) untuk kendaraan pribadi, yang berisiko munculnya klaster Covid-19 dari transportasi publik karena banyaknya pemilik kendaraan pribadi berpindah menggunakan KRL dan TransJakarta.

 Jadi, kebijakan PSBB Ketat boleh saja diberlakukan demi meningkatkan disiplin protokol kesehatan warga Jakarta, namun di sisi lain kebijakan itu jangan sampai menghambat bahkan menggerus masalah ekonomi masyarakat yang saat ini mengalami kesulitan di tengah pandemi Covid-19. Semoga.

BERITA TERKAIT

Ekspor Nonmigas Primadona

Oleh: Zulkifli Hasan Menteri Perdagangan Neraca perdagangan Indonesia kembali mencatatkan surplus pada periode Februari 2024 sebesar USD0,87 miliar. Surplus ini…

Jaga Kondusivitas, Tempuh Jalur Hukum

  Oleh: Rama Satria Pengamat Kebijakan Publik Situasi di masyarakat saat ini relatif kondusif pasca penetapan hasil Pemilihan Umum (Pemilu)…

Perspektif UMKM di Ramadhan

Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Memasuki pertengahan bulan suci Ramadhan seperti ini ada dua arus perspektif yang menjadi fenomena…

BERITA LAINNYA DI

Ekspor Nonmigas Primadona

Oleh: Zulkifli Hasan Menteri Perdagangan Neraca perdagangan Indonesia kembali mencatatkan surplus pada periode Februari 2024 sebesar USD0,87 miliar. Surplus ini…

Jaga Kondusivitas, Tempuh Jalur Hukum

  Oleh: Rama Satria Pengamat Kebijakan Publik Situasi di masyarakat saat ini relatif kondusif pasca penetapan hasil Pemilihan Umum (Pemilu)…

Perspektif UMKM di Ramadhan

Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Memasuki pertengahan bulan suci Ramadhan seperti ini ada dua arus perspektif yang menjadi fenomena…