Privatisasi Grup Perusahaan BUMN Dipersoalkan di MK

NERACA

Jakarta - Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu mempersoalkan privatisasi grup perusahaan BUMN tidak dilarang secara tegas dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara ke Mahkamah Konstitusi (MK).


Dalam sidang perdana di Gedung Mahkamah Konstitusi, Senin (10/8), kuasa hukum pemohon Janses Sihaloho mengajukan permohonan uji materi Pasal 77 Huruf c dan Huruf d Undang-Undang BUMN.


"Kami menyatakan bahwa Pasal 77 Huruf c dan Huruf d Undang-Undang BUMN secara limitatif hanya mengatur secara tegas persero tidak dapat diprivatisasi. Namun, tidak mengatur secara tegas mengenai perusahaan milik persero atau anak perusahaan persero yang memiliki kegiatan usaha sebagaimana dimaksud pada Pasal 77 Undang-Undang BUMN Nomor 19 Tahun 2003," ujar Janses Sihaloho.

Menurut dia, tujuan utama dibentuknya BUMN adalah mencari keuntungan dan menyediakan barang dan jasa yang untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, sesuai dengan Pasal 2 Undang-Undang BUMN.

Namun, dengan dibentuknya grup perusahaan, sebagian besar saham anak perusahaan dapat dikuasai oleh swasta.


Dalam hal Pertamina, dia menyebut pemerintah membentuk dan menetapkan sub-holding dan anak perusahaan yang tercantum dalam Surat Keputusan Direksi Pertamina Persero Nomor Keputusan 18C0000/2/2020/SO tentang Perubahan Struktur Organisasi Dasar Pertamina, di antaranya dibentuk sub-holding upstream, sub-holding refinery petrochemical, serta sub-holding commercial and trading.


Selain itu, rencana privatisasi didalilkan sudah direncanakan pemerintah dengan melakukan IPO kepada anak dan cucu usaha PT Pertamina di level sub-holding.


Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1971 tentang Perusahaan Pertambangan Minyak, Gas, dan Negara dikatakannya mengatur Pertamina adalah perusahaan minyak yang terintegrasi dari hulu hingga hilir.


Namun, adanya anak perusahaan menyebabkan terpecahnya sistem integrasi Pertamina dan berpotensi menimbulkan persaingan bisnis antarsektor usaha.


Untuk itu, pemohon mengusulkan agar kata "persero" tidak hanya dimaknai sebagai persero, tetapi juga perusahaan milik persero atau anak perusahaan persero dalam Pasal 77 Huruf c dan Huruf d Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara.


Menanggapi permohonan itu, Hakim Konstitusi Saldi Isra menasihati kuasa hukum pemohon agar melengkapi bukti-bukti pendukung.


"Lengkapi selengkap-lengkapnya bukti apa yang diperlukan untuk mendukung argumentasi ini sebab nanti kalau diputuskan tidak ke sidang pleno, kami akan periksa bukti-bukti Saudara," katanya. Ant

 

 

 

BERITA TERKAIT

Grab Raih Sertifikat Kepatuhan Persaingan Usaha

NERACA Jakarta - Grab Indonesia menjadi perusahaan berbasis teknologi pertama penerima sertifikat penetapan program kepatuhan persaingan usaha menurut Komisi Pengawas…

KPK: Anggota Dewan Harus Mewariskan Budaya Antikorupsi

NERACA Jakarta - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron mengatakan anggota dewan harus mewariskan budaya antikorupsi. “Tantangan terbesar…

KPPU: Skema Denda di UU Cipta Kerja Guna Beri Efek Jera

NERACA Jakarta - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mengatakan skema denda yang diatur dalam Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker) bertujuan…

BERITA LAINNYA DI Hukum Bisnis

Grab Raih Sertifikat Kepatuhan Persaingan Usaha

NERACA Jakarta - Grab Indonesia menjadi perusahaan berbasis teknologi pertama penerima sertifikat penetapan program kepatuhan persaingan usaha menurut Komisi Pengawas…

KPK: Anggota Dewan Harus Mewariskan Budaya Antikorupsi

NERACA Jakarta - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron mengatakan anggota dewan harus mewariskan budaya antikorupsi. “Tantangan terbesar…

KPPU: Skema Denda di UU Cipta Kerja Guna Beri Efek Jera

NERACA Jakarta - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mengatakan skema denda yang diatur dalam Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker) bertujuan…