NERACA
Jakarta – Di tengah pandemi Covid-19 ini, industri reksadana masih berpeluang tumbuh seiring dengan kesadaran masyarakat akan pentingnya berinvestasi. Hal inilah yang mendasari PT Sucorinvest Asset Management (AM) begitu optimis dana kelolaan akan tumbuh positif hingga akhir tahun ini menjadi Rp 15 triliun. Pada akhir tahun 2019 kemarin, total dana kelolaan Sucorinvest AM sebesar Rp 10,5 triliun.
Presiden Direktur Sucor AM, Jemmy Paul menyebut hingga akhir Juni kemarin, pihaknya telah mengantongi dana kelolaan mencapai Rp 11,3 triliun. “Kalau untuk saat ini dana kelolaan berkisar di Rp 13,3 triliun, tapi pada akhir bulan akan mengalami penurunan seiring investor yang melakukan aksi redemption. Kami berharap bisa mempertahankan di kisaran Rp 12 triliun-Rp 12,5 triliun pada akhir bulan nanti,” ujarnya dalam acara diskusi BizInsight online di Jakarta, kemarin.
Dalam beberapa waktu terakhir, Jemmy menyebut investor lebih memilih masuk ke reksadana pasar uang dan reksadana saham. Sucor AM baru meluncurkan satu produk baru pada tahun ini, yaitu reksadana Sucorinvest Stable Fund, sebuah reksadana dengan aset dasar alias underlying asset obligasi korporasi. Jemmy mengaku, pihaknya tengah menyiapkan untuk kembali meluncurkan produk reksadana teranyar dalam waktu dekat. “Rencananya kami akan meluncurkan reksadana campuran berdenominasi dolar Amerika Serikat pada akhir Juli atau awal Agustus. Reksadana ini underlying-nya adalah obligasi korporasi dari Indonesia minimum sebesar 70%, sementara sisanya akan di tempatkan di saham,”kata Jemmy.
Sementara Wealth Management & Premier Banking Bank Commonwealth, Ivan mengungkapkan, pertumbuhan dana kelolaan dalam enam bulan terakhir sebesar 10%, ditopang oleh aset investasi berbasis obligasi berdenoinasi rupiah. Untuk diketahui, bisnis wealth management merupakan sumber pendapatan yang menjanjikan bagi Bank Commonwealth. Apalagi, saat ini jumlah investor di Indonesia semakin meningkat.
Ivan menunjukkan, dari survei bahwa minat masyarakat untuk berinvestasi di pasar modal akan meningkat 20—22% dalam enam bulan ke depan. Adapun, masyarakat yang disurvei lebih memilih instrumen investasi di pasar modal dan asuransi ketimbang instrumen perbankan.Dengan demikian, Ivan optimistis bisnis wealth management Bank Commonwealth bisa tumbuh 10% lagi pada paruh kedua tahun ini.“Masih ada 6 bulan lagi, kalau kami bisa tumbuh sekitar 10% lagi dan dalam setahun bisa tumbuh 20 persen ini akan menjadi suatu hal yang fantastis,” tutur Ivan.
Adapun kenaikan dana kelolaan bisnis wealth management Bank Commonwealth pada periode Januari—Juni 2020 berasal dari aset berbasis obligasi terutama Surat Utang Negara (SUN) yang naik hingga 30 persen. Untuk periode enam bulan ke depan, Ivan mengaku tidak akan berharap banyak dengan SUN melainkan lebih kepada instrumen berbasis saham seperti reksa dana saham.
PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BTN) menempati posisi Top 3 tempat kerja terbaik untuk pengembangan karir di Indonesia versi…
NERACA Jakarta – Resmi mencatatkan sahamnya di pasar modal, PT Atlantis Subsea Indonesia Tbk (ATLA) membidik pendapatan tumbuh 20% pada…
NERACA Jakarta- Tensi ketegangan politik di kawasan timur tengah menjadi sentimen negatif terhadap indeks harga saham gabungan (IHSG) di Bursa…
PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BTN) menempati posisi Top 3 tempat kerja terbaik untuk pengembangan karir di Indonesia versi…
NERACA Jakarta – Resmi mencatatkan sahamnya di pasar modal, PT Atlantis Subsea Indonesia Tbk (ATLA) membidik pendapatan tumbuh 20% pada…
NERACA Jakarta- Tensi ketegangan politik di kawasan timur tengah menjadi sentimen negatif terhadap indeks harga saham gabungan (IHSG) di Bursa…