Stres Picu Alzheimer, Gangguan Otak Hingga Memori Negatif

Situasi pandemi Covid-19 yang tidak menentu, aliran berita negatif, informasi jumlah kasus hingga ada orang terdekat yang terkena infeksi jelas jadi pemicu stres.

Banyak penelitian terkait stres menyebut kadar stres berhubungan dengan peningkatan risiko penyakit. Tidak hanya  selesma, stres bisa memicu asma bahkan penyakit alzheimer. Apa itu alzheimer?

Yuda Turana, ahli neurologi FKIK Unika Atma Jaya Jakarta, menuturkan saat bicara soal alzheimer berarti bicara soal siklus kehidupan. Saat tubuh menua, organ termasuk otak pun menua. Otak dicirikan mengerut dan mengecil. Namun pada mereka yang mengalami alzheimer, proses penuaan otak terjadi lebih cepat daripada seharusnya.

"Proses penuaan tidak bisa kita setop. Pilihannya cuma dua, mau dipercepat atau diperlambat. Tentu pilihannya diperlambat," kata Yuda dalam webinar bersama BCA dan Alzheimer Indonesia (ALZI), dikutip dari CNN Indonesia,com.

Otak menciut

Yuda menunjukkan perbandingan kondisi otak sehat dan otak dengan alzheimer. Otak sehat terlihat padat sedangkan otak dengan alzheimer terlihat mengerut dan lebih kecil terutama terlihat pada bagian hippocampus. Hippocampus merupakan pusat memori. Saat terserang alzheimer, hippocampus mengerut dan mengecil sehingga bisa mempengaruhi fungsi.

Hippocampus juga berfungsi sebagai bagian memori untuk mengingat dan melupakan. Berkat hippocampus, orang bisa mengingat hal positif dan melupakan hal negatif.

"Kasus alzheimer yang menjadi masalah adalah kemampuan mengingat hal penting, makin lama makin menurun. (Serta) menyisakan kemunduran otak dalam hal melupakan hal negatif. Makanya, seringkali ada pertanyaan kenapa orang yang kena alzheimer yang diingat itu hal negatif, gampang curiga, gampang marah," jelas Yuda.

Otak sebenarnya mengingat apapun. Namun, Alzheimer membuat orang lebih dulu melupakan memori yang bersifat netral. Kemudian saat makin berat, memori emosi positif hilang. Akibatnya, hanya menyisakan memori emosi negatif. Dari sini timbul perilaku yang merupakan akibat dari sisa memori emosi negatif.

Hingga kini belum ada obat yang bisa menghentikan proses penuaan otak. Padahal, ini adalah faktor risiko utama dari Alzheimer. Sehingga, Yuda menyarankan untuk melakukan deteksi dini untuk mencegah penyakit ini.

Anda pun juga perlu menghindari faktor-faktor risiko lain seperti hipertensi, kebiasaan merokok, konsumsi alkohol, kelebihan berat badan, stres, depresi, kurang aktivitas fisik, dan kurang aktivitas otak yang memicu agar terus aktif.

Sementara itu, Tes darah deteksi Alzheimer bakal jadi kenyataan. Studi yang dipublikasikan di JAMA Network menemukan tes darah bisa mendeteksi protein tau, yang menjadi salah satu tanda Alzheimer.

Deteksi ini bahkan disebut sama akuratnya dengan pemindaian positron emission tomograpy (PET). Hasil pemindaian PET atau spinal tap merupakan standar diagnosis yang sebelumnya dilakukan.

Peneliti dari AS dan Swedia membagi studi menjadi tiga bagian. Mereka mengukur versi abnormal dari protein tau yang disebut p-tau217. Peneliti menemukan lebih banyak p-tau217 pada orang dengan penyakit Alzheimer daripada orang yang sehat.

Tes ini juga mampu membedakan berbagai jenis demensia kognitif dengan tanda-tanda awal Alzheimer. Dalam riset, disebutkan bahwa tingkat akurasi tes ini mencapai 89-98 persen.

BERITA TERKAIT

Mengenal LINAC dan Brachytherapy Opsi Pengobatan Kanker

Terapi radiasi atau radioterapi, termasuk yang menggunakan Linear Accelerator (LINAC) dan metode brachytherapy telah menjadi terobosan dalam dunia medis untuk…

Masyarakat Diminta Responsif Gejala Kelainan Darah

Praktisi kesehatan masyarakat, dr. Ngabila Salama meminta masyarakat untuk lebih responsif terhadap gejala kelainan darah dengan melakukan pemeriksaan atau skrining.…

Mengatur Pola Makan Pasca Lebaran, Simak Tipsnya

  Makan makanan ini di Hari Lebaran sebenarnya enak, tapi ingat jangan berlebihan, ya! Pasalnya, mengonsumsi santan dan makanan berlemak…

BERITA LAINNYA DI Kesehatan

Mengenal LINAC dan Brachytherapy Opsi Pengobatan Kanker

Terapi radiasi atau radioterapi, termasuk yang menggunakan Linear Accelerator (LINAC) dan metode brachytherapy telah menjadi terobosan dalam dunia medis untuk…

Masyarakat Diminta Responsif Gejala Kelainan Darah

Praktisi kesehatan masyarakat, dr. Ngabila Salama meminta masyarakat untuk lebih responsif terhadap gejala kelainan darah dengan melakukan pemeriksaan atau skrining.…

Mengatur Pola Makan Pasca Lebaran, Simak Tipsnya

  Makan makanan ini di Hari Lebaran sebenarnya enak, tapi ingat jangan berlebihan, ya! Pasalnya, mengonsumsi santan dan makanan berlemak…