Kebijakan Gage vs Covid-19

 

Oleh: Firdaus Baderi

Wartawan Harian Ekonomi Neraca

 

Ketika menghidupkan kembali kebijakan pembatasan kendaraan pribadi melalui nomor plat ganjil genap (Gage), Pemprov DKI Jakarta berdalih sebagai upaya mengurangi penyebaran virus Covid-19? Benarkah alasan tersebut?

Menurut pengamat transportasi dan kebijakan publik dari Forum Warga Kota Jakarta (Fakta), Azas Tigor Nainggolan, aturan Gage tidak berhubungan dengan penanganan wabah di ibu kota. Kebijakan Gage sejak awal tidak dibuat dengan mempertimbangkan keadaan darurat. Tujuannya semata-mata hanyalah demi mengurangi volume kendaraan di jalan raya dan menekan kemacetan.

"Kebijakan ini dibuat atau dilahirkan dengan perhitungan bukan pada situasi keadaan darurat atau bencana kesehatan di masa pandemi Covid 19 seperti sekarang," ujarnya. Sebab Gage hanya mampu mengalihkan pengguna kendaraan pribadi ke angkutan umum, bukan membatasi pergerakannya.

Tidak hanya pengamat transportasi, anggota DPRD DKI Jakarta Purwanto  berpendapat senada. "Jadi menurut saya salah jika Pemprov Jakarta ingin tetap menerapkan kebijakan ganjil genap pada masa pandemi Covid 19," ujarnya.

Menurut dia, aturan ini bisa memicu munculnya klaster baru di angkutan umum. Mobilitas masyarakat tetap akan tinggi meski ganjil genap sudah diterapkan, karena mereka bisa menaiki angkutan umum. Karena itu, dia menilai Pemprov DKI Jakarta salah langkah mengambil kebijakan tersebut.

Bagaimanapun, kebijakan Gage tidak akan berpengaruh pada aturan pembatasan karyawan yang masuk ke kantor sebanyak 50 persen. Seharusnya, Pemprov DKI Jakarta menghidupkan lagi kebijakan untuk kerja dari rumah (work from home-WFH) secara penuh kembali diterapkan.

Memberlakukan kembali kebijakan WFH sangat strategis untuk mengurangi karyawan yang masuk kerja ketimbang kebijakan Gage. Karena karyawan akan tetap akan masuk kantor (virtual) namun risiko penyebaran dapat berkurang. Ingat, risiko tertular di transportasi umum lebih besar dari pada kendaraan pribadi.

Pemprov DKI sebaiknya berpikir bagaimana mencegah klaster baru di transportasi umum yang disebabkan oleh kebijakan Gage. Jika memang perlu WFH bisa diterapkan kembali dengan dibarengi pengawasan protokol kesehatan yang sangat ketat. Misalnya, seluruh karyawan kantor wajib melakukan rapid test sebulan sekali untuk mendeteksi kesehatan pegawai betul-betul aman dari virus Covid-19.

Patut disadari, bahwa kebijakan Gage itu berada di sisi hilir, sementara di hulu adalah sistem waktu kerja perkantoran. Artinya, selama jam kantor di Jakarta masih tetap berlaku tunggal saat ini (Pk. 08.00 – 16.00), maka risiko penularan Covid-19 tetap tinggi. Bahkan sekarang sudah ada klaster perkantoran yang berpotensi tinggi munculnya orang tanpa gejala (OTG) di sekitarnya.

Lebih bijak jika Pemprov DKI Jakarta dapat mengatur jam perkantoran secara segmentasi wilayah. Misalnya perkantoran di Jakarta Pusat menerapkan jam kantor pk. 07.00 s/d 15.00, kemudian di wilayah Jakarta Barat jam kantor mulai Pk. 10.00 s/d 18.00. Dengan cara ini otomatis mobilitas karyawan akan berkurang baik di wilayah maupun jalan raya sekitarnya.

Selain itu, Ditlantas Polda Metro Jaya juga sebaiknya mengizinkan taksi online tetap beroperasi saat penerapan kebijakan Gage. Karena salah satu mengurangi kendaraan pribadi adalah masyarakat menggunakan sarana taksi online, yang operasionalnya sudah disahkan oleh pemerintah.

BERITA TERKAIT

Ekspor Nonmigas Primadona

Oleh: Zulkifli Hasan Menteri Perdagangan Neraca perdagangan Indonesia kembali mencatatkan surplus pada periode Februari 2024 sebesar USD0,87 miliar. Surplus ini…

Jaga Kondusivitas, Tempuh Jalur Hukum

  Oleh: Rama Satria Pengamat Kebijakan Publik Situasi di masyarakat saat ini relatif kondusif pasca penetapan hasil Pemilihan Umum (Pemilu)…

Perspektif UMKM di Ramadhan

Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Memasuki pertengahan bulan suci Ramadhan seperti ini ada dua arus perspektif yang menjadi fenomena…

BERITA LAINNYA DI

Ekspor Nonmigas Primadona

Oleh: Zulkifli Hasan Menteri Perdagangan Neraca perdagangan Indonesia kembali mencatatkan surplus pada periode Februari 2024 sebesar USD0,87 miliar. Surplus ini…

Jaga Kondusivitas, Tempuh Jalur Hukum

  Oleh: Rama Satria Pengamat Kebijakan Publik Situasi di masyarakat saat ini relatif kondusif pasca penetapan hasil Pemilihan Umum (Pemilu)…

Perspektif UMKM di Ramadhan

Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Memasuki pertengahan bulan suci Ramadhan seperti ini ada dua arus perspektif yang menjadi fenomena…