Menko Polhukam: Revisi UU No 12 Tahun 2011 - Proses Omnibus Law

Menko Polhukam: Revisi UU No 12 Tahun 2011

Proses Omnibus Law

NERACA

Bogor - Menko Polhukam Mahfud MD mengatakan, tahap awal untuk merealisasikan omnibus law harus merevisi Undang-Undang (UU) Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

"Tahap pertama kita harus mengubah dulu secepatnya, nanti saya ke DPR siang ini, harus mengubah dulu Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011," kata Mahfud MD di kegiatan Rakornas Forkopimda di SICC, Bogor, Rabu (13/11).

Undang-undang pembentukan peraturan perundang-undangan ini perlu direvisi karena belum mengakomodasi perubahan undang-undang yang dilakukan secara serentak."Perubahan harus satu-satu undang-undang dengan urgensi yang berbeda-beda. Nah, sekarang urgensinya disatukan," ucap dia.

Omnibus law kata Mahfud yaitu undang-undang yang menyelesaikan masalah hukum yang berbeda-beda dalam satu paket penyelesaian."Tidak satu-satu, karena kalau satu-satu ego sektoralnya muncul. Kalau omnibus law, undang-undang aslinya tetap diberlakukan, tapi materi-materi yang saling bersangkutan diangkat ke atas dalam satu undang-undang," ujar dia.

Menurut dia dengan omnibus law, nantinya akan menyelesaikan persoalan substansi aturan hukum yang selama ini menjadi penghambat. Banyak aturan hukum yang bertentangan satu sama lain, aturan itu juga mengatur hal yang sama dengan cara berbeda-beda, hai tersebut yang ujungnya menjadi penghambat berbagai percepatan.

Kemudian Mahfud menegaskan bahwa "omnibus law" bukan suatu produk aturan yang baru atau asing."Istilah 'omnibus law', bagi banyak orang, bahkan di parlemen sekalipun tidak dipahami secara utuh, dianggap itu satu peraturan baru yang asing," kata dia. 

Padahal, kata mantan Ketua Mahkamah Konstitusi itu, "omnibus law" hanya peraturan untuk mensinkronkan berbagai aturan yang selama ini mengatur satu bidang yang sama dalam aspek yang berbeda.

Ia mencontohkan aturan tentang investasi yang selama ini diatur dalam banyak regulasi, seperti di Kementerian Perindustrian, Bea Cukai, hingga Pajak sehingga perlu dibuat "omnibus law"."Menteri perindustrian memberi izin. Orang mau investasi, selesai di perindustrian? Belum kata bea cukai, belum kata pajak, belum kata ini. Jadi pintunya terlalu banyak, dibuat 'omnibus law'," jelas dia.

Jadi, Mahfud meminta masyarakat tidak menanggap "omnibus law" sebagai sesuatu yang aneh atau asing, sebab "omnibus law" hanyalah metode pembuatan undang-undang."Itu metode pembuatan UU untuk mengatur banyak hal dalam satu paket, itu namanya 'omnibus law', agar tidak tumpang tindih dan tidak membuat macet. Kan investasi sekarang macet karena aturannya banyak," kata dia.

Ia menegaskan seluruh kementerian dan lembaga diundang untuk menyepakati soal "omnibus law", sebab mereka tidak boleh lagi bekerja sendiri-sendiri."Justru mereka dikesinikan agar tidak keberatan. Tidak boleh sendiri-sendiri lagi karena sekarang tidak ada visi kementerian, tapi yang ada visi Presiden," kata Mahfud.

Bereskan Persoalan Substansi Hukum

Menko Polhukam Mahfud MD pada tahun pertama di periode kerja Kabinet Indonesia Maju berupaya membereskan persoalan substansi aturan-aturan hukum untuk mendukung visi Presiden Joko Widodo-KH Ma'ruf Amin utamanya soal investasi.

"Kenapa substansi dulu, karena substansi sering menghambat masalah investasi dan sebagainya, dulu ketika Luhut Panjaitan jadi Menko Polhukam sebentar, sebagai pakar saya diundang mendiskusikan ini, banyak hukum yang bertentangan satu sama lain," kata Mahfud MD.

Contohnya kata Mahfud, Presiden Jokowi dulu pernah meminta waktu bongkar muat atau dwelling time di pelabuhan bisa dipercepat. Tetapi karena berbagai sektor memiliki substansi aturan-aturan hukum berbeda-beda, akhirnya permintaan percepatan dwelling time dari 8 hari menjadi 4 hari tetap tidak bisa juga terealisasi.

"Mengapa tidak juga dipercepat, karena antara satu aturan dengan lainnya berbeda. kalau sudah selesai di Bea Cukai misalnya, ternyata belum selesai di pajak, di pajak, nanti izinnya lagi di perhubungan. Mengatur hal yang sama dengan cara berbeda," kata dia. Ant

 

 

BERITA TERKAIT

Grab Raih Sertifikat Kepatuhan Persaingan Usaha

NERACA Jakarta - Grab Indonesia menjadi perusahaan berbasis teknologi pertama penerima sertifikat penetapan program kepatuhan persaingan usaha menurut Komisi Pengawas…

KPK: Anggota Dewan Harus Mewariskan Budaya Antikorupsi

NERACA Jakarta - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron mengatakan anggota dewan harus mewariskan budaya antikorupsi. “Tantangan terbesar…

KPPU: Skema Denda di UU Cipta Kerja Guna Beri Efek Jera

NERACA Jakarta - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mengatakan skema denda yang diatur dalam Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker) bertujuan…

BERITA LAINNYA DI Hukum Bisnis

Grab Raih Sertifikat Kepatuhan Persaingan Usaha

NERACA Jakarta - Grab Indonesia menjadi perusahaan berbasis teknologi pertama penerima sertifikat penetapan program kepatuhan persaingan usaha menurut Komisi Pengawas…

KPK: Anggota Dewan Harus Mewariskan Budaya Antikorupsi

NERACA Jakarta - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron mengatakan anggota dewan harus mewariskan budaya antikorupsi. “Tantangan terbesar…

KPPU: Skema Denda di UU Cipta Kerja Guna Beri Efek Jera

NERACA Jakarta - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mengatakan skema denda yang diatur dalam Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker) bertujuan…