PERTUMBUHAN EKONOMI RI DIPREDIKSI 4,9% - Moodys: Perbankan Lokal Masih Miliki Resiliensi

Jakarta-Lembaga keuangan internasional, Moody's Investor Service, menilai sektor perbankan ikut terpukul dengan adanya ketidakpastian global. Namun, perbankan Indonesia dinilai masih memiliki ketahanan (resiliensi) di tengah gejolak global tersebut. Moody's juga memprediksi  pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini hanya 4,9%, lebih rendah dari perkiraan pemerintah sebesar 5,04-5,05%

NERACA

Analyst Financial Institutions Group Tengfu Li mengatakan, perbankan Indonesia tergolong masih tahan terhadap ancaman krisis. Hal ini berdasarkan simulasi krisis (stress test) yang dilakukan oleh Moody's. "Kami juga melakukan stress test, hasilnya mereka akan tetap sangat kuat di bawah skenario stress test kami," ujarnya di Jakarta, Rabu (4/12).

Dia menjelaskan, ketahanan perbankan Indonesia terlihat dari tingkat margin bunga bersih alias net interest margin (NIM). Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menunjukkan posisi NIM ada di level 4,9% pada Agustus 2019.

"Kami masih tetap optimis terhadap sistem perbankan secara keseluruhan. Bank-bank Indonesia tetap memiliki modal yang sangat baik, bahkan jika dibandingkan dengan perbankan di regional, bank di Indonesia memiliki rasio modal tertinggi," ujarnya.

Selain itu, perbankan Indonesia dinilai memiliki potensi untuk melakukan efisiensi atau penghematan dengan menerapkan digitalisasi. Digitalisasi perbankan disebutkan mampu mendongkrak pendapatan non bunga ( fee based income). Dengan kenaikan fee based income, maka NIM pun akan ikut naik.

Namun, dia mengingatkan perbankan Indonesia masih memiliki tantangan yang cukup berat. Yaitu rendahnya penyaluran kredit. Moody's memprediksi penyaluran kredit bank hanya tumbuh single digit pada 2020 yaitu di kisaran 8-9%. Prediksi itu lebih rendah dibanding target OJK yaitu di level 13%.

Selain itu, tantangan juga ada pada kondisi likuiditas yang ketat. Moodys menilai tingkat likuiditas bank di Indonesia tidak merata antara bank umum kategori usaha (BUKU) besar dan kecil. "Kami berharap likuiditas stabil karena dua alasan utama satu permintaan pinjaman yang lemah dan kami melihat bank sentral memberikan pelonggaran likuiditas seperti dengan memotong persyaratan cadangan (Giro Wajib Minimum/GWM)," ujarnya seperti dikutip merdeka.com. .

Sebelumnya, rapat dewan komisioner (RDK) OJK menilai stabilitas sektor jasa keuangan akhir November dalam kondisi terjaga dengan intermediasi sektor jasa keuangan tetap tumbuh positif. Profil risiko industri jasa keuangan juga terpantau terkendali di tengah perlambatan ekonomi global.

Perlambatan pertumbuhan ekonomi global dan kondisi geopolitik, seperti trade war dan brexit masih menjadi sentimen utama yang mewarnai perkembangan pasar keuangan global. "Sementara itu, kebijakan dovish oleh beberapa bank sentral negara maju berpengaruh positif terhadap likuiditas global, terutama emerging markets, termasuk Indonesia," ujar Jurubicara OJK Sekar Putih Djarot di Jakarta, pekan lalu.

Pada Oktober 2019, yield SBN mengalami penguatan sebesar 25 bps yang disertai aliran dana investor nonresiden yang mencapai Rp29,1 triliun. Dengan demikian sampai dengan 22 November 2019, secara ytd aliran investor non-residen ke pasar SBN telah mencapai Rp175,6 triliun diiringi dengan penguatan yield sebesar 98,5 bps. Sementara itu, sampai akhir Oktober, pasar saham menguat sebesar 1% mtm menjadi 6.228,3.

Penguatan ini ditopang oleh investor domestik mengingat investor nonresiden tercatat membukukan net sell sebesar Rp3,8 triliun. Namun, meningkatnya sentimen global di akhir minggu ke-3 November 2019, IHSG mencatatkan penurunan tipis ke level 6.100,2 dengan net buy investor nonresiden sebesar Rp43,9 triliun (ytd).

Secara umum, kinerja intermediasi lembaga jasa keuangan data Oktober 2019 masih sejalan dengan perkembangan yang terjadi di perekonomian domestik. Kredit perbankan mencatat pertumbuhan positif sebesar 6,53% (yoy), ditopang kredit investasi yang tetap tumbuh double digit di level 11,2% (yoy).

Piutang pembiayaan Perusahaan Pembiayaan juga masih tumbuh stabil di level 3,5% (yoy). Dari sisi penghimpunan dana, Dana Pihak Ketiga (DPK) perbankan tumbuh sebesar 6,29% (yoy). Selain itu, sepanjang Januari sampai Oktober 2019, asuransi jiwa dan asuransi umum/reasuransi berhasil menghimpun premi masing-masing sebesar Rp152,4 triliun dan Rp82,2 triliun.

Sampai dengan 26 November 2019, penghimpunan dana melalui pasar modal telah mencapai Rp155 triliun, serupa dengan level penghimpunan dana pada 2018. Adapun jumlah emiten baru pada periode tersebut sebanyak 48 perusahaan dengan pipeline penawaran sebanyak 61 emiten dengan total indikasi penawaran sebesar Rp22,8 triliun.

Pertumbuhan Ekonomi

Pada bagian lain, Moody's  memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia akan berada di bawah 5% hingga 2021 mendatang. Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2020 diprediksi hanya akan menyentuh angka 4,7%. Sementara itu, untuk tahun ini Moody's memprediksi capaian pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya 4,9%.

"Kami prediksi pertumbuhan di tahun depan sedikit lebih rendah, 4,7% (pertumbuhan ekonomi di tahun 2020)," kata Managing Director and Chief Credit Officer Moody's Investors Service, Michael Taylor.

Dia mengungkapkan, rendahnya pertumbuhan ekonomi tersebut lantaran perang dagang masih akan menjadi penyebab ketidakpastian global. Tidak hanya antara Amerika Serikat (AS) dan China, perang dagang juga mulai terjadi antara AS dengan mitra dagangnya yang lain seperti Uni Eropa.

"Perang dagang memberikan banyak ketidakpastian kebijakan perdagangan di masa depan. Kami sudah mulai melihat dampaknya sekarang mempengaruhi dalam keputusan investasi terutama oleh perusahaan, dan juga dalam kepercayaan mereka," ujarnya.

Dia mengungkapkan, pertumbuhan ekonomi diprediksi akan kembali mengalami peningkatan pada tahun berikutnya yaitu 2021. Dengan harga komoditi yang menjadi pendorong utamanya. "Ramalan 2021 ada sedikit peningkatan pertumbuhan kembali 4,8% pada 2021," ujarnya.

Sebelumnya Presiden Jokowi mengatakan, pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini hanya berkisar 5,04-5,05%. Pertumbuhan ekonomi tersebut, sesuai dengan prediksi beberapa lembaga internasional. Di mana, tahun ini masih ada tantangan-tantangan yang menghambat ekonomi melaju kencang.

"Saya kira pertumbuhan ekonomi kita tahun ini mungkin 5,04-5,05%. Kira-kira begitu tahun depan. Dengan kondisi ekonomi global yang menurut bank dunia, IMF juga kemungkinan bisa turun lagi, karena kondisi yang ada belum bisa diselesaikan," ujarnya. bari/mohar/fba

 

BERITA TERKAIT

MENAKER IDA FAUZIYAH: - Kaji Regulasi Perlindungan Ojol dan Kurir

Jakarta-Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah akan mengkaji regulasi tentang perlindungan bagi ojek online (ojol) hingga kurir paket, termasuk mencakup pemberian tunjangan…

TRANSISI EBT: - Sejumlah Negara di Asteng Alami Kemunduran

Jakarta-Inflasi hijau (greenflation) menyebabkan sejumlah negara di Asia Tenggara (Asteng), termasuk Indonesia, Malaysia, dan Vietnam mengalami kemunduran dalam transisi energi…

RENCANA KENAIKAN PPN 12 PERSEN PADA 2025: - Presiden Jokowi akan Pertimbangkan Kembali

Jakarta-Presiden Jokowi disebut-sebut akan mempertimbangkan kembali rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025. Sebelumnya, Ketua Umum…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

MENAKER IDA FAUZIYAH: - Kaji Regulasi Perlindungan Ojol dan Kurir

Jakarta-Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah akan mengkaji regulasi tentang perlindungan bagi ojek online (ojol) hingga kurir paket, termasuk mencakup pemberian tunjangan…

TRANSISI EBT: - Sejumlah Negara di Asteng Alami Kemunduran

Jakarta-Inflasi hijau (greenflation) menyebabkan sejumlah negara di Asia Tenggara (Asteng), termasuk Indonesia, Malaysia, dan Vietnam mengalami kemunduran dalam transisi energi…

RENCANA KENAIKAN PPN 12 PERSEN PADA 2025: - Presiden Jokowi akan Pertimbangkan Kembali

Jakarta-Presiden Jokowi disebut-sebut akan mempertimbangkan kembali rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025. Sebelumnya, Ketua Umum…