Corona Menyerang, DPR Minta Amankan Pangan

NERACA

Jakarta – Semakin meningkatnya jumlah penderita corona, maka Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) meninta untuk mengamankan pasokan pangan, agar masyarakat dapat dengan meudah memperoleh dan terjangkau harganya.  

Anggota Komisi IV DPR RI, Hamid Noor mengatakan Sektor pertanian harus menjadi kebutuhan prioritas dalam menghadapi penyebaran Covid 19 di Indonesia. Sektor ini tidak bisa dianggap remeh karena berkaitan langsung dengan kebutuhan dasar umat manusia.

"Yang paling penting dalam situasi seperti ini adalah adanya jaminan akses pangan yang mudah didapat dengan harga yang wajar atau normal bagi seluruh masyarakat," ujar Hamid.

Menurut Hamid, penyebaran Covid 19 sangat berbahaya dan berdampak luas ke berbagai sektor. Salah satu imbasnya adalah terganggunya produksi petani di seluruh daerah.

"Untuk itu saya meminta kepada pemerintah, agar ada pernyataan dan regulasi yang ditetapkan untuk memastikan pendapatan petani yang memadai dengan kepastian harga yang baik dan tidak diganggu aktivitas impor," kata Hamid.

Berkaitan dengan hal ini, Kementerian Pertanian (Kementan) telah menjamin terpenuhinya sebelas kebutuhan bahan pokok untuk mendukung pemberlakuan Work From Home (WFH) yang menjadi kebijakan pemerintah pusat dalam memutus rantai penyebaran Covid 19.

Upaya tersebut salah satunya dengan melakukan penandatanganan kesepakatan bersama supplier dan produsen pangan tentang ketersediaan, stabilisasi pasokan dan harga pangan. Penandatanganan tersebut merupakan bentuk komitmen pemerintah untuk menjaga pasokan dan stabilitas harga menghadapi wabah Korona serta menjelang puasa dan lebaran.

"Ini tugas bersama untuk negara dan bangsa dalam menyediakan pangan yang cukup bagi 267 juta orang," papar Hamid.

Menurut Hamid, “adapun kesebelas bahan pokok itu diantaranya komoditas beras, jagung, daging ayam, daging sapi, telur, minyak goreng, gula pasir, cabai merah, cabai rawit, bawang merah, dan bawang putih.”

Sebelumnya, Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo mengatakan, jika ekonomi terus melemah, maka tidak menutup kemungkinan akan terjadi shut down secara perlahan dan industri-industri di seluruh dunia. Mereka secara serentak akan menurunkan produksi sementara dan bisa mengakibatkan PHK dalam skala besar.

"Persoalan ini yang harus menjadi perhatian kita sebagai pemerintah. Untuk itu, mari kita pastikan perekonomian kecil tetap berjalan dari pasar ke pasar. Meskipun dari data yang kita miliki, beras kita cukup dan yang lain juga cukup," kata Sayhrul.

Bahkan, Syahrul menegaskan, "kita tidak boleh menambah beban psikologi negara. Jangan biarkan harga cabai naik dari Rp 25 ribu menjadi Rp 80 ribu.”

Disisi lain, Syahrul mendukung tindakan tegas aparat berwajib untuk memberi efek jera kepada oknum-oknum yang sengaja menaikan harga dan menimbun bahan pangan.

"Kalo ada penimbunan saya akan minta pak Kapolri turun tangan. Semua harus turun tangan, jangan biarkan publik panik sehingga terjadi yang namanya Panic Buying. Yang jelas seluruhnya kita usahakan mulai dari kebutuhan hingga produksi dalam negeri," terang Syahrul.

Sementara itu, Dosen Pertanian dari Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor (IPB), Harianto mendukung upaya dalam meningkatkan produksi pertanian melalui gerakan nasional peningkatan produktivitas dan produksi komoditas pertanian 2020.

"Saya mendukung peningkatan ini karena kita harus mempertahankan pangan Indonesia dalam menghadapi perubahan iklim dan dinamika ekonomi global yang terjadi saat ini," ujar Harianto.

Menurut Harianto, langkah tersebut harus disikapi secara serius karena dampak perubahan iklim akan membuat banyak negara krisis serta merasa sulit untuk meningkatkan kualitas produksi pertanian.

"Disatu sisi, hal ini menjadi kesempatan bagus bagi Indonesia karena diuntungkan dengan garis demografis, dimana banyak penerus-penerus petani muda yang akan berdatangan," kata Hartanto.

Menurut Harianto, bonus demografi tersebut akan menguntungkan Indonesia karena ada 10 milyar lebih generasi baru tumbuh di seluruh dunia. Karena itu, perubahan ini harus disikapi secara serius dengan kesigapan memperkuat kebutuhan pangan nasional.

Sekedar informasi, intensitas musim kemarau tahun 2019 jauh lebih besar ketimbang musim kemarau di tahun 2018. Musim kemarau tahun lalu lebih banyak dipengaruhi aktivitas Indian Dipole Mode (IOD) dengan posisi positif hampir di sepanjang semester kedua tahun 2019. Selain itu musim kemarau tahun 2019 juga banyak dipengaruhi oleh suhu muka laut di Indonesia bagian selatan yang secara umum lebih dingin dari biasanya.

 

BERITA TERKAIT

Pelaku Transhipment Dari Kapal Asing Ditangkap - CEGAH ILLEGAL FISHING

NERACA Tual – Kapal Pengawas Orca 06 milik Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) berhasil mengamankan Kapal Pengangkut Ikan asal Indonesia yang…

Puluhan Ton Tuna Loin Beku Rutin Di Ekspor ke Vietnam

NERACA Morotai – Karantina Maluku Utara kembali memfasilitasi ekspor tuna loin beku sebanyak 25 ton tujuan Vietnam melalui Satuan Pelayanan…

Libur Lebaran Dorong Industri Parekraf dan UMKM

NERACA Jakarta – Tingginya pergerakan masyarakat saat momen mudik dan libur lebaran tahun ini memberikan dampak yang besar terhadap industri…

BERITA LAINNYA DI Perdagangan

Pelaku Transhipment Dari Kapal Asing Ditangkap - CEGAH ILLEGAL FISHING

NERACA Tual – Kapal Pengawas Orca 06 milik Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) berhasil mengamankan Kapal Pengangkut Ikan asal Indonesia yang…

Puluhan Ton Tuna Loin Beku Rutin Di Ekspor ke Vietnam

NERACA Morotai – Karantina Maluku Utara kembali memfasilitasi ekspor tuna loin beku sebanyak 25 ton tujuan Vietnam melalui Satuan Pelayanan…

Libur Lebaran Dorong Industri Parekraf dan UMKM

NERACA Jakarta – Tingginya pergerakan masyarakat saat momen mudik dan libur lebaran tahun ini memberikan dampak yang besar terhadap industri…